Tulisan Berjalan

NIKMATILAH PEKERJAANMU NISCAYA KAMU AKAN MENEMUKAN KEBAHAGIAAN YG TERPENDAM
Tampilkan postingan dengan label Kisah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Kisah. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 28 Juli 2012

Kisah Wanita Tua Dari Bani Israil



Dalam sebuah riwayat, Rasulullah Shallallahu’alahi Wasallam menceritakan sebuah kisah tentang Nabi Musa ‘alaihissalam dan Bani Israil. Berikut ini kisahnya:
Dari Abu Musa ia berkata, seorang badwi datang kepada Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam, kemudian beliau memuliakannya dan berkata: ‘kemarilah‘. Orang badwi itu lalu mendatangi beliau. Kemudian Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
( Dalam riwayat lain, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam turun dari tunggangan beliau lalu memuliakannya. Beliau berkata kepada orang itu: ‘kemarilah bersama kami‘. Orang badwi itu lalu mendatangi beliau. Kemudian Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: )
Sebutlah apa yang engkau inginkan“. Orang badwi menjawab: ‘Saya ingin unta dan pelananya serta kambing yang dapat diperah untuk memberi minum keluarga saya’. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam lalu bersabda:
“Apakah kalian tidak menginginkan seperti yang diinginkan oleh wanita tua dari Bani Israil?”. Para sahabat bertanya: “Wahai Rasulullah siapa yang dimaksud wanita tua dari Bani Israil itu?”. Beliau berkata: “Musa ketika pergi dari Mesir bersama Bani Israil, mereka tersesat di jalan”. Musa bertanya: “Apa sebabnya menjadi begini?”. Orang-orang berilmu dari Bani Israil menjawab: “Kami beritahukan kepadamu, Nabi Yusuf ketika menjelang wafatnya membuat perjanjian dengan kami yang dipersaksikan oleh Allah, yaitu agar tidak keluar dari Mesir kecuali membawa jasad beliau bersama kami”. Musa berkata: “Kalau begitu siapa yang mengetahui dimana letak kuburnya?”. Mereka berkata: “Diantara kami tidak ada yang tahu letak makam beliau kecuali seorang wanita tua dari Bani Israil”. Lalu Musa mengutus orang untuk memanggilnya hingga wanita tersebut datang kepada Musa. Musa berkata kepada wanita itu: “Tunjukan kami letak makam Nabi Yusuf”. Wanita tersebut berkata: “Demi Allah tidak akan aku lakukan, sampai engkau mentaati ketentuanku”. Musa bertanya: ‘”Apa ketentuanmu itu?”. Wanita tersebut berkata: “Jadikan aku penghuni surga bersamamu”. Nabi Musa pun enggan memenuhinya, hingga Allah mewahyukan kepada Musa agar mentaati ketentuan tersebut. Lalu mereka pergi ke mata air dari sebuah danau. Wanita tersebut berkata: “Keringkan airnya lalu gali dan keluarkanlah jasad Nabi Yusuf”. Ketika jasadnya diangkat, jalan pun seketika menjadi jelas bagaikan terangnya siang.
(HR. Abu Ya’la dalam Musnad-nya 1/344, Al Hakim 2/404-405)
Derajat Hadits
Al Hakim berkata: “Hadits ini shahih sesuai dengan syarat Shahih Bukhari dan Muslim”. Penilaian Al Hakim ini disetujui oleh Adz Dzahabi. Al Albani berkata: “Yang benar, hadits ini shahih sesuai dengan syarat Shahih Muslim saja. Karena Al Bukhari tidak mengeluarkan riwayat Yunus di dalam Shahih-nya, melainkan di kitabnya yang lain yaitu Juz Al Aqira’ah“. (Silsilah Ahadits Shahihah, 1/623)
Faidah Hadits
  1. Betapa mulianya akhlak Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam terhadap orang awam.
  2. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam adalah pemimpin negara yang senantiasa peduli terhadap kebutuhan rakyatnya, terutama orang-orang lemah yang kurang mampu. Tidaklah tersisa harta beliau melainkan sebatas harta untuk memenuhi kewajiban sebagai suami kepada keluarganya dan harta untuk diberikan kepada orang lain. Sebagaimana sabda beliau: “Bagi seorang khalifah, tidak halal memiliki harta dari Allah, kecuali dua piring saja. Satu piring untuk kebutuhan makannya bersama keluarganya. Dan satu piring untuk ia berikan kepada rakyatnya” (HR. Ahmad, dishahihkan oleh Al Albani dalam Silsilah Ahadits Shahihah no.362)
  3. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam membimbing ummat-nya agar senantiasa lebih mendambakan kebaikan akhirat dibanding kebaikan dunia semata. Umar bin Khattab Radhiallahu’anhu berkata: “Ketika aku melihat bekas tikar di sisi badan beliau, aku pun menangis. Beliau bertanya, “Apa yang membuatmu menangis?” Aku jawab, “Wahai Rasulullah, sungguh Kisra dan Kaisar berada dalam kemegahannya, padahal engkau adalah utusan Allah” Beliau menjawab, “Tidakkah engkau ridha mereka mendapatkan dunia sedangkan kita mendapatkan akhirat?” (Muttafaq ‘alaihi)
    Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: “Tiadalah dunia dibanding akhirat melainkan hanyalah seperti air yang menempel di jari ketika salah seorang dari kalian mencelupkannya di laut.” (HR. Muslim no.2858).
  4. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam mengharapkan para sahabatnya meminta sebagaimana yang diminta oleh wanita tua dari Bani Israil, yaitu: surga. Ini menunjukkan bahwa mengharap surga itu tidaklah tercela, bukan tanda sedikitnya keikhlasan, bukan tanda rendahnya cinta kepada Allah, sebagaimana yang disangka oleh sebagian orang.
  5. Kaum Bani Isra’il ketika itu berada di atas ilmu dan tauhid yang lurus, mereka tidak menyembah atau mengagungkan kuburan para Nabi. Mereka tidak ngalapberkah atau bertawassul dengan mayat para Nabi. Silakan simak  Hukum Ber-tabarruk Kepada Orang Shalih.
  6. Jangankan menyembah kuburan atau ngalapberkah, bahkan tidak terbesit dalam benak mereka untuk mencari tahu letak kuburan para Nabi. Yang tahu pun, ternyata tidak gembar-gembor atau dengan mudah memberi tahu letaknya. Mereka juga tidak membangun dan membuat megah kuburan tersebut. Nabi Musa dan Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi Wasallam tidak mencela mereka karena demikianlah yang seharusnya. Berbeda dengan orang-orang di zaman ini yang malah mencela orang-orang yang enggan mengagungkan kuburan orang shalih agar tidak dijadikan sarana kesyirikan.
  7. Para Nabi tidak dapat memberi syafa’at kecuali atas izin Allah. Sebagaimana Nabi Musa tidak dapat menjamin wanita tersebut masuk surga kecuali setelah diizinkan oleh Allah. Allah Ta’ala berfirman: “Katakanlah, hanya milik Allah lah semua syafa’at itu. Ia yang menguasai langit dan bumi dan kepada-Nya lah engkau akan kembali” (QS. Az Zumar: 44)
  8. Jasad para Nabi tidak hancur dimakan tanah.
  9. Bukti adanya mu’jizat bagi para Nabi.
  10. Wajibnya menunaikan janji, terlebih lagi perjanjian dengan para Nabi Allah.
  11. Kata ???? yang artinya ‘tulang-belulang’ kadang bermakna ‘badan seutuhnya’. Jika  ???? dalam hadits di atas kita artikan  ’tulang-belulang’, maka bertentangan dengan hadits: “Sungguh Allah Ta’ala mengharamkan kepada bumi untuk memakan jasad para Nabi” (HR. Abu Daud 662, dishahihkan Al Albani dalam Silsilah Ahadits Shahihah no.1527). Namun yang benar, kita maknai  ???? dengan makna  ’badan seutuhnya’ sebgaimana terdapat hadits :“Ketika Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam sudah berusia senja, Tamim Ad Daari berkata kepada beliau:’Wahai Rasulullah, maukah aku ambilkan mimbar yang dapat membawa badanmu?’. Beliau berkata: ‘Boleh’. Lalu ia mengambil mimbar yang memiliki 2 anak tangga” (HR. Abu Daud 1081, Al Albani berkata: “Sanadnya jayyidsesuai dengan syarat Muslim”). Demikian penjelasan Syaikh Al Albani dalam Silsilah Ahadits Shahihah (1/624).

Rabu, 25 Juli 2012

Bangsa Aad menantang azab



Didalam Al Qur`an ada disebut tentang bangsa Aad, yaitu suatu bangsa yang tinggal di daerah Ahqaf,daerah yang sekarang masuk di negara Yaman atau Oman di zaman modern ini. Tanah mereka subur, ada sungai dan kebun kebun yang membuat mereka kaya dan makmur tapi kemudian menjadi sombong. Si kaya dan si kuat menindas si miskin dan si lemah.Karena berbagai kejahatan yang sudah tak tertahankan ini maka Allah mengutus Nabi kepada mereka yaitu Nab Hud a.s. Seperti juga yang dialami oleh para Rasul yang lain, Nabi Hud juga di hina,di maki bahkan mau dibunuh, karena Nabi Hud yang miskin ini dianggap bodoh,pembohong, kalau sekiranya Allah perlu Nabi maka seharusnya Allah memilih mereka bukan Hud, na`udzubillah.
Dengan tak bosan dan selalu tabah, Nabi Hud mencoba menyadarkan kaumnya agar percaya kepada Allah, beribadah dan berbuat baik dan meninggalkan segala kejahatan. Namun kaumnya tidak menghiraukannya dan selalu mengejek bahkan meminta kepada Nabi Hud agar siksa yang disebut itu segera saja didatangkan.
Mereka disuruh bertaubat dan mencabut perkataan itu namun mereka menolak malah lebih sombong membusungkan dada. Tiba tiba mereka melihat awan hitam bergumpal di atas langit. Mereka mulanya terkejut karena bukan musim hujan tetapi akhirnya percaya bahwa awan itu akan menurunkan hujan yang lebat untuk menyuburkan bumi dan mengurangi panasnya musim panas.
Nabi Hud berkata kepada mereka, itu bukan hujan rahmat tetapi hujan azab yang pedih dan agar mereka segera bertaubat. Namun mereka makin sombong. Akhirnya tercurahlah hujan yang sangat lebat di iringi oleh tiupan angin yang sangat kencang selama tuju malam dan delapan hari lamanya tanpa henti, sehingga semua manusia kafir itu beterbangan seperti kapas yang ringan sejauh ratusan meter dan terhempas jatuh ke bumi, mati dengan jasad yang luluh lantak. Bukan hanya manusia, tetapi juga semua binatang ternak mereka semua tanaman dan rumah rumah mereka.
Allah SWT berfirman “Adapun kaum Aad maka mereka menyombongkan diri di muka bumi tanpa alasan yang benar dan berkata”Siapakah yang lebih sangat kekuatannya dari pada kami”. Dan apakah mereka tidak memperhatikan bahwa Allah yang menciptakan mereka lebih sangat kekuatanNya dari pada meraka? Dan adalah mereka mengingkari tanda tanda kekuatan Kami. Maka kami lalu meniupkan angin yang amat gemuruh kepada mereka dalam beberapa hari yang sial, karena Kami hendak merasakan kepada mereka itu siksaan yang menghinakan dalam kehidupan dunia. Dan sesungguhnya siksaan akhirat lebih menghinakan sedang mereka tidak diberi pertolongan.”(QS Fushshilat ayat 15-16)
Angin ini dinamakan angin Sharshar yang memusnahkan semua yang dilaluinya,tetapi yang mengherankan semua orang beriman tidak merasakan sama sekali. Mereka rasakan seperti angin biasa. Hal ini juga pernah terjadi pada bangsa Tsmud setelah mengutus Nabi Shalih a.s kepada mereka. Persis seperti yang kaum Nabi Nuh a.s dan bangsa Aad terhadap Nabi mereka lakukan, yaitu pengingkaran dan kemaksiatan yang merajalela. Bangsa Tsmud juga diancurkan Allah dengan suara petir yang dahsyat (Ash Sha`iqoh) dari langit, diiringi oleh gempa bumi yang dahsyat sehingga menghancuran semua bangunan rumah tempat tinggal mereka menjadi rata dengan tanah sekaligus menjadi kuburan mereka.
Karena keterlaluan sikap dari tiga kaum ini,Allah berulng kali menyebut kaum Nuh,bangsa Aad dan Tsamud di dalam Al Qur`an sebagai pengajaran dan peringatan bagi setiap bangsa dan manusia yang akan hidup di permukaan bumi ini sampai kiamat.
Sungguh pelajaran dari sejarah ini adalah sangat besar dampaknya. Terbukti sesudah sejarah ini dibacakan Rasulullah Muhammad SAW kepada bangsa arab yang sangat rusak, dalam masa 23 tahun saja mereka berubah menjadi baik,bersatu,tolong menolong,akhirnya kuat dan berkuasa selama berabad-abad lamanya.

Penggembala Buta Huruf Yang Cerdik



Seorang lelaki yang sedang sibuk menggembalakan domba-dombanya di padang rumput dihampiri seorang cendekiawan. Terjadilah perbincangan antara keduanya. Dari perbincangan itu, cendekiawan itu mengetahui bahwa penggembala itu buta huruf.
“Mengapa engkau tidak belajar?” Tanya cendekiawan.
“Aku telah mendapatkan sari semua ilmu. Karena itu, aku tidak perlu belajar lagi,” jawab penggembala mantap.
“Coba jelaskan pelajaran apa yang telah kamu peroleh!” pinta sang cendekiawan. Sambil menatap lelaki berpenampilan rapi itu, penggembala menjelaskan : “Sari semua ilmu pengetahuan ada lima. Pertama, selagi masih ada peluang untuk bersikap jujur, aku tidak akan pernah berbohong. Kedua, selama masih ada makanan halal, aku tidak akan pernah memakan makanan haram. Ketiga, jika masih ada cela (kekurangan) dalam diriku, aku tidak akan pernah mencari-cari (mempersalahkan) keburukan orang lain. Keempat, selagi rizki Allah masih ada di bumi, aku tidak akan memintanya kepada orang lain. Kelima, sebelum menginjakkan kaki di surga, aku tidak akan pernah melupakan tipu daya setan.”
Cendekiawan itu sangat kagum atas jawaban penggembal seraya berkata, “Kawan, semua ilmu telah terkumpul dalam dirimu. Siapapun yang mengetahui kelima hal yang kau sebutkan tadi dan dapat melaksanakanya, pasti dapat mencapai tujuan ilmu-ilmu Islam serta tidak memerlukan buku-buku ilmu dan filsafat.”

Kisah Nabi Daud Dengan Ulat



Imam Al-Ghazali rahimahullah menceritakan di salah satu kitabnya. Kisah tentang Nabi Daud a.s dengan seekor ulat. Pada suatu ketika tatkala Nabi Daud A.S sedang duduk dalam mihrobnya sambil membaca kitab Zabur, sesaat kemudian dia melihat seekor ulat merah dipenuhi dengan debu. Lalu Nabi Daud a.s berkata pada dirinya, “Apa yang dikehendaki Allah dengan ulat ini?”
Selepas Nabi Daud selesai berkata demikian, maka Allah pun mengizinkan ulat merah itu berbicara. Lalu ulat merah itu pun mula berbicara kepada Nabi Daud a.s “Wahai Nabi Allah! Allah S.W.T telah mengilhamkan kepadaku untuk membaca ‘Subhanallahu walhamdulillahi wala ilaha illallahu wallahu akbar’ setiap hari sebanyak 1000 kali dan pada malamnya Allah mengilhamkan kepadaku supaya membaca ‘Allahumma sholli ala Muhammadinannabiyyil ummiyyi wa ala alihi wa sohbihi wa sallim’ setiap malam sebanyak 1000 kali.
Setelah ulat merah itu berkata demikian, maka dia pun bertanya kepada Nabi Daud a.s “Apakah yang dapat kamu katakan kepadaku agar aku dapat bermanfaat untukmu?”
Akhirnya Nabi Daud menyadari akan kesalahannya karena memandang remeh akan ulat tersebut, dan dia sangat takut kepada Allah S.W.T. maka Nabi Daud A.S. pun bertaubat dan menyerahkan diri kepada Allah S.W.T.
Begitulah sikap para Nabi a.s apabila mereka menyadari kesalahan yang telah dilakukan maka dengan segera mereka akan bertaubat dan menyerah diri kepada Allah S.W.T. Kisah-kisah yang terjadi pada zaman para nabi bukanlah untuk kita ingat sebagai bahan sejarah, tetapi hendaklah kita jadikan sebagai teladan supaya kita tidak memandang rendah kepada apa saja makhluk Allah yang berada di bumi yang sama-sama kita tempati ini.

Kisah Nabi Ibrahim a.s dan Empat Ekor Burung



Alkisah di tengah-tengah masyarakat yang dipenuhi dengan kesyirikan dan noda kemaksiatan lahirlah seorang pemuda yang kelak kita kenal sebagai Nabi Ibrahim. Ia anak dari seorang ayah yang bekerja sebagai pemahat dan pedagang patung. Ia sebagai calon Rasul dan pesuruh Allah yang akan membawa pelita kebenaran kepada kaumnya,jauh-jauh telah diilhami akal sihat dan fikiran tajam serta kesedaran bahwa apa yang telah diperbuat oleh kaumnya termasuk ayahnya sendiri adalah perbuat yang sesat yang menandakan kebodohan dan sempitnya fikiran dan bahwa persembahan kaumnya kepada patung-patung itu adalah perbuatan mungkar yang harus diberantas dan diperangi agar mereka kembali kepada ibadah yang benar ialah ibadah kepada Allah Tuhan Yang Maha Esa, Tuhan pencipta alam semesta ini.
Semasa remajanya Nabi Ibrahim sering disuruh ayahnya keliling kota menjajakan patung-patung buatannya namun karena iman dan tauhid yang telah diilhamkan oleh Tuhan kepadanya ia tidak bersemangat untuk menjajakan barang-barang itu bahkan secara mengejek ia menawarkan patung-patung ayahnya kepada calon pembeli dengan kata-kata:” Siapakah yang akan membeli patung-patung yang tidak berguna ini? ”
Nabi Ibrahim yang sudah berketetapan hati hendak memerangi syirik dan persembahan berhala yang berlaku dalam masyarakat kaumnya ingin lebih dahulu mempertebal iman dan keyakinannya, menenteramkan hatinya serta membersihkannya dari keragu-raguan yang mungkin sesekali mangganggu fikirannya dengan memohon kepada Allah agar diperlihatkan kepadanya bagaimana Dia menghidupkan kembali makhluk-makhluk yang sudah mati.
Berserulah ia kepada Allah: ” Ya Tuhanku! Tunjukkanlah kepadaku bagaimana engkau menghidupkan makhluk-makhluk yang sudah mati.”Allah menjawab seruannya dengan berfirman:bTidakkah engkau beriman dan percaya kepada kekuasaan-Ku? “Nabi Ibrahim menjawab:” Betul, wahai Tuhanku, aku telah beriman dan percaya kepada-Mu dan kepada kekuasaan-Mu, namun aku ingin sekali melihat itu dengan mata kepala ku sendiri, agar aku mendapat ketenteraman dan ketenangan dan hatiku dan agar makin menjadi tebal dan kokoh keyakinanku kepada-Mu dan kepada kekuasaan-Mu.”
Allah memperkenankan permohonan Nabi Ibrahim lalu diperintahkanlah ia menangkap empat ekor burung lalu setelah memperhatikan dan meneliti bahagian tubuh-tubuh burung itu, memotongnya menjadi berkeping-keping mencampur-baurkan kemudian tubuh burung yang sudak hancur-luluh dan bercampur-baur itu diletakkan di atas puncak setiap bukit dari empat bukit yang letaknya berjauhan satu dari yang lain.
Setelah dikerjakan apa yang telah diisyaratkan oleh Allah itu, diperintahnyalah Nabi Ibrahim memanggil burung-burung yang sudah terkoyak-koyak tubuhnya dan terpisah jauh tiap-tiap bahagian tubuh burung dari bahagian yang lain.   Dengan izin Allah dan kuasa-Nya datanglah berterbangan empat ekor burung itu dalam keadaan utuh bernyawa seperti sedia kala begitu mendengar seruan dan panggilan Nabi Ibrahim kepadanya lalu hinggaplah empat burung yang hidup kembali itu di depannya, dilihat dengan mata kepalanya sendiri bagaimana Allah Yang Maha Berkuasa dapat menghidupkan kembali makhluk-Nya yang sudah mati sebagaimana Dia menciptakannya dari sesuatu yang tidak ada.
Dan dengan demikian tercapailah apa yang diinginkan oleh Nabi Ibrahim untuk mententeramkan hatinya dan menghilangkan kemungkinan ada keraguan di dalam iman dan keyakinannya, bahwa kekuasaan dan kehendak Allah tidak ada sesuatu pun di langit atau di bumi yang dapat menghalangi atau menentangnya dan hanya kata “Kun” yang difirmankan Oleh-Nya maka terjadilah akan apa yang dikehendaki ” Fayakun”.

Selasa, 24 Juli 2012

Kisah Abu Bakar Digigit Ular




Tulisan ini adalah lanjutan dialog Kontributor NU Online Moh Yasir Alimi dengan Syaikh Mustafa Mas’ud al-Naqsabandi al-Haqqani. Pada bagian pertama, telah diartikan apa itu thariqat, getar di dada, dan kisah tentang Sahabat Abu Bakar. Berikut ini lanjutannya, bagian kedua.
Kisah Abu Bakar selanjutnya bagaimana, Syaikh?

Nabi Muhammad berjalan. Sayidina Abu Bakar mengikuti. Ketika akan sampai, 8 km dari arah Masjidil Haram, baru Sayidina Abu Bakar sadar.  "Ooo … Mau istirahat ke Gua Tsur, karena sudah mendekati Gunung Tsur. Ketika Rasulullah naik, Oooo…kesimpulan Sayidina Abu Bakar.” With no curiousity, tidak dengan rewel, tidak dengan mempertanyakan, memaklumi.

Pertama-tama, dalam Islam yang kita butuhkan bukan`ngerti' syariat, tapi cinta terhadap yang mengajarkannya dan Dzat Maha Suci yang menurunkannya. Tanpa kacamata tersebut, tanpa rasa cinta tersebut, kita tidak akan mengerti Islam. Islam hanya menjadi "The Matter of Transaction", tawar menawar. Itu tidak terjadi pada Abu Bakar. Begitu Rasulullah mau naik ke arah gua, di Jabal Tsur itu, maka kemudian Beliau (Abu Bakar) menarik kesimpulan, "Oooo … Rasulullah mau istirahat di Gua Tsur."

Beliau (Abu Bakar) mengerti sebagai orang gurun, tidak akan pernah ada lubang bebatuan di gunung, pasti ada ular berbisanya. Itu reason, pikiran digunakan sesudah ‘cinta’, sesudah tulus, sesudah bersedia untuk patuh. Itu namanya pikiran yang well enlighted, pikiran yang tercerahkan, bukan pikiran yang cluthak (tidak senonoh), yang bisa bertingkah macam-macam, menimbulkan problem.

Lantas, apa yang kemudian dilakukan Abu Bakar?

Beliau kemudian mendekati Rasulullah, kasih aku kesempatan masuk. Rasulullah dan Abu Bakar, interespecting, saling menghargai. Sayidina Abu Bakar masuk gua. Gua itu kecil kalau diisi 3. Barangkali sudah kruntelan di situ, kayak bako susur yang dijejel-jejelkan (dimasukkan) ke mulut. Sayidina Abu Bakar masuk, beliau cari, bener ada lubang di situ. Beliau buka sandalnya, ditaruhnya kaki kanannya di mulut lubang itu. Dengan cinta, Beliau korbankan kakinya untuk Rasulullah. Beliau tidak mau Rasulullah digigit ular.

Akhirnya kakinya dicatel (digigit) oleh ular. Kemudian Beliau bilang, “Silakan masuk Rasulullah dengan penuh cinta, dengan penuh pengorbanan dan husnudzon.” Rasul masuk dan berbaring dipaha Abu Bakar. Rupanya Rasulullah terkena angin sepoi-sepoi pagi. Beliau tertidur. Ketika Beliau tertidur, ketika itu pulalah Abu Bakar menahan bisa dari ular yang sudah mulai menjalar ke seluruh tubuh. Abu Bakar berkeringat, dan diriwiyatkan bahwa keringatnya sudah berisi darah. Tetesan keringat Abu Bakar mengenai Rasulullah.

Bagaimana respon Rasulullah, Syaikh?
"Nangis Sampean?” tanya Rasulullah.

"Tidak,” jawab Abu Bakar, “kakiku digigit ular."

There was something happen. Ditariknya kaki Abu Bakar dari lubang itu, maka kemudian Rasulullah berkata pada ular.

" Hai Tahu nggak Kamu? Jangankan daging, atau kulit Abu Bakar, rambut Abu Bakar pun haram Kamu makan?"

Dialog Rasulullah dengan Ular itu didengar pula oleh Abu Bakar as-Shidiq, berkat mukjizat Beliau.

"Ya aku ngerti Kamu, bahkan sejak ribuan tahun yang lalu ketika Allah mengatakan ‘Barang siapa memandang kekasih-Ku, Muhammad, fi ainil mahabbah atau dengan mata kecintaan. Aku anggap cukup untuk menggelar dia ke surga,” kata ular.

“Ya Rabb, beri aku kesempatan yang begitu cemerlang dan indah. “Aku (ular) ingin memandang wajah kekasih-Mu fi ainal mahabbah,” lanjut ular.
Apa kata Allah?
"Silakan pergi ke Jabal Tsur, tunggu disana, kekasihKu akan datang pada waktunya,’ jawab Allah.

“Ribuan tahun aku menunggu disini. Aku digodok oleh kerinduan untuk jumpa Engkau, Muhammad. Tapi sekarang ditutup oleh kaki Abu Bakar, maka kugigitlah dia. Aku tidak ada urusan dengan Abu Bakar, aku ingin ketemu Engkau, Wahai Muhammad. "

“Lihatlah ini. Lihatlah wajahku,” kata Rasulullah. (Bersambung)

Rabu, 06 Juni 2012

RASULULLAH SAW dan PENGEMIS YAHUDI BUTA


Setiap kali saya baca tarikh ini, hati ini selalu menangis.
Sebuah kisah nyata, bagian dari perjalanan Rasulullah SAW.

Allahumma shalli ‘ala Muhammad, wa ‘ala alihi wa shohbihi ajma’in.

Mungkin teman-teman pernah baca tarikh (sejarah) yang satu ini, 
tapi saya berusaha menceritakan kembali. Semoga bermanfaat.

Bismillah.....

Di sudut pasar Madinah Al Munawaroh seorang pengemis yahudi buta hari demi hari, apabila ada orang yang mendekatinya, ia selalu berkata 
“Wahai saudaraku jangan dekati Muhammad, dia itu orang gila, dia itu pembohong, dia itu tukang sihir, apabila kalian mendekatinya akan dipengaruhinya”.

Setiap pagi Rasulullah SAW mendatanginya dengan membawa makanan, dan tanpa berkata sepatah kata-pun Rasulullah SAW menyuapi makanan yang dibawanya kepada pengemis itu walaupun pengemis itu selalu berpesan agar tidak mendekati orang yang bernama Muhammad.

Rasulullah SAW melakukannya hingga menjelang beliau SAW wafat. Setelah kewafatan Rasulullah, tidak ada lagi orang yang membawakan makanan setiap pagi kepada pengemis yahudi buta itu.

Suatu hari, Abu Bakar ra. berkunjung ke rumah anaknya aisyah ra. Beliau bertanya kepada anaknya, 
“Anakku, adakah sunnah kekasihku yang belum aku kerjakan?”
Aisyah ra. menjawab pertanyaan ayahnya, 
“Wahai ayah, engkau adalah ahli sunnah. Hampir tidak ada satu sunnah-pun yang belum ayah lakukan kecuali satu sunnah saja”.
“Apakah itu?” tanya Abu Bakar ra. 
“Setiap pagi Rasulullah SAW selalu pergi ke ujung pasar dengan membawa makanan untuk seorang pengemis yahudi buta yang berada di sana”, kata aisyah ra.

Keesokan harinya, Abu Bakar ra. pergi ke pasar dengan membawa makanan untuk diberikan kepada pengemis itu. Abu Bakar ra. mendatangi pengemis itu dan memberikan makanan itu kepadanya. Ketika Abu Bakar ra. mulai menyuapinya, si pengemis marah sambil berteriak,
“Siapa kamu?” 
“Aku orang yang biasa”, Abu Bakar ra. menjawab.
“Bukan! Engkau bukan orang yang biasa mendatangiku”, jawab si pengemis buta itu.
“Apabila ia datang kepadaku, tidak susah tangan ini memegang dan tidak susah mulut ini mengunyah. Orang yang biasa mendatangiku itu selalu menyuapiku, tapi terlebih dahulu dihaluskannya makanan tersebut dengan mulutnya, setelah itu ia berikan padaku dengan mulutnya sendiri”, pengemis itu melanjutkan perkataannya.

Abu Bakar ra. tidak dapat menahan air matanya, ia menangis sambil berkata kepada pengemis itu, 
“aku memang bukan orang yang biasa datang kepadamu, aku adalah salah satu dari sahabatnya , orang yang mulia itu telah tiada. Ia adalah Muhammad Rasulullah SAW”.

Setelah pengemis itu mendengar cerita Abu Bakar ra. ia-pun menangis dan kemudian berkata, “Benarkah demikian? Selama ini aku selalu menghinanya, memfitnahnya, ia tidak pernah memarahiku sedikitpun, ia mendatangiku setiap pagi, ia begitu mulia....”.
Pengemis yahudi buta tersebut akhirnya bersyahadat di hadapan Abu Bakar ra. 

Ikhwah fiLlah, shollu ‘ala nabi.......
Kurang dari saya, lebih dari Allah
BiLlah taufik, hidayah

Selasa, 29 Mei 2012

Kisah Perang Khaibar



ketangkasan-sahabat-nabi

Perang Khaibar

Khaibar adalah daerah yang ditempati oleh kaum Yahudi setelah diusir Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dari Madinah tatkala mereka melanggar perjanian damai. Di sana mereka menyusun makar untuk melampiaskan dendamnya terhadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, Islam, dan kaum muslimin.
Dendam Yahudi memang telah menumpuk; mulai terusirnya Bani Qainuqa, Bani Nadhir, terbunuhnya dua tokoh mereka, hingga pembantaian terhadap Bani Quraizhah dan sejumlah tokoh mereka yang dibunuh oleh kaum muslimin.
Telah lewat pembahasan bahwa kaum Yahudi adalah penggerak pasukan Ahzab pada Perang Khandaq. Ini berarti kali yang keempat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerangi umat Yahudi agar kita mengetahui bagaimana sejarah hitam umat Yahudi dan dendam mereka yang sangat mendalam terhadap Islam.
Pasukan Berangkat
Pada bulan Muharram tahun ketujuh Hijriah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersama 1400 sahabat yang ikut di Hudaibiyah berangkat menuju Khaibar. Telah kita ketahui bahwa sepulang mereka dari Hudaibiyah Allah menurunkan ayat sebagai janji kemenangan dari-Nya dan perintah untuk memerangi Yahudi di Khaibar dalam firman-Nya:
Allah menjanjikan kepada kamu harta rampasan yang banyak yang dapat kamu ambil, maka disegerakan-Nya harta rampasan ini untukmu dan Dia menahan tangan manusia dari (membinasakan) mu (agar kamu mensyukuri-Nya) dan agar hal itu menjadi bukti bagi orang-orang mukmin dan agar Dia menunjuki kamu kepada jalan yang lurus.” (QS. Al-Fath: 20)
Ulama ahli tafsir mengatakan bahwa Allah menjanjikan harta rampasan (ghanimah) yang banyak kepada kaum muslimin, sebagai pendahuluannya adalah harta rampasan yang mereka peroleh pada Perang Khaibar itu. Adapun orang-orang badui atau munafik tatkala mereka mengetahui para sahabat akan menang dan mendapat rampasan perang, maka mereka untuk ikut dalam peperangan tersebut supaya mendapat bagian dari ghanimah maka Allah berfirman,
Orang-orang Badui yang tinggal itu akan berkata apabila kamu berangkat untuk mengambil barang rampasan, “Biarkan kami, niscaya kami mengikuti kamu.’ Mereka hendak mengubah janji Allah. Katakanlah, ‘Kamu sekali-kali tidak (boleh) mengikuti kami; demikian Allah telah menetapkan sebelumnya.’ Mereka mengatakan, ‘Sebenarnya kamu dengki kepada kami.’ Bahkan mereka tidak mengerti melainkan sedikit sekali.” (QS. Al-Fath: 15)
Demikian itu karena Allah telah mengkhususkan rampasan Perang Khaibar sebagai balasan jihad, kesabaran, dan keikhlasan para sahabat yang ikut di Hudaibiyah saja.
Para sahabat berangkat dengan penuh keyakinan dan besar hati terhadap janji Allah, sekalipun mereka mengetahui bahwa Khaibar merupakan perkampungan Yahudi yang paling kokoh dan kuat dengan benteng berlapis dan persenjataan serta kesiapan perang yang mapan. Mereka berjalan sambil bertakbir dan bertahlil dengan mengangkat suara tinggi hingga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang mereka dan memerintahkan agar merendahkan suara sebab Allah Maha Dekat, bersama kalian, tidak tuli, dan tidak jauh. (Bukhari: 4205)
Sebelum subuh mereka tiba di halaman Khaibar, sedang Yahudi tidak mengetahuinya. Tiba-tiba ketika berangkat ke tempat kerja, mereka (orang-orang Yahudi) dikejutkan dengan keberadaan tentara; maka mereka berkata, “Ini Muhammad bersama pasukan perang.” Mereka kembali masuk ke dalam benteng dalam keadaan takut. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Allahu Akbar, binasalah Khaibar. Sesungguhnya jika kami datang di tempat musuh maka hancurlah kaum tersebut.” (Bukhari dan Muslim)
Kaum muslimin menyerang dan mengepung benteng-benteng Yahudi, tetapi sebagian sahabat pembawa bendera perang tidak berhasil menguasai dan mengalahkan mereka hinga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Besok akan kuserahkan bendera perang kepada seseorang yang Allah dan Rasul-Nya mencintai dan dia pun mencintai Allah dan Rasul-Nya. Allah akan memenangkan kaum muslimin lewat tangannya.” Maka para sahabat bergembira dengan kabar ini dan semua berharap agar bendera tersebut akan diserahkan kepadanya, hingga Umar radhiallahu ‘anhu berkata, “Aku tidak pernah menginginkan kebesaran, kecuali pada Perang Khaibar.”
Pada pagi hari itu para sahabat bergegas untuk berkumpul di hadapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Masing-masing berharap akan diserahi bendera komando. Akan tetapi, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya, “Dimanakah Ali?” Meraka menjawab, “Dia sedang sakit mata, sekarang berada di perkemahannya.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, “Panggillah dia.” Maka mereka memanggilnya. Ali radhiallahu ‘anhu datang dalam keadaan sakit mata (trahom), lalu Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam meludahi matanya dan sembuh seketika, seakan-akan tidak pernah merasakan sakit. Beliau menyerahkan bendera perang dan berwasiat kepadanya, “Ajaklah mereka kepada Islam sebelum engkau memerangi mereka. Sebab, demi Allah, seandainya Allah memberi hidayah seorang di antara mereka lewat tanganmu maka sungguh itu lebih baik bagimu dari pada onta merah (harta bangsa Arab yang paling mewah ketika itu).” (Muslim)
Perang Tanding
Tatkala berlangsung pengepungan benteng-benteng Yahudi, tiba-tiba pahlawan andalan mereka bernama Marhab menantang dan mengajak sahabat untuk perang tanding. Amir bin Akwa radhiallahu ‘anhumelawannya dan beliau terbunuh mati syahid. Lalu Ali radhiallahu ‘anhu melawannya hingga membunuhnya dan menyebabkan runtuhnya mental kaum Yahudi dan sebagai sebab kekalahan mereka.
Benteng Khaibar terdiri dari tiga lapis, dan masing-masing terdiri atas tiga benteng. Kaum muslimin memerangi dan menguasai benteng demi benteng. Setiap kali Yahudi kalah dari pertahanan pada satu benteng, mereka berlindung dan berperang dalam benteng lainnya hingga kemenagan mutlak berada di tangan kaum muslimin.
Korban Perang
Dalam peperangan ini terbunuh dari kaum Yahudi puluhan orang, sedang wanita dan anak-anak ditawan. Termasuk dalam tawanan adalah Shofiyah binti Huyai yang jatuh di tangan Dihyah al-Kalbi lalu dibeli oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam darinya. Beliau mengajaknya masuk Islam lalu menikahinya dengan mahar memerdekakannya. Adapun yang mati syahid dari kaum muslimin sebanyak belasan orang.
Di antara yang mati syahid adalah seorang badui yang datang dan masuk Islam dan memohon kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk hijrah dan tatkala Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallammemperoleh rampasan Perang Khaibar maka beliau memberinya bagian, tetapi dia berkata, “Wahai Rasulullah, aku mengikutimu bukan untuk tujuan ini, melainkan agar aku terkena panah di sini (sambil memberi isyarat pada lehernya) sehingga aku masuk surga.” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, “Jika kamu jujur kepada Allah maka pasti Allah buktikan.” Tidak lama kemudian jenazahnya dibawa kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam keadaan terluka pada tempat yang dia isyaratkan sebelumnya. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, “Orang ini jujur kepada Allah. Oleh karenanya, Allah memenuhi niatnya yang baik.” Lalu beliau mengafaninya dan memakamkannya. (Mushonnaf Abdurrozaq dengan sanad yang baik, 5:276)
Daging Beracun
Kaum Yahudi tidak pernah dan tidak akan berhenti dari makar buruk terhadap Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Islam karena tabiat mereka, sebagaimana digambarkan oleh Allah dalam Alquran:
Mereka mengingkari ayat-ayat Allah dan membunuh para nabi tanpa hak.” (QS. Ali Imron: 112)
Tatkala mereka kalah dari Perang Khaibar dan beberapa kali upaya untuk membunuh Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam gagal, maka mereka bermaksud untuk membunuh beliau dengan siasat baru. Seorang wanita Yahudi berperan besar dalam makar buruk ini, yaitu memberi hadiah berupa menyuguhkan hidangan daging kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan menyisipkan racun yang banyak padanya.
Tatkala Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memakan, daging tersebut mengabari beliau bahwa ia beracun. Maka beliau memuntahkannya. Ini merupakan mukjizat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallamyang lebih mulia daripada mukjizat Nabi Sulaiman ‘alaihissalam yang memahami bahasa semut sebab ia makhluk hidup yang bernyawa memiiki mulut untuk berbicara, sedangkan sepotong daging tersebut sebagai makhluk yang mati bahkan telah matang dipanggang dengan api.
Adapun Bisri bin Baru radhiallahu ‘anhu, yang ikut makan bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, meninggal dunia karena racun tersebut. Sebab itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallammembunuh wanita ini sebagai qishosh.
Perdamaian
Setelah umat Yahudi kalah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bermaksud untuk mengusir mereka dari Khaibar. Akan tetapi mereka memohon kepada beliau agar membiarkan mereka mengurusi pertanian dengan perjanjian bagi hasil, maka Rasulullah menerima permohonan itu dengan syarat kapan saja beliau menghendaki maka beliau berhak untuk mengusir mereka. Hingga akhirnya mereka diusir oleh Umar bin Khaththab di zaman kekhalifahannya setelah beberapa kali mereka berbuat kejahatan terhadap kaum muslimin.
Pembagian Rampasan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membagi rampasan perang kepada sahabat yang ikut perang yang berjumlah 1400 orang. Namun, seusai perang ini para rombongan Muhajirin berjumlah 53 orang dari Habasyah yang dipimpin oleh Ja’far bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu datang dan bertemu Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam di Khaibar. Beliau sangat gembira dengan kedatangan mereka. Beliau merangkul Ja’far radhiallahu ‘anhu serta menciumnya seraya bersabda, “Aku tidak mengetahui apakah aku bergembira karena menang dari Khaibar ataukah karena kedatangan rombongan Ja’far.” (Shahih Abu Dawud: 5220)
Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi mereka bagian dari rampasan perang. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga memberi bagian kepada Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu dan beberapa orang dari suku Daus yang baru datang dalam keadaan Islam. Semua ini beliau lakukan dengan izin dan keikhlasan dari sahabat yang ikut Perang Khaibar dan karena mereka ini terhalang oleh udzur, jika tidak maka pasti mereka akan ikut berperang.
Bahaya Ghulul
Ghulul adalah mengambil rampasan perang sebelum dibagi. Mid’am, seorang pelayan Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam, meninggal dunia akibat terkena panah. Maka sahabat mengatakan, “Alangkah nikmat, baginya surga.” Namun, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak, demi Allah, sesungguhnya pakaian yang diambilnya dari rampasan Khaibar sebelum dibagi menjadi bahan bakar api neraka.” Mendengar ini, ada seseorang yang datang mengaku, “Ini satu atau dua tali sandal aku peroleh sendiri.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Itu termasuk neraka.” (Bukhari dan Muslim)
Yahudi Fadak
Tatkala Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengauasai dan mengalahkan Khaibar maka Allah menanamkan rasa takut ke dalam hati orang-orang Yahudi di Fadak –sebelah utara Khaibar-, mereka segera mengirim utusan kepada Rasulullah untuk perjanjian damai dengan menyerahkan separuh bumi Fadak kepadanya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menerima tawaran tersebut dan beliau khususkan untuk dirinya sebab ia termasuk rampasan perang (fai) yang diperoleh tanpa perang (pertempuran).
Juga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerangi Yahudi di Wadi Quro hingga mereka menyerah dan kalah. Mengetahui hal ini, Yahudi Taima’ juga segera berdamai dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan membayar jizyah (upeti, red.)
Pelajaran
  1. Dalam peperangan Khaibar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengharamkan makan daging keledai piaraan.
  2. Tampak mukjizat kenabian seperti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam meludahi mata Aliradhiallahu ‘anhu lalu sembuh, daging yang mengabari beliau bahwa ia mengandung racun, Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam meniup tiga kali pada bekas pukulan pedang yang mengenai lutut Salah bin Akwa radhiallahu ‘anhu lalu dia tidak kesakitan setelah itu.
  3. Boleh berdamai dengan Yahudi dalam waktu yang ditentukan dan boleh memerangi orang kafir pada bulan haram. Lihat Sirah Nabawiiyyah karya Dr. Mahdi Rizqulloh Ahmad: 479-492.
Sumber: Majalah Al-Furqon Edisi 1 Tahun Kesebelas 1432 H