Tulisan Berjalan

NIKMATILAH PEKERJAANMU NISCAYA KAMU AKAN MENEMUKAN KEBAHAGIAAN YG TERPENDAM

Rabu, 20 Juni 2018

Ahli Kubur Juga Butuh THR




Oleh: Luluatul Mabruroh*
الدعاء للأموات بمنزلة الهدايا للأحياء
“Do’a bagi orang-orang yang mati itu kedudukannya seperti hadiah”
(Imam Ghazali dalam Ihya’ Ulumuddin juz 2 halaman 184)
Tidak hanya muslim di dunia yang masih hidup yang menginginkan Tunjangan Hari Raya (THR) di hari yang fitri. Akan tetapi ahli kubur pun berharap hal yang sama. Oleh sebab itu, terhadap semua yang hidup di bunia senantiasa mengingat dan mengirimkan hadiah bagi mereka yang sudah berada di alam barzak. Hadis-hadis shohih tidak didapati mengenai keadaan alam barzakh di bulan Ramadan maupun di bulan syawal, akan tetapi pada bulan tersebut banyak kesempatan dan peluang bagi yang masih hidup di dunia untuk membantu ahli kubur meringankan dosa-dosa dan siksaan mereka di alam barzak. Hal itu dapat dilakukan dengan cara mendoakan dan menziarahi kuburan mereka. Tersebut dalam hadis bahwa salah satu amal orang mukmin yang tidak pernah putus hingga liang lahat adalah doa anak-anak yang salih.
Iklan Tebuireng Online
Dalam tradisi ahlussunnah wal jamaah ziarah kubur dan tawassul merupakan hal yang diperbolehkan dan dianjurkan. Ulama bersepakat bahwa membaca Al Quran  di atas kuburan mayit hukumnya tidak haram dan  pelakunya tidak berdosa. Mereka secara eksplisit berpendapat demikian, di antaranya adalah Ibn Qudamah al Maqdisi al Hanbali yang berkata, “Segala bentuk qurban (Ibadah) yang dilakukan seseorang dan diberikan pahalanya untuk seorang mayit muslim akan bermanfaat baginya, Insyaallah. Sebagian ulama berpendapat apabila Al Quran dibaca di samping mayit atau pahalanya dihadiahkan kepadanya, maka pahalanya akan didapat oleh si pembaca, si mayit seolah-olah menghadiri pembacaan tersebut sehingga diharapkan ia mendapatkan rahmat darinya. Kami sependapat dengan hukum yang kami sebutkan ini. Dan ini adalah ijma’ kaum muslimin. Karena setiap waktu dan tempat mereka berkumpul, membaca Al Quran, dan menghadiahkannya kepada keluarga mereka yang telah wafat tanpa ada yang mengingkari”.
Syaikh Usmani juga mengutip ijma’ ulama mengenai hal tersebut melalui pernyataannya, “Ulama sepakat bahwa istighfar, do’a, shadaqah, haji dan memerdekan budak bermanfaat kepada mayit. Pahalanya pun sampai kepadanya. Membaca Al Quran di samping kuburan pun disunahkan”.
Adapun menghadiahkan pahala kepada mayit, apakah sampai atau tidak, mayoritas ulama berpendapat bahwa pahalanya sampai kepada mayit. Ulama madzhab Syafi’i berpendapat sampainya pahala tersebut seperti halnya berdoa untuknya, seperti berdoa, “ Ya Allah jadikanlah pahala bacaanku ini untuk si Fulan,” bukan menghadiahkan hakikat amal kepadanya. Perbedaan keduanya sangat tipis, masalah ini tidak patut diperdebatkan. Oleh sebab itu, mari kita berlomba-lomba untuk menghadiahkan pahala dzikir dan Al-Qur’an kepada orang-orang yang kita cintai di alam barzakh agar di hari nan fitri dan momen bulan Syawal ini mendapatkan rahmat dan ampunan Allah SWT.
Wallahu A’lam.

*Mahasiswi Unhasy dan santri di Pesantren Putri Walisongo Cukir

Minggu, 17 Juni 2018

Hukum Foto ‘Prewedding’ dalam Islam


3370
Sumber gambar: http://dwcorp.blogspot.com/2015/03/hukum-membuat-foto-pre-wedding-menurut.html
Oleh: Silmi Adawiya*
Menikah  adalah menyatukan dua cinta dalam satu ikatan janji suci. Acara pernikahan banyak dinanti oleh setiap pasangan guna melanjutkan hubungan pada jenjang yang lebih serius. Oleh karena itu, calon pengantin sibuk mempersiapkan beberapa hal  guna memeriahkan acaranya. Salah satunya dengan foto prewedding (prewed) yang bisa ditampilkan dikartu undangan, di ruang foto booth acara atau dipajang di pintu masuk gedung acara.
Lantas, benarkah kebiasaan anak muda jaman now tersebut? Sedikit kita menelaah fenomena tersebut dalam kajian Islam. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa sebelum akad nikah terucap, calon mempelai pria adalah belum halal untuk mempelai wanita. Layaknya hukum haramnya pria memeluk wanita yang nonmahram.
Begitu pula dengan foto prewed yang biasa melakukan pose layaknya suami istri yang sudah menikah sekian lama. Foto tersebut tidak diperbolehkan karena statusnya belum sah. Sehingga berdua-duaan, saling berhias, dan bersentuhan yang berlebihan masih belum diperbolehkan, kita tahu bahwa segala perantara yang mendekati zina itu dilarang oleh Allah. Tersurat dalam QS: Al-‘Isra ayat 32:
وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا ۖ إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا

“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.”
Meskipun dalam proses foto prewed tersebut calon mempelai wanita menggunakan hijab, namun tetaplah Islam tidak memperbolehkan ikhtilat, yaitu bercampurnya laki-laki dan perempuan dengan tujuan tertentu tanpa adanya batas yang memisahkan mereka. Dari ‘Umar bin Al-Khattab, ia berkhutbah di hadapan muslim di Jabiyah, lalu ia membawakan hadits nabi berikut:
لاَ يَخْلُوَنَّ أَحَدُكُمْ بِامْرَأَةٍ فَإِنَّ الشَّيْطَانَ ثَالِثُهُمَا وَمَنْ سَرَّتْهُ حَسَنَتُهُ وَسَاءَتْهُ سَيِّئَتُهُ فَهُوَ مُؤْمِنٌ
“Janganlah salah seorang di antara kalian berduaan dengan seorang wanita (yang bukan mahramnya) karena setan adalah orang ketiganya, maka barangsiapa yang bangga dengan kebaikannya dan sedih dengan keburukannya maka dia adalah seorang yang mukmin.”
Pose yang diarahkan dalam proses prewed kebanyakan menunjukkan keromantisan sebuah pasangan. Jarak yang minim antar keduanya membuat kulit bersentuhan dengan sangat sengaja. Bahkan sebagian menganggapnya hal yang biasa jika menggunakan pose layaknya suami istri, karena mereka akan segera menikah. Iya mereka akan menikah, bukan telah menikah. Sehingga hukum suami istri akan halal jika ia sudah menikah. Bukan akan menikah.
Ancaman yang cukup berat dalam hadits sebagai berikut:
لأَنْ يُطْعَنَ فِي رَأْسِ رَجُلٍ بِمِخْيَطٍ مِنْ حَدِيدٍ خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَمَسَّ امْرَأَةً لا تَحِلُّ لَهُ
“Ditusuknya kepala seseorang dengan pasak dari besi, sungguh lebih baik baginya daripada menyentuh wanita yang bukan mahramnya.”
Quraish Shihab sedikit memaparkan pembelajaran perihal ini dalam tayangan “tafsir Al-Misbah” di Metro TV. Menurutnya walaupun seseorang tersebut akan menikah, seyogyanya mereka harus memperhatikan aturan dalam Islam. Terlebih bagi sang fotografer seharusnya tidak mengarahkan pada pose saling peluk memeluk, mungkin bisa megarahkan hanya duduk-duduk yang disaksikan orang lain. Dengan begitu, mereka lebih menjaga dan tidak menyalahi aturan.
Sekali lagi Quraish Shihab menekankan, bahwa yang menjadi persoalan bukan pada foto prewednya. Melainkan, pose kedua insan, yang statusnya di mata agama masih belum resmi menjadi suami istri. Sehingga, dua insan berlainan jenis tetap harus menjaga diri.
Senada dengan penelitian yang dilakukan oleh Irfan Helmi di Cilandak Jakarta. Bahwa hakikatnya pemotretan prewedding yang banyak dilakukan oleh seorang fotografer adalah haram. Hal itu disebabkan dalam pemotretannya selalu menggambarkan perilaku khalwat, ikhtilat, dan seringnya kasyful aurat. Adapun faktor yang paling puncak yang menyebabkan banyaknya calon pengantin mendatangi fotografer untuk pemotretan adalah tren.
Namun, yang perlu digarisbawahi, pemotretan prewedding boleh dilakukan jika pasangan tersebut sudah melakukan akad, alias sah secara agama dan negara. Kemungkinan mereka hanya menunggu waktu seremonial resepsi saja. Kalau dalam kasus ini, maka boleh dan tidak diharamkan, asalkan keduanya memperhatikan aurat yang batasnya sudah digariskan syariat.
Jadi buat anda yang ingin mencantumkan foto pra resepsi, sebaiknya melangsungkan akad dulu agar sah dan resmi suami istri. Semoga para calon suami dan istri yang akan melangsungkan pernikahan dijadikan Allah keluarga yang sakinah mawaddah wa rahmah. Amin.

*Alumnus Unhasy Tebuireng dan PP. Walsongo Cukir Diwek Jombang, kini menempuh S2 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.