Tulisan Berjalan

SUKSES KOMUNITAS MAJU JOS, AKHIRNYA BIMBINGAN DIGITAL MARKETING SECARA GRATIS TANPA BATAS TELAH MEMBERI MANFAAT BESAR
Tampilkan postingan dengan label Sholat. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Sholat. Tampilkan semua postingan

Selasa, 26 Juni 2012

Kesunahan dan Hikmah Mengangkat Telunjuk Ketika Tasyahhud



Sering kali kita sebagai seorang muslim yang awam belajar shalat maupun ibadah yang lain hanya seperluanya saja. Bahkan tidak jarang diantara kita eggan bertanya kepada para ustadz maupun mu’allim tentang apa yang sebenarnya ada dibenak kita. Entah karena merasa hal tersebut tidak penting ataukah memang tidak enak bila banyak bertanya. Apalagi jika pertanyaan dengan kata tanya mengapa.
Namun jika tiba waktunya, kita sering menyesalkan mengapa hal itu tidak kita tanyakan, bukankah malu bertanya sesat di jalan, begitu pepatah berkata. Biasanya kasus seperti ini muncul dalam masalah-masalah yang kelihatannya sepele, yang sudah taken for granted atau Ma wajadna aba-anaa. Dengan kata lain, perkara yang sudah dari sononya begitu. Semisal menegakkan jari telunjuk kanan ketika membaca tasyahud dalam shalat, baik tasyahud awal maupun tasyahud akhir.
Memang para muallim, kyai dan ustadz sedari dulu juga mengajari shalat demikian, turun temurun dari gurunya lagi hingga Rasulullah saw. sebagai mana dalam hadits-Nya yang popular

صلوا كما رأيتموني أصلي- رواه البخاري.
Rasulullah saw bersabda “Shalatlah kalian sebagaimana kamu melihat (tata cara) shalatku” HR. Bukhari
Namun, sejatinya hal ini mengandung hikmah tersendiri sebagaimana disinggung dalam kitabZubad Syaikh Ibnu Ruslan:
وعند إلاالله فـــالمهللة  *  إرفع لتوحيد الذى صليت له
Dan ketika mengucapkan ‘illallah’ angkatlah telunjukmu guna mengesakan Tuhan, karena itulah tujuan shalatmu.
Memang kalimat bait di atas sangatlah sederhana, tetapi muatan dibalik kesederhanaan itu sangatlah dalam sekali. Bahwasannya shalat yang kita lakukan tidaklah semata untuk menggugurkan kewajiban belaka, tetapi untuk mengesakan-Nya. Sudahkan kita shalat seperti itu?
Begitulah hikmah yang penting dibalik pengangkatan telunjuk ketika tasyahud, sehingga dalam Hasyiah atas Syarah Sittin Lil Allamah ar-ramli diterangkan bahwa mengangkat telunjuk ketika tasyahud hukumnya sunnah.
ويسن أن يشير بها عند قوله إلا الله ولتكن منحنية متوجهة للقبلة وذلك فى تشهديه   
Maka seseungguhnya disunnahkan berisyarat dengan telunjuk (tangan kanan) ketika mengucapkan ‘Illallah’ dan hendaklah telunjuk itu membungkuk menghadap qiblat. Baik dalam tasyahud awal maupun tasyahud akhir.
Apa yang diputuskan oleh para ulama di atas tentunya tidaklah asal-asalan sebagai penguat sebuah hadits dari az-Zubair alam Musnad Imam Ahmad diterangkan:
‏ ‏حدثنا ‏ ‏يحيى بن سعيد ‏ ‏عن ‏ ‏ابن عجلان ‏ ‏قال حدثني ‏ ‏عامر بن عبد الله بن الزبير ‏ ‏عن ‏ ‏أبيه ‏ ‏قال ‏‏كان رسول الله ‏ ‏صلى الله عليه وسلم ‏ ‏إذا جلس في التشهد وضع يده اليمنى على فخذه اليمنى ويده اليسرى على فخذه اليسرى وأشار بالسبابة ولم يجاوز بصره إشارته ‏
Ketika Rasulullah saw duduk dalam tasyahud, diletakkanlah tangannya yang kanan di atas paha kanan, dan tangan yang kiri di atas paha kiri, dan beliau berisyarat dengan telunjuk, juga pandangannya tidak melampaui isyaratnya. (HR. Ahmad, Muslim dan Nasa’i)
Inilah hikmah selanjutnya, secara tidak langsung Rasulullah saw memngajari ummatnya bahwa telunjuk dapat menjadi media menuju shalat yang khusyu' dengan membatasi pandangan kita jangan sampai melampau isyarat itu. metode seperti ini mungkin dapat dikembangkan lagi bagi mereka yang memiliki semangat menuju shalat khusyu'
Adapun pembahasan mengenai hukum dan dalil menggerak-gerakkan telunjuk ketika tasyahhud telah tersedia dalam rubrik ubudiyah, mohon untuk menengoknya kembali.

Sabtu, 16 Juni 2012

Ketentuan dalam Mengadla Shalat



Para mukallaf atau orang-orang dibebani kewajiban-kewajiban agama harus mengganti atau qadla shalat yang ditinggalkan dan dianjurkan dilaksanakan dengan segera.

Para ulama memberikan penjelasan bahwa bila ia tidak melaksanakan shalatnya dengan segera tanpa adanya udzur, maka ia wajib melaksanakan dengan segera. Bahkan ia diharamkan melakukan kesunahan. Bila ia tidak melaksanakan shalat karena ada udzur maka mengadla dengan segera hukumnya sunnah saja.

Apakah wajib mengurutkan shalat yang ditinggalkan? Dalam hal ini para ulama merinci sebagai berikut: Pertama, sunah mentertibkan apabila tidak melakukannya karena ada udzur.

Contoh; seseorang tertidur sebelum masuk waktu dhuhur dan ia bangun pada waktu shalat isya', berarti ia meninggalkan shalat dhuhur, ashar dan maghrib, maka dalam mengadlanya ia sunah mendahulukan shalat dhuhur atas ashar dan mendahulukan shalat ashar atas shalat maghrib

Ketentuan kedua, wajib tertib bila shalat yang ditinggalkan tidak karena ada udzur. Contoh; seseorang meninggalkan shalat dhuhur dan ashar karena tanpa ada udzur, misalnya tidur sudah masuk waktu shalat atau karena malas, maka dalam mengqodlo'nya ia wajib mendahulukan shalat dhuhur atas shalat Ashar.

Namun Imam Romli berpendapat bahwa mentertibkan shalat yang ditinggalkan itu secara mutlak hukumnya sunah, baik meninggalkannya karena ada udzur atau tidak, atau sebagian karena ada udzur dan sebagian yang lain tidak ada udzur, dan pendapat inilah yang dipilih Syaikh Zainuddin Al-Mulaibari, pengarang kitab Qurratul Ain bi Muhimmatid Din.

Ketentuan lain dalam mengadla shalat adalah mendahulukan shalat fait atau shalat yang tidak dilakukan pada waktunya atas shalat hadlirah atau shalat yagn masih berada pada waktunya bila shalat yang tidak dilakukan pada waktunya itu karena ada udzur dan tidak khawatir shalat yang hadliroh itu keluar dari waktunya, walaupun ia khawatir kehilangan jama'ahnya shalat hadliroh.

Bila mendahulukan shalat fait ia khawatir shalat hadlirohnya keluar waktu, misalnya waktunya tinggal sedikit, maka wajib baginya mendahulukan shalat hadliroh. Adapun bila shalat yang ditinggalkan itu tanpa adanya udzur, maka wajib mendahulukan shalat hadlirah.

Bagaimana dengan orang meninggal dan masih memiliki tanggungan shalat? Para ulama' di kalangan Syafi'iyyah berbeda pendapat mengenai ini; Pendapat yang pertama, tidak wajib diqadla ataupun dibayar fidyah, karena urusan dia di dunia sudah selesai dan segala amalnya tinggal mempertanggungjawabkannya di hadapan Allah.

Pendapat kedua, wajib dilakukan (qadla) sebagai ganti dari shalat mayit. Pendapat inilah yang paling banyak dipilih oleh para imam di kalangan Syafi'iyyah, termasuk yang dilakukan oleh Imam As-Subki atas sebagian kerabatnya yang telah meninggal dunia.


KH Abdul Nashir Fattah
Rais Syuriyah PCNU Jombang

Minggu, 27 Mei 2012

Kekhusyukan Shalat dan Doa Mike Tyson



AP
 
Kekhusyukan Shalat dan Doa Mike Tyson
Mantan jawara tinju sejati kelas berat Mike Tyson alias Malik Abdul Azis.


REPUBLIKA.CO.ID, Mike Tyson adalah legenda tinju dunia, setelah Muhammad Ali. Terali besi menjadi jalan bagi si Leher Beton untuk menemukan hidayah Allah SWT.

Ia memeluk Islam saat menjalani hukuman penjara atas tuduhan memperkosa ratu kencantikan Amerika Serikat (AS) tahun 1991. Sebelum dipenjara, Tyson sedang berada dalam puncak kariernya. Ia tercatat sebagai juara dunia tinju kelas berat sejak 1986 hingga tahun 1990.

Begitu keluar dari penjara, Tyson sempat beberapa kali menjalani pertandingan untuk mempertahankan gelarnya, namun tidak berhasil. Kabar terakhir, Januari lalu, ia sempat muncul di arena gulat bebas di AS.

Setelah itu, Tyson seakan menghilang hingga muncul kabar bahwa sang legendaris tinju itu menjalani ibadah umrah, beberapa waktu lalu.

Perjalanan ke Tanah Suci itu ternyata sungguh membekas di hati mantan petinju dunia, Mike Tyson. "Saya masih suka menangis bila ingat saya bisa datang ke Taman Surga di Madinah," ujarnya, menceritakan saat-saat mengharukan ketika ia shalat di Raudhah, samping makam Rasulullah SAW. "Saya bahkan berpikir untuk tidak beranjak dari tempat suci itu."

Secara bergurau pria yang dulu dijuluki sebagai "si leher beton" ini menyatakan tak ingin dikenali sebagai Mike Tyson oleh orang lain ketika berada di Tanah Suci. "Saya berharap mereka membiarkan saya menikmati saat-saat  saya penuh emosi dan sendirian berdoa."

Tyson pergi berumrah bersama-sama dengan presiden misi perdamaian Kanada, beberapa duta besar Perserikatan Bangsa-Bangsa, dan cendekiawan Muslim Shazad Muhammad. Di Madinah banyak fans menunggu berjam-jam untuk melihat dan berfoto bersama petinju terkenal di dunia itu.

Sepertinya, Tyson telah menjadi sosok yang relijius. Ia shalat dan berdoa dengan begitu khusyuk. 

Sabtu, 12 Mei 2012


Shalat Sepanjang Hayat

Kamis, 10 Mei 2012, 21:15 WIB

Shalat Sepanjang Hayat
  
Seorang Muslim tengah mendirikan shalat (ilustrasi).

Oleh: Dr HM Harry Mulya Zein
 
Dan orang orang-orang yang menjaga shalatnya. Mereka itu dimuliakan di dalam surga.” (Al-Maarij: 34-35)
 
Shalat menjadi keutamaan dalam Islam. Shalat bukan sebatas ritual wajib lima waktu dan 17 rakaat dalam sehari. Shalat adalah ibadah paling mulia yang diperintahkan Allah Swt kepada umat manusia agar terhindar dari perbuatan keji dan munkar.

Karena itu, yang terpenting dalam shalat bukan sebatas melaksanakan, tetapi mendirikan. Melaksanakan sebatas mengerjakan ritual keagamaan tanpa memiliki kesadaran dan pemahaman mendalam terhadap makna shalat. Mendirikan dibangun dengan landasan kesadaran akan dekatnya Allah Swt.

Kesadaran membangkitkan kecintaan dalam menjalankan perintah-perintah Allah Swt dan menjauhi larangan-Nya. Jadi Quran surah Al-Ankabut ayat 45 berbunyi “Sesungguhnya shalat mencegah dari perbuatan keji dan munkar,” benar-benar meresap ke dalam hati.

Dari sini diketahui bahwa perintah shalat bukan hanya sekadar melakukan gerakannya saja, melainkan lebih dari itu. Benar shalat adalah gerakan badan dan bacaan yang tertentu terdiri dari berdiri, duduk, ruku, sujud, tasbih, tahmid dan sebagainya. Akan tetapi yang mendatangkan pahala adalah yang mendirikan shalat disertai kehadiran hati di dalamnya.

Ini yang membedakan antara orang-orang melakukan shalat. Meski zhahirnya gerakan-gerakan dan waktunya sama tetapi ia akan berbeda dan bertingkat-tingkat di dalam menghadirkan hati dan kekhusyukan.

Di dalam mendirikan shalat terdapat pemenuhan terhadap naluri manusia yaitu butuh, lemah, suka meminta, mengharapkan perlindungan, berdoa, munajat dan menyerahkan segala urusan kepada yang lebih kuat, penyayang, penyantun dan lebih sempurna.

Alquran secara tegas memerintahkan seseorang untuk selalu minta pertolongan di antaranya adalah dengan shalat. Hal ini dapat dilihat pada firman Allah Swt Quran surah Al Baqarah ayat 45,  “Mintalah pertolongan dengan sabar dan shalat. Dan sesungguhnya ia sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu”.

Ayat ini berbicara mengenai sifat dan keadaan manusia yang memiliki sifat cepat berkeluh-kesah. Ketika mendapatkan keburukan dan kebaikan selalu ada respon negatif. Tetapi ada di antara manusia yang dikecualikan oleh Allah yaitu orang-orang yang shalat.

Shalat juga menjadi bukti nyata akan kesyukuran dan penghambaan diri kepada-Nya. Oleh karena itu orang yang mendirikan shalat bagaikan ikan yang tidak bisa hidup kecuali di dalam air, maka apabila ia keluar dari air ia sangat membutuhkannya dan ingin sekali lari kembali ke dalamnya.

Betapa banyak dan besar urgensi shalat yang disebutkan dalam Quran. Dalam berbagai ayatnya, Quran telah menerangkan keutamaan dan buah yang akan didapatkan dari shalat seperti pahala bagi yang mendirikan dan siksaan terhadap yang meninggalkannya. Dalam beberapa referensi, Quran juga menegaskan shalat memiliki ruh dan esensi yang harus direalisir sehingga seorang manusia mampu hidup dengan shalat dan shalat hidup dengannya. Sehingga sepanjang hayat hidup bershalatlah. 

Jumat, 04 Mei 2012

Menyepelekan Dan Mengabaikan Shalat




  Di dalam menjalankan dan menegakkan Islam, kita tinggal mengikuti syariat yang jelas, yang telah disampaikan oleh Nabi Muhammad Shallallaahu alaihi wa Salam dalam Al-Quran dan Sunah Rasul dan dijelaskan oleh para sahabat, tabiien, dan tabiit-tabien. Tapi apa yang terjadi sekarang? Sebagian orang malah membuat syariat sendiri, tidak puas dengan syariat yang telah disampaikan oleh Nabi Muhammad Shallallaahu alaihi wa Salam. Mereka cenderung untuk menyimpang dari syariat. Ironisnya hal itu justru mereka anggap dan mereka yakini sebagai kebenaran. Padahal Allah telah berfirman dalam surat Al-Anam 153:
            Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalanKu yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan yang lain karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalanNya, yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu bertaqwa (Al-Anam:153).
            Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia, dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah, dan ber-taqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya. (Al-Hasyr: 7).


            Mengapa disaat sekarang ini semakin ngetren, berbangga-bangga dengan syariat yang diada-adakan dalam beribadah maupun aqidah padahal sudah menjadi ketetapan bahwa cara-cara yang sah untuk menyembah Allah Subhannahu wa Ta'ala telah ditetapkanNya dan telah disampaikan oleh RasulNya. Maka setiap peribadatan dan penetapan hukum haruslah berdasarkan Al-Quran atau ketetapan Rasul. Seseorang tidak boleh menambah-nambahi menurut kemauannya sendiri.
            Nah, sekarang seperti memperingati orang mati (tahlilan) dengan upacara pesta dan bacaan-bacaan tertentu pada waktu-waktu tertentu yakni hari ketiga, ketujuh, keempat puluh, keseratus, seribu hari dst, menanam kepala kerbau guna keselamatan bangunan, sesaji untuk menolak balak, maulidan, ratiban, nujuh bulan (pitonan), berjanjen, manakib, berbagai macam shalawat yang menyimpang (Shalawat Nariyah, Ya Rabbibil Musthofa .. dll), melakukan penginjakan (pecah telur) pengantin saat dipertemukan, melakukan penerobosan di bawah keranda (mayat) bagi ahli waris, meminta doa pada isi kubur, puji-pujian menjelang shalat fardhu, puasa mutih, nisfu syaban, sadranan, dzikir dengan goyangan dan diiringi rebana, sedekah bumi, sedekah laut, mencari petunjuk dengan tidur di kuburan, menjalankan tirakat, dan berkecimpung dalam tasawuf. Apakah ini semua sesuai dengan Al-Quran dan As-Sunah? Jawabannya adalah hal-hal tersebut tidak dilakukan oleh Nabi Muhammad Shallallaahu alaihi wa Salam dan tidak diperintahkan oleh Allah. Lantas bagaimana dengan sebagian orang yang melaksanakan hal-hal terebut? orang-orang tersebut telah menjalankan hal yang tidak diperintahkan Allah dan tak pernah dilakukan oleh Nabi Muhammad Shallallaahu alaihi wa Salam . Dalam istilah agama mereka telah menjalankan kebidahan (sesuatu yang diada-adakan dalam urusan agama).
            Rasullullah Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda:
إِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ اْلأُمُوْرِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فِيالنَّارِ. (رواه أبو داود والترمذي).
            Jauhilah perkara-perkara baru, karena setiap perkara baru adalah bidah dan setiap bidah adalah kesesatan, dan setiap kesesatan masuk dalam Neraka(Diriwayatkan Abu Daud dan At-Tirmidzi, dia berkata hadits hasan shahih).
مَنْ أَحْدَثَ فِيْ أَمْرِنَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ. (رواه البخاري ومسلم).
            Barangsiapa mengada-adakan pada perkara (agama) kami ini, sesuatu yang bukan darinya, maka ia adalah tertolak (diriwayatkan Al-Bukhari dan Muslim).
            Barangsiapa melakukan amalan, yang tidak ada keterangannya dari kami, maka amalan itu tertolak (Diriwayatkan Muslim).

            Dari hadits-hadits ini sangat jelas bahwa semua bidah pada agama, hukumnya adalah haram, sesat dan tertolak. Oleh karena itu, kita harus menjaga kemurnian aqidah Islamiyah. Apapun yang tidak sesuai dengan Al-Quran dan As-Sunnah Ash-shahihah maka wajib ditinggalkan atau ditolak. Apabila seseorang tetap mengikuti ajaran yang bertentangan dengan Al-Quran dan As-Sunnah Ash-shahihah, maka akan menyesal dan rugi sebesar-besarnya di akhirat kelak. Walaupun di dunia bisa jadi dinilai oleh sesama sebagai orang yang hidup bermasyarakat dan banyak konco-konconya, banyak yang mengikutinya, dan banyak pengayomnya, tapi apa yang terjadi di akhirat, kesemuanya akan mendapat dan menerima balasan dari Allah, setimpal dengan kemaksiatan dan kesesatannya.

            Oleh karena itu, marilah kita pegang teguh ajaran Islam dengan sebenar-benarnya, sesuai dengan Al-Quran dan As-Sunnah Ash-Shahihah dengan pemahaman salafus shalih dan juga marilah kita jauhi sikap ikut-ikutan tanpa ilmu taashub dan fanatisme semata-mata.
            Penjelasan yang benar dan shahih yaitu berlandaskan Al-Quran dan As-Sunnah Ash-Shahihah dengan jalan yang shahih pula, yaitu manhaj salaf yang telah ditempuh oleh generasi awal Islam yakni shahabat, tabiin, dan tabiit tabiin. Namun bagi mereka yang tetap memegangi ajaran atau kebiasaan yang tidak sesuai dengan kebenaran Islam, maka ancaman dan kecaman akan ditimpakan oleh Allah kepada mereka.

            Perintah untuk tetap berpegang teguh dengan Al-Quran dan As-Sunnah Ash-Shahihah ditegaskan dalam beberapa nash, sehingga tak perlu diragukan lagi. Ketika Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam ketika berkhutbah pada haji wada (perpisahan), beliau menegaskan:
            Sesungguhnya syetan telah berputus asa untuk disembah di bumimu ini, tetapi senang bila kalian mengikutinya pada sesuatu yang menyia-nyiakan amal-amalmu, maka waspadalah. Sesungguhnya aku telah meninggalkan padamu satu perkara, kalau kamu sekalian berpegang teguh kepadanya maka kamu tidak akan sesat selama-lamanya, yaitu Kitab Allah (Al-Quran) dan Sunnah RasulNya. (Hadits shahih).
            Demikian uraian singkat tentang hal-hal yang tidak pernah Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam kerjakan, tapi sebagian orang menganggap itu adalah suatu amalan ibadah yang berpahala. Padahal itu mengada-ada dalam ibadah dan balasannya adalah Neraka. Naudzubillahi min dzalik.
     Akhirnya hanya kepada Allah-lah kami bertawakkal, dan hanya kepada Allah-lah kami mohon pertolongan. Mudah-mudahan Allah menunjukkan kita semua ke jalan yang lurus dan yang diridhoiNya, dan mudah-mudahan Allah mengampuni dosa dan kesalahan kita semua. Amin ya Rabbal Alamin.