Tulisan Berjalan

SUKSES KOMUNITAS MAJU JOS, AKHIRNYA BIMBINGAN DIGITAL MARKETING SECARA GRATIS TANPA BATAS TELAH MEMBERI MANFAAT BESAR

Minggu, 17 Juni 2012

Mencetak Pengusaha Muslim




Mencetak Pengusaha Muslim
  
Sampul depan buku Spiritual Entrepreneurship Quotient (SEQ).

Mayoritas penduduk Indonesia yang Muslim ternyata belum mampu menghadirkan entrepreneur (pengusaha) yang andal. Padahal, sepanjang sejarah Islam dimulai, para pengusaha telah lahir dan menorehkan tinta emasnya dalam sejarah dunia. 

Rasulullah SAW tercatat dalam sejarah sebagai seorang pengusaha. Begitu pula dengan para sahabat, seperti Abu Bakar Ash-Shiddiq, Umar bin Khathab, Utsman bin Affan, Abdurrahman bin Auf, dan sebagainya.

Kedudukan pengusaha dalam sebuah negara sangat penting. Merekalah yang menggerakkan roda perekonomian sehingga mendorong kemajuan. Tetapi, gejala yang saat ini muncul banyak pengusaha yang merasa kosong jiwanya dan kehilangan makna hidup. 

Mereka merasa hidupnya tidak bahagia walaupun semua pencapaian kesuksesan menurut ilmu pengetahuan modern telah mereka raih. Kondisi ini membuat banyak pengusaha mulai mencari makna dan tujuan hidup yang lebih tinggi (greater meaning and purpose) dengan berusaha mendalami kecerdasan spiritual dan menerapkan nilai-nilainya.

Kecerdasan spiritual adalah yang kita pakai untuk merengkuh makna, nilai, tujuan terdalam, dan motivasi tertinggi. Kecerdasan ini adalah cara untuk menggunakan makna, nilai, tujuan, dan motivasi itu dalam proses berpikir, apa saja keputusan yang kita buat dan perbuatan seperti apa yang patut kita lakukan.

Dalam buku ini, penulis menjabarkan tentang kiat-kiat menjadi pengusaha Muslim yang memiliki kecerdasan spiritual yang tinggi. Sebagai seorang pengusaha Muslim, penulis menyadari betapa pen tingnya nilai-nilai spiritual diterapkan dalam dunia usaha. 

Bahkan lebih jauh, spiritual entrepreneurship harus disandarkan pada ajaran agama sebagai wujud dari rasa tanggung jawab kita kepada Tuhan (responsibility to God). Seorang pengusaha harus menyadari dalam setiap usaha terdapat campur tangan Sang Khalik. Untuk itu, sudah seharusnya para pengusaha menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan mempraktikkannya dalam kehidupan berbisnis.

Menurut penulis, ada beberapa poin penting dalam spiritual entrepreneurship quotient (SEQ) yang harus dimiliki oleh para pengusaha. Antara lain orientasi mengejar akhirat. Seorang pengusaha Muslim harus menyadari kenikmatan tertinggi yang Allah SWT berikan di dunia hanyalah satu bagian dari nikmat-Nya. Sedangkan, sisanya, Allah tahan dan akan di berikan kepada orang-orang beriman di surga. Karena itu, seorang pengusaha Muslim harus memiliki orientasi mengejar akhirat.
Karena itu, buku ini perlu dibaca oleh mereka yang sedang merintis atau membangun usaha serta mereka yang sudah lama menekuni profesi ini. 

Hikmah Dibalik Peristiwa Isra’ Mi’raj Rasulullah SAW


Kukuh Priyatmojo, S.Kom.I
Oleh: Kukuh Priyatmojo, S.Kom.I
Kirim Print
Ilustrasi (blogspot.com/dokter-hanny)
dakwatuna.com – “Maha suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.”(QS. Al-Isra’: 1)
“Dan Sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain. (yaitu) di Sidratul Muntaha. Di dekatnya ada surga tempat tinggal. (Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratul Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya. Penglihatannya (Muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya. Sesungguhnya Dia telah melihat sebahagian tanda-tanda (kekuasaan) Tuhannya yang paling besar.”(QS. An-Najm: 13-18)
Pada suatu malam yang dingin tanggal 27 Rajab, tepatnya 10 tahun setelah Rasulullah SAW menerima wahyu kenabian, Allah SWT. memberangkatkan hamba-Nya yang terkasih-Nya dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha kemudian naik ke langit ke-7 menuju Sidratul Muntaha. Semuanya tentu tahu tentang peristiwa tersebut karena setiap tahunnya umat muslim di Indonesia memperingatinya. Tapi adakah di antara mereka yang mengetahui peristiwa tersebut kemudian memahami ‘kenapa Allah memberangkatkan seorang hamba-Nya yang bernama Muhammad SAW itu?’
Dan dalam tulisan berikut ini kita akan membahasnya secara singkat tentang hikmah di balik Peristiwa Isra’ dan Mi’raj Rasulullah saw. Kenapa kita harus membahasnya? Ada dua tujuan; Pertama, kita semua sepakat dan meyakini bahwa setiap kejadian dan peristiwa pasti ada hikmah yang terkandung tentunya bagi orang-orang yang berakal, kedua, dalam pembahasan ini diharapkan setelah membaca tulisan ini dapat meningkatkan keimanan kita kepada Allah SWT yang begitu besar kekuasaan-Na. Berikut hikmah yang dapat saya rangkum dari buku Sirah Nabawiyah.
1. Isra’ Mi’raj adalah perjalanan yang nyata, bukan perjalanan ruhani/mimpi atau khayalan.
Sungguh tak bisa dibayangkan apabila perjalanan Isra’ Mi’raj yang Rasulullah jalankan merupakan hanya perjalanan ruhani alias hanya mimpi, karena jika hal itu yang terjadi maka perjalanan Isra’ Mi’raj tidak ada bedanya dengan wahyu-wahyu yang Rasulullah terima baik melalui bisikan Jibril maupun dari mimpi. Sehingga peristiwa Isra’ Mi’raj tidak bisa dijadikan pembuktian keimanan kepada Allah dan Rasul-Nya. Sepulangnya Rasulullah dari perjalanan Isra’ dan Mi’raj-nya, beliau mengumumkan tentang apa yang telah dialaminya semalam kepada kaumnya. Dan sebagaimana yang diceritakan oleh Rasulullah bahwa perjalanan Isra’ Mi’raj tersebut sebuah perjalanan yang dilakukannya dengan jiwa dan ruhnya, maka seketika itu banyak dari kaum Quraisy yang menentang dan mencemoohnya dengan sebutan ‘gila’. Kaumnya beranggapan mana mungkin perjalanan dari Masjidil Haram yang di Mekah ke Masjidil Aqsha yang ada di negeri Syam (Palestina) hanya dengan waktu semalaman, padahal mereka jika hendak ke negeri Syam untuk berdagang membutuhkan waktu hingga 1 bulan lamanya. Tak pelak peristiwa Isra’ Mi’raj yang menurut mereka tidak masuk akal membuat beberapa orang yang baru masuk Islam tergoyahkan keimanannya dan kembali menjadi murtad.
2. Isra’ Mi’raj adalah jamuan kemuliaan dari Allah, penghibur hati, dan pengganti dari apa yang dialami Rasulullah SAW ketika berada di Thaif yang mendapatkan penghinaan, penolakan dan pengusiran.
Sebelum peristiwa Isra’ Mi’raj terjadi, Rasulullah SAW terus mengalami ujian yang sangat berat. Mulai dari embargo ekonomi hingga dikucilkan dari kehidupan sosial yang dilakukan oleh Kaum Quraisy terhadap Bani Hasyim dan Bani Muthalib, kemudian cobaan yang sangat berat diterima oleh Rasulullah SAW adalah meninggalnya orang-orang yang terkasihinya dalam waktu yang berdekatan yaitu meninggalnya pamannya Abu Thalib bin Abdul Muthalib serta istrinya tercinta Khadijah yang selalu menemaninya dan mendukungnya dengan jiwa, raga dan hartanya dalam perjalanan dakwah Rasulullah. Lalu hingga pengusiran, penolakan dan penghinaan kepada apa yang Rasulullah dakwahkan kepada penduduk kota Thaif.
3. Isra’ bukanlah peristiwa yang sederhana. Tetapi peristiwa yang menampakkan ayat-ayat (tanda-tanda kekuasaan) Allah yang paling besar.
Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam surat Al-Isra’: 1 dan An-Najm: 13-18 bahwa peristiwa Isra’ dan Mi’raj merupakan pembuktian dan menampakkan tentang tanda-tanda kekuasaan Allah yang paling besar. Peristiwa Isra’ Mi’raj mengajarkan kepada kita bahwa tidak ada yang tidak bisa Allah lakukan, dan hal tersebut terkadang masih saja di antara kita yang meragukan tentang kekuasaan Allah yang sangatlah besar, sehingga membuat kita menjadi ingkar kepada Allah dan Rasul-Nya.
4. Peristiwa Isra’ Mi’raj membuktikan bahwa risalah yang dibawa oleh Rasulullah adalah bersifat universal.
Perjalanan Isra’ dari Masjidil Haram yang ada di Mekah ke Masjidil Aqsha yang ada di Syam melintasi ribuan kilometer yang jauh dari Mekah tempat Rasulullah dilahirkan, hal ini Allah ingin membuktikan bahwa ajaran yang Rasulullah bawa bukan hanya untuk penduduk Mekah saja tetapi untuk seluruh wilayah yang ada di bumi ini. Setibanya Rasulullah SAW di Masjidil Aqsha, beliau memimpin shalat para Nabi dan Rasul-Rasul Allah. Hal tersebut menandakan bahwa baginda Rasulullah SAW merupakan pemimpin dan penghulu para Nabi dan Rasul yang telah Allah turunkan sebelumnya. Dan agama Islam beserta syariatnya yang Rasulullah bawa menjadi ajaran dan syariat yang berlaku untuk seluruh kaum dan umat manusia di seluruh dunia.
5. Dalam Isra’ Mi’raj diturunkannya perintah shalat wajib 5 kali dalam sehari.
Ketika Rasulullah sampai di Sidratul Muntaha dan menghadap kepada Allah, lalu Allah menurunkan syariat shalat 5 waktu kepada Rasulullah SAW dan kepada para umatnya. Dan perintah shalat yang Rasulullah terima menjadi perintah yang Rasulullah pegang erat dan Rasulullah teguhkan kepada umatnya agar jangan sampai umatnya melalaikannya, karena ibadah shalat menjadi kunci utama diterimanya amalan-amalan umatnya yang lainnya hingga sampai Rasulullah mewasiatkannya pada detik-detik meninggalnya Rasulullah saw.
Demikianlah peristiwa Isra’ Mi’raj ini Allah SWT memperjalankannya kepada baginda Rasulullah SAW, hal tersebut sesungguhnya untuk dapat diketahui oleh orang-orang yang beriman dan berakal. Semoga ini menjadi hikmah yang besar buat kita semua.

Sabtu, 16 Juni 2012

Ketentuan dalam Mengadla Shalat



Para mukallaf atau orang-orang dibebani kewajiban-kewajiban agama harus mengganti atau qadla shalat yang ditinggalkan dan dianjurkan dilaksanakan dengan segera.

Para ulama memberikan penjelasan bahwa bila ia tidak melaksanakan shalatnya dengan segera tanpa adanya udzur, maka ia wajib melaksanakan dengan segera. Bahkan ia diharamkan melakukan kesunahan. Bila ia tidak melaksanakan shalat karena ada udzur maka mengadla dengan segera hukumnya sunnah saja.

Apakah wajib mengurutkan shalat yang ditinggalkan? Dalam hal ini para ulama merinci sebagai berikut: Pertama, sunah mentertibkan apabila tidak melakukannya karena ada udzur.

Contoh; seseorang tertidur sebelum masuk waktu dhuhur dan ia bangun pada waktu shalat isya', berarti ia meninggalkan shalat dhuhur, ashar dan maghrib, maka dalam mengadlanya ia sunah mendahulukan shalat dhuhur atas ashar dan mendahulukan shalat ashar atas shalat maghrib

Ketentuan kedua, wajib tertib bila shalat yang ditinggalkan tidak karena ada udzur. Contoh; seseorang meninggalkan shalat dhuhur dan ashar karena tanpa ada udzur, misalnya tidur sudah masuk waktu shalat atau karena malas, maka dalam mengqodlo'nya ia wajib mendahulukan shalat dhuhur atas shalat Ashar.

Namun Imam Romli berpendapat bahwa mentertibkan shalat yang ditinggalkan itu secara mutlak hukumnya sunah, baik meninggalkannya karena ada udzur atau tidak, atau sebagian karena ada udzur dan sebagian yang lain tidak ada udzur, dan pendapat inilah yang dipilih Syaikh Zainuddin Al-Mulaibari, pengarang kitab Qurratul Ain bi Muhimmatid Din.

Ketentuan lain dalam mengadla shalat adalah mendahulukan shalat fait atau shalat yang tidak dilakukan pada waktunya atas shalat hadlirah atau shalat yagn masih berada pada waktunya bila shalat yang tidak dilakukan pada waktunya itu karena ada udzur dan tidak khawatir shalat yang hadliroh itu keluar dari waktunya, walaupun ia khawatir kehilangan jama'ahnya shalat hadliroh.

Bila mendahulukan shalat fait ia khawatir shalat hadlirohnya keluar waktu, misalnya waktunya tinggal sedikit, maka wajib baginya mendahulukan shalat hadliroh. Adapun bila shalat yang ditinggalkan itu tanpa adanya udzur, maka wajib mendahulukan shalat hadlirah.

Bagaimana dengan orang meninggal dan masih memiliki tanggungan shalat? Para ulama' di kalangan Syafi'iyyah berbeda pendapat mengenai ini; Pendapat yang pertama, tidak wajib diqadla ataupun dibayar fidyah, karena urusan dia di dunia sudah selesai dan segala amalnya tinggal mempertanggungjawabkannya di hadapan Allah.

Pendapat kedua, wajib dilakukan (qadla) sebagai ganti dari shalat mayit. Pendapat inilah yang paling banyak dipilih oleh para imam di kalangan Syafi'iyyah, termasuk yang dilakukan oleh Imam As-Subki atas sebagian kerabatnya yang telah meninggal dunia.


KH Abdul Nashir Fattah
Rais Syuriyah PCNU Jombang

Tips Sukses Ibadah Ramadhan



Secara lughah atau kebahasaan puasa berartiimsak atau menahan. Secara istilahi puasa berarti menahan diri dari segala yang membatalkannya, dari fajar sampai terbenam matahari. Secara hakiki puasa berarti menahan diri dari segala yang membatalkan puasa, dari fajar sampai terbenam matahari disertai menjaga anggota badan dari berbuat dosa.

Rasulullah SAW bersabda :

خمس يفطرن الصائم الكدب والغيبة والنميمة واليمين الكاذبة والنظر بشهوة

“Lima hal yang merusak orang puasa, yaitu bohong, gosip, mengadudomba, sumpah palsu dan melihat dengan syahwat.”

Berikut ini adalah ketentuan-ketentuan di bulan Ramadhan:

1. Bulan Ramadhan bulan penuh berkah. Pintu-pintu surga dibuka dan pintu-pintu neraka ditutup, syetan dibelenggu dan terdapat lailatul qadr. Rasulullah bersabda:

قد جاءكم رمضان شهر مبارك افترض الله عليكم فيه صيامه تغتح فيه ابواب الجنة وتغلق فيه ابواب النار وتغل فيه الشياطين فيه ليلة خير من الف شهر 

“Telah datang kepada kalian bulan Ramadhan, bulan penuh berkah, Allah telah mewajibkan kalian berpuasa pada bulan itu, pada bulan itu dibuka pintu-pintu surga, ditutup pintu-pintu neraka dan syetan-syetan dibelenggu. Pada bulan itu pula terdapat lailatul qadr yang nilainya lebih baik dari 1.000 bulan.” (HR Ahmad)

2. Rasulullah SAW menyatakan, bahwa barang siapa merasa gembira dengan kedatangan bulan Ramadhan, Allah mengharamkan jasadnya dari jilatan api neraka (HR. Bukhari)

3. Dengan puasa Ramadhan dosa diampuni. Rasulullah bersabda yang artinya: “Barangsiapa saum Ramadhan karena iman dan mengharap pahala (dari Allah), diampuni dosa yang telah lalu. (HR Bukhari Muslim)

4. Dengan Qiyamu Ramadhan juga dosa diampuni. Sabda Rasul yang artinya: “Barangsiapa melakukan qiyamu Ramadhan karena iman dan mengharap pahala (dari Allah), ia diampuni dosa yang telah lalu. (HR Bukhari Muslim)

5. Puasa merupakan persermbahan khusus bagi Allah, dan di bulan Ramadhan pahala amal dilipatgandakan. Rasulullah bersabda yang artinya: “Setiap kebaikan dibalas 10 kali hingga 700 kali lipat, kecuali saum. Maka saum bagi-Ku. Oleh karena itu Akulah yang akan membalasnya.” (HR Bukhari Muslim)

6. Dalam bulan Ramadhan, pahala amal dilipatgandakan, ibadah wajib bernilai 70 kali wajib di luar Ramadhan, ibadah sunnat sama nilainya dengan  wajib di luar Ramadhan. Bahkan pada bulan Ramadhan terdapat satu malam (lailatul qadr) yang nilainya lebih baik dari 1.000 bulan.

7. Rasulullah menegaskan, bahwa bau mulut orang berpuasa, bagi Allah lebih harum dari aroma yang paling harum. (HR Bukhari Muslim)

8. Puasa bermanfaat untuk kesehatan. Rasulullah SAW bersabda, "Berpuasalah, kamu akan sehat."(HR Bukhari)

Tips Sukses Ibadah Ramadhan

Pada bulan Ramadhan, selain mendapat keuntungan diampuni dosa yang telah lampau sebagai keutamaan pahala puasa dan qiyamu Ramadhan, dalam bulan Ramadhan pun kita mendapat kesempatan meningkatkan pahala amal ibadah, karena pahalanya dilipatgandakan. Selepas Ramadalan kita diberi anugrah kembali ke fitrah ('idul fitri).

Namun sudah tentu, keistimewaan ini diperuntukkan hanya bagi orang yang berpuasa dengan benar dan memanfaatkan kesempatan Ramadhan dengan sebaik-baiknya. Sebaliknya, Rasulullah menyatakan, bahwa banyak orang berpuasa tidak mendapatkan manfaat dari puasanya, kecuali lapar dan haus.

Berikut tips sukses beribadah Ramadhan:

1. Agar puasa bermanfaat bagi kesehatan, lakukanlah praktek puasa Rasulullah sebagai berikut : 1) mengakhirkan makan sahur dan tidak berlebihan, 2) menyegerakan berbuka apabila datang waktu maghrib, sunnah dengan makanan yang manis (biasanya Rasulullah berbuka dengan 3 buah kurma), lalu shalat maghrib, baru dilanjutkan makan dengan tidak berlebihan, 3) melakukan qiyamu Ramadhan(tarawih). Kalau cara ini dilakukan, badan akan semakin sehat dan tidak akan merasakan kelelahan puasa.

2. Usahakan puasa kita termasuk kategori puasa khusus, yaitu di samping mencegah segala hal yang membatalkan puasa, juga mencegah dari hal-hal yang dapat merusak pahala puasa, yaitu marah, berkata ngelantur, bohong, menggunjing, sumpah palsu, mengadudomba (provokasi), memfitnah, bermusuhan dan melihat dengan syahwat serta melihat sesuatu yang mendorong lupa kepada Allah, menjaga telinga dari mendengar yang tidak baik, dan menjaga seluruh anggota badan dari perbuatan dosa.

3. Keberhasilan puasa sebagai metode pengendalian diri antara lain nampak dalam perilaku makan sahur dan berbuka, yaitu tidak berlebihan. Di samping akan membawa hikmah meningkatnya kesehatan, juga membawa manfaat akan mampu menahan diri untuk tidak mengambil milik orang lain. Jangankan milik orang lain yang haram, milik sendiri pun tidak digunakan untuk memenuhi dorongan hawa nafsu.

4. Setiap malam melakukan tarawih. Di samping mendapat keutamaan diampuni dosa, tarawih pun sangat bermanfaat bagi kesehatan, karena selama tarawih, tubuh kita melakukan metabolisme dalam keadaan badan bergerak, oleh karena itu upayakan tarawih 20 raka’at sebagaimana kesepakatan 4 madzhab.

5. Memperbanyak tadarus Al-Qur'an, i'tikaf dan dzikir.

6. Memperbanyak sedekah, terlebih-lebih memberi makanan untuk berbuka puasa (memberi makanan kepada seorang untuk berbuka puasa, mendapat pahala puasa satu hari)

7. Upayakan kita memperoleh keutamaan lailatul qadr, yaitu beribadah pada satu malam di bulan Ramadhan yang persisnya dirahasiakan. Dalam berbagai hadits, dijelaskan, kemungkinan datangnyalailatul qadr pada malam-malam ganjil di 10 malam akhir Ramadalan, terutama malam ke-27.

8. Perbanyak amal saleh, baik dalam hubungan dengan Allah maupun dalam hubungan dengan sesama manusia, karena pahalanya dilipatgandakan.

9. Bayar zakat fitrah sebelum shalat idul fitri.

10. Manfaatkan idul fitri untuk bersilaturahim dan saling memaafkan, sehingga kita bersih dari dosa dalam hubungan antar sesama manusia. Insya Allah dengan puasa dan tarawih, dosa dalam hubungan dengan Allah telah diampuni. Maka pada idul fitri, kita bagaikan bayi yang baru dilahirkan, tidak ada dosa sedikitpun. Amin.

Puasa Bulan Rajab



Rajab adalah bulan ke tujuh dari penggalan Islam qomariyah (hijriyah). Peristiwa Isra Mi’raj  Nabi Muhammad  shalallah ‘alaih wasallam untuk menerima perintah salat lima waktu terjadi pada 27 Rajab ini.

Bulan Rajab juga merupakan salah satu bulan haram, artinya bulan yang dimuliakan. Dalam tradisi Islam dikenal ada empat  bulan haram, ketiganya secara berurutan  adalah: Dzulqa'dah, Dzulhijjah, Muharram, dan satu bulan yang tersendiri,  Rajab.

Dinamakan bulan haram karena pada bulan-bulan tersebut orang Islam dilarang mengadakan peperangan. Tentang bulan-bulan  ini, Al-Qur’an menjelaskan:

“Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, Maka janganlah kamu Menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya, dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa.”


Hukum Puasa Rajab

Hadis-hadis Nabi yang menganjurkan atau memerintahkan berpuasa dalam bulan- bulan haram (Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram dan Rajab) itu cukup menjadi hujjah atau landasan mengenai keutamaan puasa di bulan Rajab.

Diriwayatkan dari Mujibah al-Bahiliyah, Rasulullah bersabda "Puasalah pada bulan-bulan haram." (Riwayat Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Ahmad). Hadis lainnya adalah riwayat al-Nasa'i dan Abu Dawud (dan disahihkan oleh Ibnu Huzaimah): "Usamah berkata pada Nabi Muhammad Saw, “Wahai Rasulallah, saya tak melihat Rasul melakukan puasa (sunnah) sebanyak yang Rasul lakukan dalam bulan Sya'ban. Rasul menjawab: 'Bulan Sya'ban adalah bulan antara Rajab dan Ramadan yang dilupakan oleh kebanyakan orang.'"

Menurut as-Syaukani dalam Nailul Authar, dalam bahasan puasa sunnah, ungkapan Nabi, "Bulan Sya'ban adalah bulan antara Rajab dan Ramadan yang dilupakan kebanyakan orang" itu secara implisit menunjukkan bahwa bulan Rajab juga disunnahkan melakukan puasa di dalamnya.

Keutamaan berpuasa pada bulan haram juga diriwayatkan dalam hadis sahih imam Muslim. Bahkan  berpuasa di dalam bulan-bulan mulia ini disebut Rasulullah sebagai puasa yang paling utama setelah puasa Ramadan. Nabi bersabda : “Seutama-utama puasa setelah Ramadan adalah puasa di bulan-bulan al-muharram (Dzulqa'dah, Dzulhijjah, Muharram, dan  Rajab).

Al-Ghazali dalam Ihya’ Ulumid-Din menyatakan bahwa kesunnahan berpuasa menjadi lebih kuat jika dilaksanakan pada hari-hari utama (al-ayyam al-fadhilah). Hari- hari utama ini dapat ditemukan pada tiap tahun, tiap bulan dan tiap minggu. Terkait siklus bulanan ini Al-Ghazali menyatakan bahwa Rajab terkategori al-asyhur al-fadhilah di samping dzulhijjah, muharram dan sya’ban. Rajab juga terkategori al-asyhur al-hurum  di samping dzulqa’dah, dzul hijjah, dan muharram.

Disebutkan dalam  Kifayah al-Akhyar, bahwa bulan yang paling utama untuk berpuasa setelah Ramadan adalah bulan- bulan haram yaitu dzulqa’dah, dzul hijjah, rajab dan  muharram. Di antara keempat bulan itu yang paling utama untuk puasa adalah bulan al-muharram, kemudian Sya’ban. Namun menurut Syaikh Al-Rayani, bulan puasa yang utama setelah al-Muharram adalah Rajab.

Terkait hukum puasa dan ibadah pada Rajab, Imam Al-Nawawi menyatakan, telah jelas dan shahih riwayat bahwa Rasul SAW menyukai puasa dan memperbanyak ibadah di bulan haram, dan Rajab adalah salah satu dari bulan haram, maka selama tak ada pelarangan khusus puasa dan ibadah di bulan Rajab, maka tak ada satu kekuatan untuk melarang puasa Rajab dan ibadah lainnya di bulan Rajab” (Syarh Nawawi ‘ala Shahih Muslim).


Hadis Keutamaan Rajab

Berikut beberapa hadis yang menerangkan keutamaan dan kekhususan puasa bulan Rajab:

• Diriwayatkan bahwa apabila Rasulullah SAW memasuki bulan Rajab beliau berdo’a:“Ya, Allah berkahilah kami di bulan Rajab (ini) dan (juga) Sya’ban, dan sampaikanlah kami kepada bulan Ramadhan.” (HR. Imam Ahmad, dari Anas bin Malik).

• "Barang siapa berpuasa pada bulan Rajab sehari, maka laksana ia puasa selama sebulan, bila puasa 7 hari maka ditutuplah untuknya 7 pintu neraka Jahim, bila puasa 8 hari maka dibukakan untuknya 8 pintu surga, dan bila puasa 10 hari maka digantilah dosa-dosanya dengan kebaikan."

• Riwayat al-Thabarani dari Sa'id bin Rasyid: “Barangsiapa berpuasa sehari di bulan Rajab, maka ia laksana  berpuasa setahun, bila puasa 7 hari maka ditutuplah untuknya pintu-pintu neraka jahanam, bila puasa 8 hari dibukakan untuknya 8 pintu surga, bila puasa 10 hari, Allah akan mengabulkan semua permintaannya....."

• "Sesungguhnya di surga terdapat sungai yang dinamakan Rajab, airnya lebih putih daripada susu dan rasanya lebih manis dari madu. Barangsiapa puasa sehari pada bulan Rajab, maka ia akan dikaruniai minum dari sungai tersebut".

• Riwayat (secara mursal) Abul Fath dari al-Hasan, Nabi Muhammad SAW bersabda: "Rajab itu bulannya Allah, Sya'ban bulanku, dan Ramadan bulannya umatku."

• Sabda Rasulullah SAW lagi : “Pada malam mi’raj, saya melihat sebuah sungai yang airnya lebih manis dari madu, lebih sejuk dari air batu dan lebih harum dari minyak wangi, lalu saya bertanya pada Jibril a.s.: “Wahai Jibril untuk siapakan sungai ini ?”Maka berkata Jibrilb a.s.: “Ya Muhammad sungai ini adalah untuk orang yang membaca salawat untuk engkau di bulan Rajab ini
.

Isra' Mi'raj, Beranjak dari Kesedihan



Kehadiran Rasulullah SAW mendakwahkan ajaran Islam rupanya membuat orang-orang musyrik Makkah gerah. Rintangan dan teror ditujukan kepada beliau dan para pengikutnya dari waktu ke waktu. Karena kedengkian dan kejahatan mereka, orang-orang musyrik tak membiarkan Rasulullah dan para pengikutnya hidup tenang.

Namun pada tahun kedelapan dari kenabian, Rasulullah SAW justru mendapatkan beberapa cobaan yang teramat berat. Ujian itu adalah embargo kaum kafir Quraisy dan sekutunya terhadap umat Islam. Aksi embargo ini masih dijalankan meskipun waktu telah memasuki bulan Haram. Artinya Nabi beserta para sahabatnya tetap merasakan penganiayaan dan kedhaliman dari mereka yang biasanya menghentikan segala aktivitas permusuhan terhadap lawan-lawannya.

Pada tahun ini pula dua orang kuat suku Qurays, yakni pamannya Abu Thalib dan istrinya Khadijah dipanggil menghadap Sang Rabb. Mereka adalah dua orang yang selama ini mendampingi dan melindungi dakwah Nabi. Dengan demikian, pada waktu itu Nabi tiada lagi memiliki pembela yang cukup kuat di hadapan kaumnya sendiri yang memusuhi kebenaran.

Lengkaplah sudah penderitaan Nabi dan para pengikutnya. Dalam sejarah Islam tahun kedelapan dari kenabian ini disebut sebagai ’amul huzni, tahun kesedihan.

Untuk menurunkan sedikit tensi kesedihan dan ketegangan, Rasulullah kemudian mengijinkan para pengikutnya untuk berhijrah ke Thaif. Namun rupanya Bani Tsaqif yang menguasai tanah Thaif tidaklah memberikan sambutan hangat kepada para sahabatnya. Mereka yang datang meminta pertolongan justru diusir dan dihinakan sedemikian rupa. Mereka dilempari batu hingga harus kembali dengan kondisi berdarah-darah.

Keseluruhan cobaan berat ini dialami Rasulullah dan para sahabatnya pada tahun yang sama, yakni tahun kedelapan kenabian.

Atas cobaan yang teramat berat dan bertubi-tubi ini, maka Allah SWT kemudian memberikan “tiket perjalanan” isra’ mi’raj kepada Nabi untuk menyegarkan kembali ghirroh (semangat) perjuangannya dalam menegakkan misi agama Islam.

Isra’ Mi’raj ini sejatinya adalah sebuah pesan kepada seluruh umat Muhammad bahwa, segala macam cobaan yang seberat apa pun haruslah kita lihat sebagai sebuah permulaan dari akan dianugerahkannya sebuah kemuliaan kepada kita.

Dalam peristiwa itu, tepatnya 27 Rajab, Nabi Muhammad SAW dapat saja langsung menuju langit dari Makkah, namun Allah tetap membawanya dari Masjidil Haram menuju Masjidil Aqsha terlebih dahulu, yang menjadi pusat peribadahan nabi-nabi sebelumnya.

Ini dapat berarti bahwa umat Islam tidak memiliki larangan untuk berbuat baik terhadap sesama manusia, sekalipun kepada golongan di luar Islam. Hal ini dikarenakan, Islam menghargai peraturan-peraturan sebelum Islam, seperti halnya khitan yang telah disyariatkan sejak zaman Nabi Ibrahim AS.

Allah SWT berfirman:

سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ لَيْلًا مِنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الْأَقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ آَيَاتِنَا إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِير
Maha suci Allah yang memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Majidil Aqsha yang Kami berkahi sekelilingnya agar Kami memperlihatkan kepadanya sebahagian tanda-tanda (kebesaran) Kami. (QS. 17.Al-Isra’ :1)

Sebagian ahli tafsir mengatakan, Allah SWT dalam ayat di atas menyebutkan Muhammad SAW dengan kata “hamba” bukan “rasul” atau “nabi”. Bahwa yang dibawa dalam perjalanan isra’ mi’raj itu adalah seorang hamba, yang berarti seorang yang senantiasa menyembah dan mengabdi kepada Allah SWT.

Memadukan Ilmu dan Amal



Ilmu adalah karunia paling berharga yang diberikan Allah kepada manusia. Kemuliaan ilmu ini banyak ditegaskan oleh Al-Qur'an maupaun hadis Rasulullah SAW seperti hadis yang mewajibkan seluruh umat Islam, baik laki-laki maupun perempuan, atau keharusan menuntut ilmu dari sejak manusia dilahirkan hingga meninggal dunia (long life education).

Sedangkan ilmu tidak dapat dikatakan ilmu jika ia tidak dihubungkan dengan amal perbuatan manusia. Rasulullah SAW mengibaratkan hubungan ilmu dan amal ini dengan pohon dan buahnya. Jika ilmu adalah sebatang pohon maka amal adalah buahnya. Jika ilmu tidak disertai dengan amal kebajikan maka ilmu tersebut tidak banyak berguna laksana pohon yang tak berbuah.

Dalam kitab Ta`limul Muta`allim, Syekh az-Zarnuji,  menerangkan bahwa banyak sekali umat Islam di masanya yang mengalami kegagalan dalam menuntut ilmu. Kegegalan yang dimaksud bukanlah kegagalan lulus atau tidak lulus dalam ujian sekolah. Akan tetapi lebih jauh lagi merupakan kegagalan sebab tidak dapat menjadikan ilmu yang diperoleh bermanfaat bagi masyarakat luas. Dengan kata lain, ilmu yang tidak dapat dipetik buahnya.

Menurut Syekh Zarnuji, kegagalan ini disebabkan oleh kekeliruan motivasi menuntut ilmu (niat), memilih disiplin ilmu, guru dan teman, kurangnya penghormatan terhadap guru dan orang yang berilmu, kemalasan dalam belajar, kurangnya ibadah dan rendahnya sikap tawakkal (berserah diri kepada Allah),  wara` (menjauhi makan barang haram), zuhud (melepaskan ketergantungan terhadap materi). Sementara seluruh hal di atas merupakan syarat-syarat dan jalan yang dibutuhkan oleh setiap pelajar dalam mencapai ilmu pengetahuan yang diridhai Allah SWT.

Dari syarat-syarat keberhasilan mendapatkan ilmu di atas, terlihat jelas bahwa sebenarnya pendidikan dalam Islam memberikan perpaduan yang indah antara ilmu dan amal. Bersendikan pada kesungguhan dalam mengasah potensi intelektual dan keikhlasan dalam beramal.

Barangsiapa yang berhasil memenuhi syarat-syarat dan benar dalam cara menuntut ilmu niscara mereka akan tercerahkan hati dan pikirannya. Mereka akan mendapatkan ilmu yang bermanfaat baik bagi dirinya sendiri juga bagi masyarakt luas serta akan selalu berada di bawah petunjuk Allah SWT.

Sebaliknya mereka yang meninggalkan syarat-syarat yang diperlukan dalam menuntut ilmu dan belajar dengan jalan yang salah maka sudah dapat dipastikan mereka akan mengalami kegagalan dalam memadukan antara ilmu dan amal. Dalam dunia pendidikan Islam terdapat sebuah slogan yang sangat populer:

Man zada ilman wa lam yazdad hudan lam yazdad minallahi illa bu`dan.” Artinya: Barangsiapa yang bertambah ilmunya akan tetapi tidak bertambah petunjuknya maka ia tidak akan mendapatkan apa-apa kecuali semakin jauh dari Allah.