Tulisan Berjalan

SUKSES KOMUNITAS MAJU JOS, AKHIRNYA BIMBINGAN DIGITAL MARKETING SECARA GRATIS TANPA BATAS TELAH MEMBERI MANFAAT BESAR

Kamis, 14 Juni 2012

Ibadah Haji pun Perlu Ramah Lingkungan


Jakarta-Ibadah haji memang mulia dan diwajibkan bagi pemeluk agama Islam. Namun, di sisi ibadah haji juga menyumbang emisi gas rumah kaca. 


Hal tersebut terungkap dalam acara peluncuran Buku Petunjuk Haji Ramah Lingkungan, terjemahan dari buku berbahasa Inggris The Green Guide for Hajj and Islam and Water karya Dr. Husna Ahmad OBE, pakar lingkungan dari London University.

Buku versi Bahasa Indonesia diterbitkan atas kerja sama Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Universitas Nasional dan Alliance of Religion and Conservation (ARC). Buku diluncurkan di kampus Universitas Nasional, Jakarta, pada Kamis (14/6/2012).
Dalam diskusi, Armi Susandi dari Dewan Nasional Perubahan Iklim mengatakan, “Paling tidak emisi dari transportasi. Jumlah emisi yang dihasilkan mencapai 2.800 ton untuk sekali musim perjalanan haji. Itu minimum.” Armi mengatakan bahwa emisi gas rumah kaca akibat perjalanan memang tidak bisa dielakkan. Namun, emisi yang dihasilkan bisa dikompensasikan.

“Sebenarnya ada carbon tax. Tapi sekarang kita bisa memulai dan kita koordinir sendiri. Haji membayar carbon footprint. Ini bisa digunakan untuk mengurangi kegiatan yang bisa mengurangi emisi, seperti pembangunan pembangkit tenaga listrik, hutan, dan lainnya,” papar Armi. Dengan cara tersebut, jamaah haji akan membayar lebih mahal. Namun, kata Armi, ibadah haji nantinya tidak cuma berfungsi secara keagamaan, tapi juga lingkungan.

Dalam kesempatan yang sama, Hayu Prabowo dari Lembaga Pemuliaan Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengungkapkan bahwa upaya melaksanakan haji yang lebih “hijau” akan menyempurnakan ibadah haji itu sendiri. Hayu mengungkapkan, selama ini ibadah haji dinilai belum cukup hijau karena juga menghasilkan sampah dalam jumlah besar.
“Sampah yang dihasilkan bisa sebanyak 1,5 kg per orang per hari, 4.500 ton per hari saat ibadah haji tahun 1426 H. Belum lagi limbah-limbah dari hewan kurban,” kata Hayu. Menurut Hayu, jumlah sampah ini bisa diminimalkan.(kompas.com)

Imam Malik dan Narkoba




REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Prof Dr KH Achmad Satori Ismail
Dalam Syariat Islam, pengharaman miras dan narkoba melebihi pengharaman makanan, seperti daging babi dan bangkai. Setiap Muslim sudah tahu bahwa segala yang memabukkan termasuk dosa besar, tetapi mayoritas umat belum tahu bahwa mengonsumsi miras atau narkoba bukan sekadar dosa besar dan dilaknat penggunanya. Tapi, narkoba lebih bahaya dari sekadar dosa besar.

Pertama, narkoba disebut sebagai induk kejahatan. Betapa banyak orang yang kecanduan narkoba kemudian melakukan pencurain, perampokan, menjual diri, dan melakukan dosa-dosa lainnya. Rasulullah SAW bersabda, “Jauhilah induk segala kejahatan (khamr).” (HR an-Nasa’i).

Kedua, Allah melaknat 10 kelompok manusia berkaitan dengan miras dan narkoba: yang memproduksi, orang minta diproduksi, pengonsumsinya, pengantarnya, yang minta diantarkannya, yang menyiapkannya, penjualnya, pemakan hasilnya, pembelinya, dan yang dibelikannya. (HR al-Baihaqi).

Ketiga, sanksi mengonsumsi miras atau narkoba berbeda dengan mengonsumsi barang haram lainnya. Pemakai narkoba dalam syariat Islam harus dicambuk 80 kali. (Lihat Jami’ul ahadits, bab musnad Umar Ibnul Khattab. Juz 25 hlm 425).

Keempat, hadis yang mengungkapkan bahwa setiap yang memabukkan adalah khamr (miras, narkoba, dan sejenisnya) dan setiap yang memabukkan adalah haram (HR Muslim) menunjukkan bahwa keharaman narkoba karena bisa merusak akal. “Segala yang memabukkan, banyak atau sedikitnya tetap haram. (HR al-Baihaqi dan an-Nasa’i).

Dalam hal miras dan narkoba ini, Imam Malik bin Anas memiliki pendapat khas karena sikap preventif. Dia mengatakan bahwa semua yang memabukkan najis bendanya sama dengan najisnya kotoran manusia atau air seni.

Menurut ulama, khamr tidak najis bendanya tapi haram dikonsumsi. Sebagian ahli fikih Mazhab Maliki berpendapat bahwa Imam Malik melihat pada maqashidu as syar’i (tujuan syariat) dalam masalah miras seirama dengan tujuan syariat yang ingin melindungi akal.

Di antara pendapat Imam Malik dalam hal miras adalah: Pertama, semua yang memabukkan tidak boleh dikonsumsi walaupun dalam kondisi darurat. Kedua, dalam kitab Mudawwanah juz X hlm 365, Imam malik mengatakan, seorang Nasrani harus dicambuk kalau menjual khamr kepada Muslim jika tahu pembelinya adalah Muslim.

Bahkan, sebagian ulama melarang umat Islam untuk berbelanja di toko yang menjual miras dan zat yang memabukkan lainnya atas dasar dua alasan. Pertama, berbelanja di toko yang menjual miras termasuk dukungan material dam moral kepada penjual miras. (QS al-Maidah [5]: 2).

Kedua, keluar masuknya umat Islam ke warung yang menjual miras akan kelihatan oleh umat Islam secara umum sehingga mencerminkan teloransi terhadap miras, penjualnya, pembelinya, dan pengedarnya. Pendapat ini merupakan sikap hati-hati agar jangan sampai terjerumus pada yang haram.
“Barang siapa yang menjauhi syubhat (samar) bersihlah kehormatan dan agamanya dan barang siapa yang jatuh dalam syubhat berarti terjerumus dalam yang haram.” (HR Bukhari, Muslim dan lainnya). Wallahu a’lam

Selasa, 12 Juni 2012

WASPADALAH…Inilah Yayasan-Yayasan Agama Syiah Yang Ada di Indonesia



Agama Sesat Syi’ah –Hadahumullah- tidak henti-hentinya mengincar mangsa di negeri kita. Melalui berbagai cara, mereka berusaha mendekatkan diri mereka kepada kaum muslimin untuk dengan misi penyebaran agama Sesat Syi’ah di Indonesia. Salah satunya dengan mendirikan berbagai yayasan “keislaman” untuk melancarkan makar Iblis mereka. Maka, berhati-hatilah wahai kaum muslimin terhadap yayasan-yayasan Agama Syi’ah yang akan mengancam aqidah kita dan keturunan kita…
Berikut ini kami bawakan daftar nama dan alamat yayasan Syi’ah di Indonesia (Semoga Allah memberi hidayah Sunnah kepada orang-orang Syi’ah). Maksud kami menampilkan daftar yayasan Agama Syi’ah disini dengan tujuan agar kaum muslimin dapat berhati-hati terhadap makar dan propaganda sesat Syi’ah. Dan salah satu pusat penyebaran Agama Syi’ah di Indonesia adalah kota Bandung bersama yayasan Muthoharinya dengan dedengkotnya seorang Syi’ah Rofidhoh DR. Jalaluddin Rahmat (biasa dipanggil dengan Kang Jalal – salah seorang dosen universitas ternama di kota Bandung). Semoga Allah segera membuka kedok orang ini yang sesungguhnya!!! Maka, berhati-hatilah wahai Umat Islam dari makar Syi’ah –  Syiah adalah agama buatan orang yahudi yang bernama abdullah bin saba,
DAFTAR YAYASAN AGAMA SYI’AH DI NUSANTARA
Yayasan Fatimah
JL. Batu Ampar III No.14 Condet Jakarta Timur, 13520
Tazkia Sejati Patra Kuningan IX No.6 Kuningan Jakarta Selatan
Yayasan Al Mahdi Jakarta Utara
Yayasan Al Muntazar Komp Taman Kota Blok E7/43 Kembangan Utara, Jakarta Barat
Yayasan Madina Ilmu Sawangan, Parung, Depok
Shaf Muslimin Indonesia Cawang
IPABI Bogor Yayasan Insan Cita Prakarsa Jl Lontar 4 No.9 Menteng Atas Jaksel
Islamic Center Jakarta Al Huda Jl Tebet Barat II No 8, Tebet, Jaksel, Indonesia 12810
Yayasan Asshodiq Jl Penggilingan No 16 A, RT01/07 Jakarta Timur
Pengajian Ummu Abiha (HJ Andriyanti) Jl Pondok Hijau VI No.26 Pondok Indah Jakarta Selatan 12310
Pengajian Al Bathul (Farida Assegaf) Jl Clilitan Kecil, Jaksel
Yayasan Babul Ilmi Jl Taman Karmila, Blok F3/15 Jatiwaringin Asri, Pondok Gede
Pengajian Haurah Jl Kampus I Sawangan Depok
MPII Jl Condet Raya 14 condet Jaktim 13520
FAHMI (Forum Alumni HMI) Depok Jl. Fatimah 323 Depok
Yayasan Azzahra Jl. Dewi Sartika Gg.Hj.M.Zen No 17, RT.007/05, Cawang 3, Jakarta Timur
Yaysan Al Jawad Gegerkalong Girang, No 92 Bandung 40015
Yayasan Muttahhari Jl Kampus II No 32 Kebaktian Kiaracondong 40282
Majlis Taklim Al Idrus Rt 04/01 Cipaisan, Purwakarta
Yayasan Fatimah Jl Kartini Raya No 11/13, Cirebon 45123
Yayasan Al Kadzim
Yayasan Al Baro’ah Gg Lenggang IV-66 Blok H, Bumi Resik Panglayungan, Tasikmalaya 46134 Jabar
Yayasan 10 Muharrom JL Chincona 7 Pangalengan Bandung
Majlis Ta’lim Annur Jl Otista No 21 Tangerang Jabar
Yayasan As Shodiq Jl Plesiran 44 Bandung 40132
IPABI PO BOX 509 Bogor Jabar
Yayasan As Salam Jl Raya Maja Utama 25 Majalengka Jabar
YAYASAN Al Mukarromah Jl Cimuncang No 79 Bandung Jabar Jl Kebun Gedang 80 Bandung 40274 Jabar
MT Al Jawad Jl Raya Timur No 321 Singaparna Tasikmalaya Jabar
Yayasan al Mujtaba Jl Walangi No 82 Kaum Purwakarta Jabar
Yayasan Saifik Jl Setiabudi Blok 110 No 11A/166 D Bandung, Jawa Barat
Yayasan Al Ishlah DRS Ahmad M.Ag
Jl Pasar Kramat No 242 Ps Minggu Cirebon, Jabar Yayasan Al-Aqilah Jl. Eksekusi EV No. 8 Komp. Pengayoman, Tangerang 15118
Banten – Indonesia
Yayasan Dar Taqrib Jl KH Yasin 31A PO BOX 218 Jepara Jawa Tengah
Al Hadi Pekalongan 51123 , PO BOX 88,
Yayasan Al Amin Giri Mukti Timur II/1003/20, Semarang Jawa Tengah
Yayasan Al Khoirat Jl Pramuka 45, RT 05/06 Bangsri Jepara Demak Jateng Desa Prampelan, Rt 02/04 No 50 Kec Sayung, Jateng
Yayasan Al Wahdah Metrodanan, 1/1 no 81 Ps Kliwon, Solo Jateng
Yayasan Rausan Fikr (Safwan) Jl Kaliurang Km 6, Gg Pandega Reksa No 1B Yogyakarta
Yayasan Al Mawaddah Jl Baru I Panaruban, Rt 02/03 Weleri, Kendal Jateng
Yayasan Al Mujtaba (BP Arman) Jl Pasar I/59, Wonosobo Jateng
Yayasan Safinatunnajah Jl Pahlawan, Wiropati 261, Desa Pancur wening Wonosobo Jateng
Yayasan Al Mahdi Jl. Jambu No.10, Balung, Jember Jawa Timur 68161
Majlis T’lim Al Alawi Jl Cokroaminoto III/254, Probolinggo Jawa Timur
Yayasan Al Muhibbiin Jl. Kh Hasan No.8, Probolinggo, Jawa Timur
Yayasan Attaqi Kedai Hijau, Jl. RA Kartini No.7 Pandaan Pasuruan Jatim
Yayasan Azzhra Sidomulyo II No 38, Bululawang Malang Jawa Timur
Yayasan Ja’far Asshodiq Jl KH Asy’ari II/1003/20 Bondowoso Jawa Timur 68217
Yayasan Al Yasin Jl. Wonokusumo Kulon GG 1/No.2 Surabaya
Yayasan Itrah PO BOX 2112, Jember Jawa Timur
Yapisma Jl. Pulusari I/30, Blimbing, Malang Jawa Timur
Yayasan Al Hujjah Jalan Sriwijaya XXX/5 Jember Jawa Timur
Yayasan Al Kautsar Jl.Arif Margono 23 A, Malang Jawa Timur
YAPI Jl Pandaan Bangil, Kenep Beji, Pasuruan Jatim
Yayasan AL Hasyim Jl Menur III/25A Surabaya
Yayasan Al Qoim Jl Sermah Abdurrahman No 43, Probolinggo Jawa Timur
FAJAR
Al-Iffah Jl. Trunojoyo IX / 17 Jember
Yayasan BabIlm Jl. KH. Wahid Hasyim 55 Jember 68137. Jawa – Timur Telpon : 0331-483147 PO. BOX : 232
Yayasan al-Kisa’ Jl. Taeuku Umar Gg. Sesapi No. 1 Denpasar Bali
Al-Hasyimi Toko al-Kaf Nawir Jl. Selaparang 86 Cakranegara Lombok
Yayasan Al Islah Kopm Panakkukang Mas II Bloc C1/1 Makasar 90324
Yayasan Paradigma Jl Sultan Alaudin no 4/lr 6
Yayasan Fikratul Hikmah Jl Sukaria I No 4 Makasar 90222
Yayasan Sadra Makasar
Yayasan Pinisi JL Pontiku, Makassar, Sulsel
Yayasan LSII JL Veteran Selatan, Lorong 40 No 60 Makasar
Yayasan Lentera Jl. Inspeksi Pam No. 15 Makassar
Yayasan Nurtsaqolain Jl Jendral Sudirman No 36A Palopo Sulsel Belakang Hotel Buana
Yas Shibtain Jl Rumah Sakit no 7 Tanjung Pinang Kep Riau
Yayasan Al Hakim Pusat Perbelanjaan Prinsewu, Bolk B Lt2, Lampung Selatan 35373
Yayasan Pintu Ilmu Jl Kenten Permai, Ruko Kentan Permai No.7 Palembang 30114
Yayasan Al Bayan Jl Dr. M. Isa 132/795 Rt 22/8 Ilir Palembang
Yayasan Ulul Albab Jl Air Bersih 24 D Kutabelang Loksumawe Aceh
Yayasan Amali Jl. Rajawali. Komp. Rajawali I No. 7 Medan 20122
Kumail Jl. Punai 2 No. 26 Kuto Batu Palembang
Yayasan Al Muntadzar Jl Al Kahoi II no 80, Samarinda Kalimantan Selatan
Yayasan Arridho Jl A Yani KM 6-7 No 59 Banjarmasin Kalimantan Selatan
Us Ali Ridho Alatas Jl. Sungai Ampal No.10 Rt43/15 Sumberjo, Balikpapan, Kalimantan Timur
Madrasah Nurul Iman Selat Segawin, remu Selatan No 2 Sorong Irian Jaya
Sumber: Yayasan Fatimah (yayasan syiah)
Sumber: http://moslemsunnah.wordpress.com/2009/04/22/awas%E2%80%A6-yayasan-agama-syi%E2%80%99ah-di-sekitar-anda-penting/

Ensiklopedi Hukum Islam: At-Tabanni (Adopsi)



Ensiklopedi Hukum Islam: At-Tabanni (Adopsi)
 
Adopsi (ilustrasi).
REPUBLIKA.CO.ID, At-Tabanni atau adopsi adalah pengangkatan anak orang lain sebagai anak sendiri. Anak adopsi disebut "anak angkat". Istilah adopsi dijumpai dalam lapangan hukum keperdataan, khususnya dalam lapangan hukum keluarga.

Adopsi atau pengangkatan anak sudah dikenal dan berkembang sebelum kerasulan Nabi Muhammad SAW.

Mahmud Syaltut, Ahli Fikih Kontemporer dari Mesir, menjelaskan bahwa tradisi pengangkatan anak sebenarnya jauh sebelum Islam datang telah dikenal oleh manusia, seperti pada bangsa Yunani, Romawi, India dan berbagai bangsa pada zaman kuno. Di kalangan bangsa Arab sebelum Islam (masa jahiliyah), istilah ini dikenal dengan at-tabanni dan sudah ditradisikan secara turun-temurun.

Imam Al-Qurthubi, Ahli Tafsir Klasik, menyatakan sebelum kenabian, Rasulullah SAW sendiri pernah mengangkat Zaid bin Haritsah menjadi anaknya. Bahkan tidak lagi memanggil Zaid berdasarkan nama ayahnya (Haritsah), tetapi diubah oleh beliau menjadi Zaid bin Muhammad.

Pengangkatan Zaid sebagai anaknya ini diumumkan oleh Rasulullah SAW di depan kaum Quraiys. Nabi SAW juga menyatakan bahwa dirinya dan Zaid saling mewarisi. Zaid kemudian dikawinkan dengan Zainab binti Jahsy, putri Aminah binti Abdul Muthalib, bibi Nabi SAW. Oleh karenanya, Nabi SAW telah menganggapnya sebagai anak, maka para sahabat pun kemudian memanggilnya dengan Zaid bin Muhammad.

Setelah Nabi Muhammad SAW diangkat menjadi Rasul, turunlah Surat Al-Ahzab ayat 4-5, yang salah satu intinya melarang pengangkatan anak dengan akibat hukum seperti di atas (saling mewarisi) dan memanggilnya sebagai anak kandung. Menurut Qurthubi, kisah di atas menjadi latar belakang turunnya ayat tersebut.

Ulama fikih sepakat menyatakan bahwa hukum Islam tidak mengakui lembaga anak angkat yang mempunyai akibat hukum seperti yang pernah dipraktikkan masyarakat jahiliyah; dalam arti terlepasnya ia dari hukum kekerabatan orang tua kandungnya dan masuknya ia ke dalam hukum kekerabatan orang tua angkatnya.

Hukum Islam hanya mengakui, bahkan menganjurkan, pengangkatan anak dalam arti pemungutan dan pemeliharaan anak (anak pungut dan anak asuh). Dalam hal ini status kekerabatannya tetap berada di luar lingkungan keluarga orang tua angkatnya dan dengan sendirinya tidak mempunyai akibat hukum apa-apa. Ia tetap anak dan kerabat dari orang tua kandungnya, berikut segala akibat-akibat hukumnya.

Ensiklopedi Hukum Islam: Ahlul Bait



Ensiklopedi Hukum Islam: Ahlul Bait
 




REPUBLIKA.CO.ID, Ahl artinya famili, keluarga, dan penghuni. Bait artinya rumah. Ahlul Bait adalah anggota keluarga Nabi Muhammad SAW.

Secara harfiah Ahlul Bait berarti anggota keluarga, famili, kerabat, atau penghuni sebuah rumah. Bagi masyarakat Arab pra-Islam, kata ini digunakan untuk sebuah keluarga dari suatu suku.

Dalam Alquran ditemukan tiga kali ungkapan Ahlul Bait. Petama, dalam surat Hud ayat 73 yang membicarakan kisah Nabi Ibrahim AS. Kedua, dalam surat Qasash ayat 12 yang membicarakan kisah Nabi Musa AS. Ketiga, dalam surat Al-Ahzab ayat 33 yang berbicara tentang ketentuan terhadap istri-istri Nabi Muhammad SAW.

Terjadi perbedaan pendapat dalam menentukan siapa yang termasuk Ahlul Bait. Aliran salaf berpendapat bahwa yang termasuk Ahlul Bait adalah Nabi SAW, Ali bin Abi Thalib, Fatimah Az-Zahra, Hasan, Husein, dan istri-istri Nabi SAW.

Pendapat ini berdasarkan kepaa hadits dari Ummu Salamah—salah seorang istri Nabi SAW—yang diriwayatkan oleh Imam At-Tirmidzi, Ibnu Jarir, Ibnu Mundzir, Al-Hakim, Ibnu Mardawaih, dan Al-Baihaqi.

Dalam riwayat ini dikatakan bahwa ayat Ahlul Bait (QS. Al-Ahzab: 33) turun di rumah Ummu Salamah. Ketika itu di dalam rumah ada Ummu Salamah, Fatimah Az-Zahra, Ali bin Abi Thalib, Hasan dan Husein. Lalu Rasulullah memuliakan mereka dengan pakaian yang ada padanya sambil berkata, "Mereka adalah Ahlul Baitku."

Dalam hadits dari Ummu Salamah yang lain dikatakan bahwa ketika turun ayat 33 dari surat Al-Ahzab tersebut, di rumahnya ada tujuh orang, yaitu Jibril, Mikail, Ali bin Abi Thalib, Fatimah Az-Zahra, Hasan, Husein, dan Ummu Salamah sendiri.

Lalu Ummu Salamah bertanya, "Apakah aku tidak termasuk Ahlul Bait?" Nabi SAW menjawab, "Engkau adalah orang yang baik dan engkau adalah istriku."

Jawaban Rasulullah SAW ini menunjukkan bahwa istrinya tidak termasuk Ahlul Bait. Bagi golongan salaf, hadits Ummu Salamah yang kedua ini tidak berarti mengeluarkan istri-istri Nabi SAW dari Ahlul Bait, karena ketika Ummu Salamah bertanya tentang statusnya, Nabi SAW menjawab, "Engkau adalah orang yang baik dan istriku."

Banyak sekali riwayat yang menyatakan tentang keistimewaan keluarga Nabi SAW, dan keistimewaan yang diberikan itu pun bermacam-acam. Namun, hadits-hadist tersebut tidak menyebutkan keistimewaan Ahlul Bait dalam pengertian yang sangat luas seperti dikemukakan terdahulu. Hadits-hadits tersebut hanya membatasi Ahlul Bait pada individu tertentu, terutama Ali bin Abi Thalib, Fatimah Az-Zahra, Hasan, dan Husein.

Rasulullah mengatakan Ahlul Bait itu merupakan suatu peninggalan yang sangat berharga, sehingga menyebut Ahlul Bait disejajarkan dengan menyebut Kitabullah, dan umat Islam bahkan disuruh berpegang teguh kepada keduanya (HR. Muslim). Ahlul Bait dan Kitabullah ini diistilahkan oleh Nabi SAW dengan Ats-Tsaqalain (dua yang berat) dan haditsnya disebut dengan hadits Ats-Tsaqalain.

Ensiklopedi Hukum Islam: Antara Akal dan Nash



 
Ensiklopedi Hukum Islam: Antara Akal dan Nash




REPUBLIKA.CO.ID, Para Ulama dan para ahli usul fikih berbeda pendapat ketika terjadi pertentangan antara akal dan hadis ahad (hadis yang diriwayatkan oleh satu orang perawi). Apakah diutamakan akal atau hadis ahad?

lmam Abu Hanifah dan para pengikutnya dikenal dengan ahlur ra’yi, dalam arti lebih banyak menggunakan akal dalam berijtihad dan memberikan persyaratan yang ketat untuk menerima hadis ahad sebagai sumber hukum Islam.

Namun kalangan ini tetap berpegang pada Alquran dan sunah, walaupun dalam berijtihad mereka banyak menggunakan akal. Dalam buku-buku fikih kalangan Mazhab Hanafi, masih banyak ditemukan hadis-hadis ahad yang menurut ahlul hadis tidak bisa dipakai.

Pendapat serupa juga berkembang di kalangan teolog, seperti kaum Khawarij dan Muktazilah. Kedua aliran ini bahkan mengabaikan keberadaan hadis ahad dengan alasan Surah Al-Israa’ ayat 36 yang menyatakan bahwa tidak boleh menyandarkan pendapat pada sesuatu yang tidak ada ilmunya (bertentangan dengan akal.

Muhammad Abduh, seorang ahli tafsir dan ahli hukun asal Mesir juga mengutamakan akal dalam berijtihad dibanding hadis ahad.

Pendapat yang lebih keras dikemukakan oleh Najmuddin At-Tufi (ahli fikih Mazhab Hanbali). Menurutnya, jika terdapat perbedaan antara akal dan nash seperti yang terdapat dalam Alquran dan sunah maupun ijmak, maka akal harus diutamakan dari nash.

Alasannya, karena akal merupakan yang lebih tinggi daripada nash dan ijmak dalam merumuskan hukum. Ia mendasarkan pemikirannya pada hadist "La dharar wala dhirar" (dalam Islam tidak boleh merusak yang lain dan tidak boleh dirusak oleh yang lain).” (HR. Al-Hakim dari Abu Sufyan Al-Khudri).

Di sini ia mengedepankan unsur maslahat sebagai tujuan yang utama dalam syarak, bukan kemudaratan. Seluruh hukum yang dikandung Alquran dan sunah bertujuan untuk kemaslahatan manusia. Kemaslahatan manusia bisa dicapai melalui akal. Oleh sebab itu, manusia dengan akalnya lebih mengetahui mana yang lebih bermanfaat dan mana yang tidak.

Jumhur ulama fikih menentang pendapat At-Tufi ini, sebab dalam pengertian agama, pembuat hukum (syar'i) adalah Allah SWT dan Rasul-Nya. Semua yang disampaikan oleh Allah SWT dalam Alquran maupun yang dijelaskan oleh Rasulullah SAW melalui sabdanya mengandung nilai kemaslahatan bagi hamba-Nya.

Manusia dengan potensi akal yang diberikan oleh Allah SWT harus menemukan nilai kemaslahatan tersebut dengan cara berijtihad. Di samping itu, Rasulullah SAW tidak berbicara menurut hawa nafsunya, melainkan berdasarkan pada wahyu yang diturunkan oleh Allah SWT kepadanya (QS. 53:34).

Demikian juga tentang hadis ahad, Imam Malik dan lmam Ahmad bin Hanbal sangat berpegang pada hadis ahad, karena bermanfaat bagi ilmu pengetahuan dan dapat dijadikan dasar untuk beramal.

Oleh karena itu, jumhur ulama mengatakan bahwa tidak mungkin mendahulukan akal dari nash. Pendapat akal dapat diterima oleh syarak selama tidak bertentangan dengan Alquran, sunah, maupun ijmak.

Jika unsur kemaslahatan yang merupakan produk akal tidak didukung oleh nash, baik nash yang terperinci atau dari logika sejumlah nash, kemaslahatan itu tidak dapat dibenarkan oleh syarak dan disebut dengan kemaslahatan yang ditolak (al-maslahah al-mulgah).

Senin, 11 Juni 2012

Eselon III dan IV Dihapus dari Jabatan Struktural


Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi akan menghapus  jabatan eselon tiga dan empat dalam struktur organisasi. Sebagai pilot project, Kementerian PAN&RB akan mulai memberlakukannya tahun depan.

"Tahun depan, akan kita hapus jabatan eselon tiga di Kementerian PAN&RB. Untuk eselon IV, Kementerian PAN&RB bersama-sama Kementerian BUMN dan Bappenas telah meniadakannya sejak tahun ini," kata Menpan&RB Azwar Abubakar dalam konpres di kantornya, Rabu (16/11).

Dengan penghapusan jabatan eselon III dan IV ini, konsekuensi yang harus ditempuh pemerintah adalah memberikan kenaikan tunjangan fungsional pada pegawai. Besarannya pun setara jabatan struktural.

"Jadi kalau pejabat eselon III dan IV yang menjadi tenaga fungsional akan menerima tunjangan sebesar tunjangan strukturalnya. Kenapa kita lebih memperbanyak jabatan fungsional karena kita ingin PNS lebih profesional dan ahli di bidangnya," terangnya.

Meski demikian, penghapusan jabatan eselon III dan IV hanya berlaku di lingkup dirjen maupun deputi. Untuk sekretariat, dua jabatan tersebut masih diberlakukan.

Bagaimana dengan daerah? Deputi Kelembagaan Kementerian PAN&RB Ismadi Ananda menambahkan, pemberlakuannya menunggu selesainya revisi UU Pemda. Saat ini yang menjadi sasaran utama adalah instansi pusat.
"Daerah juga nanti akan diberlakukan itu, tapi masih menunggu revisi UU Pemda selesai biar bisa disinkronkan. Selain itu perlu dibahas tentang tunjangan fungsionalnya. Kalau jumlahnya lebih sedikit, pasti banyak yang tidak mau kan. Makanya harus dikaji dulu," tandasnya.(Esy/jpnn)