Tampilkan postingan dengan label Ilmu. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Ilmu. Tampilkan semua postingan
Senin, 16 Juli 2012
Jihad dengan Ilmu
Tasawuf |
Ditulis oleh Rudhy Suharto |
Minggu, 01 Juli 2012 18:40 |
Saat ini, umat Islam hidup dalam era globalisasi, ilmu pengetahuan, dan teknologi. Namun demikian, umat Islam saat ini sedang ketinggalan dari umat lain dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi, ekonomi, dan pendidikan. Keadaan ini tentu saja tidak bisa dibiarkan, umat Islam haruslah berjihad untuk mengejar ketertinggalannya di banyak bidang kehidupan tersebut.
Inilah jihad utama bagi umat Islam saat ini. Suatu kebutuhan yang mendesak perlu dilakukan oleh setiap Muslim, kapanpun dan di manapun ia berada. Karena tanpa kemajuan ilmu maka umat Islam akan tertinggal dalam bidang-bidang lainnya. Hanya saja, sejauh ini kata jihad dalam Islam masih kerap dimanipulasi demi kepentingan pribadi atau suatu kelompok tertentu. Padahal spektrum pengertian jihad itu sangatlah luas.
Banyak ulama-ulama besar seperti pembaru asal Mesir, Syekh Muhammad Abduh, Imam Ibnul Qayim, dan Syekh Thanthawi Jauhari, memberikan uraian tentang jihad berdasarkan Islam (al-Quran dan Sunnah). Para ulama besar di atas berkata, “Orang-orang kurang mengerti, menyangka bahwa jihad itu tidak lain adalah berperang dengan kafir. Sekali-kali tidaklah begitu, jihad itu mengandung arti, maksud, dan tujuan yang luas, memajukan pertanian, ekonomi, membangun negara, serta meninggikan budi pekerti umat termasuk jihad yang tidak kalah pentingnya dari berperang.”
Di lihat dari kontek ini maka menyebarkan ilmu adalah ibadah dan jihad. Demikian pula jihad melawan hawa nafsu dengan meninggalkan kemalasan, ketidakseriusan, kemudian bersikap disiplin, kerja keras, meningkatkan kualitas umat, menuntut ilmu di manapun dan kapanpun, serta meningkatkan akhlak masyarakat, adalah merupakan bentuk jihad. Maka barangsiapa yang melakukan apa yang telah dipaparkan di atas, sesungguhnya mereka adalah para mujahidin (orang-orang yang melakukan jihad)
Allah memerintahkan NabiNya yang pada waktu itu berada di Mekkah untuk berjihad kepada kaum musyrikin dengan ilmu. Allah berfirman, “Artinya, “Maka janganlah engkau mengikuti orang-orang kafir, dan berjihadlah terhadap mereka dengan al-Quran dengan jihad yang besar.” [al-Furqon : 53] Yaitu berjihad “ dengan ilmu” dan “dengan al-Quran”.
Karena dengan ilmu, maka kebaikan dan pengaruhnya akan bersemayam di hati manusia. Penuntut ilmu itu akan mempengaruhi dan menyebarkan kebaikan. Adapun orang yang shalih itu hanya bagi dirinya sendiri, tidaklah memberi pengaruh kecuali kepada dirinya sendiri. Maka tidak syak lagi keutamaan ilmu sangat agung. Jika seseorang siap untuk mengajarkan (ilmu) di negerinya maka hal ini akan membawa kebaikan bagi banyak orang. Betapa mulianya orang seperti itu di mata Allah dan juga manusia.
Oleh karena itu jihad yang paling utama terhadap musuh-musuh Allah dan setan adalah menyebarkan ilmu. Sebarkanlah ilmu di setiap tempat sesuai kemampuanmu dan bertakwalah kepada Allah. Sehingga tak ada doa yang pantas diucapkan oleh seorang yang ingin berjihad di jalan Allah, dengan doa yang berbunyi, “Ya Allah tambahkanlah kepadaku ilmu.” [QS.Thaha : 114]
|
Enam Perkara Untuk Menuntut Ilmu
Tasawuf |
Ditulis oleh Rudhy Suharto |
Senin, 11 Juni 2012 22:51 |
Saudaraku, engkau tidak akan mendapatkan ilmu, melainkan dengan enam perkara. Kukabarkan kepadamu rinciannya dengan jelas. Kecerdasan, kemauan keras, bersungguh-sungguh, bekal yang cukup, bimbingan ustadz dan wakunya yang lama. (Imam asy-Syafi'i)
Syair itu ditulis Imam Syafii berkenaan dengan luasnya ilmu yang dimilikinya. Imam Syafii dikenal sebagai imam mazhab fikih dalam Ahlusunnah. Keluasan ilmunya diakui kalangan ulama terkemuka. Ini terbukti pendapat-pendapatnya yang tetap menjadi rujukan hingga sekarang. Nah, Imam Syafii dalam syair di atas menyebut ada enam perkara agar seseorang berhasil dalam menuntut ilmu.
Imam Syafii menyebut syarat pertama untuk seseorang berhasil menuntut ilmu adalah faktor kecerdasan. Kecerdasan ini modal pokok menuntut ilmu. Jika fondasi ini lemah maka seseorang akan terhalang untuk mendapatkan ilmu. Seseorang yang cerdas akan mudah menerima pelajaran, menghafal, menyerap, memahami dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
Tapi kecerdasan itu tidaklah cukup, ia juga harus ditambah dengan kemauan keras. Ini suatu sikap bersungguh-sungguh untuk menuntut ilmu. Karena begitu banyak seseorang yang cerdas dan pandai yang diterima di banyak perguruan tinggi akan tetapi setelah itu kemauan dia akan belajar melemah jadi hal itu tidak membawa manfaat baginya. Rasulullah saw pun bersabda “Bersemangatlah untuk mencapai apa-apa yang bermanfaat bagimu” (HR. Muslim, Ahmad, Ibnu Majah dari Abu Hurairoh). Dalam hal ini tentu saja menuntut ilmu merupakan bagian yang bermanfaat bagi kehidupan seseorang.
Syarat ketiga adalah bersungguh-sungguh. Setelah Anda mempunyai modal kecerdasan, kemauan yang keras kemudian Anda harus bersungguh-sungguh. Maksudnya, Anda harus benar-benar tekun, telaten dalam menuntut ilmu. Tanpa syarat ini jangan harap Anda berhasil, karena faktor keseriusan ini juga merupakan hal yang penting.
Hal yang berikutnya adalah kita harus mempunyai bekal yang cukup. Untuk belajar kita harus punya di antaranya, uang, buku, makanan, alat tulis, kendaraan, komputer, kamar nyaman untuk belajar, dll. Banyak orang yang akhirnya gagal karena terbentur karena masalah ini. Namun, insya Allah dengan kesungguhan masalah ini dapat teratasi, misalnya dengan kepandaian, Anda akan mendapat beasiswa.
Imam Syafii menyebut bimbingan seorang guru sebagai syarat kelima. Seorang guru akan mempermudah kita dalam menuntut ilmu, dia lah yang akan mengajarkan kepada kita agar tidak terjerumus kepada kesalahan yang tidak perlu. Cara ini lebih efektif, efisien dan ilmu yang Anda peroleh lebih sempurna. Dengan bimbingan guru; Anda bisa berdiskusi dengan guru anda, ada proses memberi dan menerima (feedback), dapat menghemat waktu dalam mempelajari sebuah buku, dan bisa memahami dengan cepat tentang materi.
Sedangkan syarat ke enam, menurut Imam Syafii itu adalah sabar dalam hal waktu. Belajar itu membutuhkan waktu yang tidak singkat, bahkan terkadang cukup lama. Contohnya, jika Anda ingin menjadi seorang dokter, tentu tidak dapat dengan hanya mengikuti kursus kilat, tapi Anda harus belajar di fakultas kedokteran yang memakan waktu bisa bertahun-tahun.
Dengan demikian, dalam menuntut ilmu kita dituntut untuk bersabar dan istiqamah. Hanya dengan cara inilah kita dapat berhasil menuntut ilmu.
|
Rabu, 20 Juni 2012
Ilmu yang Bermanfaat Bukan Sekedar Dihafalkan
Tidak sedikit dari kita yang menuntut ilmu namun kadang tidak bermanfaat bagi si pemiliknya. Padahal ilmu yang disebut ilmu adalah jika bermanfaat dan bukan ilmu yang sekedar dihafalkan. Yang dimaksud dengan ilmu yang bermanfaat adalah ilmu syar’i atau ilmu agama yang diamalkan oleh si pemiliknya.
Imam Syafi’i memiliki nasehat berharga di mana beliau berkata,
العلم ما نفع، ليس العلم ما حفظ
“Ilmu adalah yang bermanfaat dan bukan hanya dihafalkan” (Siyar A’lamin Nubala, 10: 89).
Ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang semakin membuat seseorang mengenal Rabbnya.
Ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang bukan dicari untuk membanggakan diri dan sombong. Sehingga ketika orang di bawahnya menyampaikan suatu ilmu, ia pun menerima jika itu adalah kebenaran.
Ilmu yang bermanfaat membuat seseorang tidak gila dunia, tidak mencari popularitas dan tidak ingin dirinya tenar.
Ilmu yang bermanfaat tidak menjadikan seseorang sombong di hadapan yang lain dan tidak sampai membodoh-bodohi yang lain. Jika ada yang menyelisihi ajaran Rasul, maka ia mengkritiknya karena Allah, bukan marah karena selain Allah atau bukan karena ingin meninggikan derajatnya.
Ilmu yang bermanfaat membuat seseorang suuzhon pada dirinya sendiri (artinya: merasa dirinya penuh kekurangan) danhusnuzhon (berprasangka baik) pada orang-orang yang berilmu sebelumnya (para salaf). Ia selalu berprasangka bahwa yang lebih salaf darinya lebih utama.
Kita saat ini telah hidup di zaman yang lebih banyak orator daripada alim yang banyak ilmu.
قال ابن مسعود: إنكم في زمان كثير علماؤه قليل خطباؤه، وسيأتي بعدكم زمان قليل علماؤه كثير خطباؤه.
Ibnu Mas’ud berkata, “Kalian hidup di zaman yang terdapat banyak ulama dan sedikit yang pintar berkoar-koar. Dan nanti setelah kalian akan ditemui zaman yang sedikit ulama namun lebih banyak orang yang pintar berkoar-koar.”
فمن كثر علمه وقل قوله فهو الممدوح، ومن كان بالعكس فهو مذموم.
Siapa yang lebih banyak ilmunya dan sedikit bicaranya, maka itulah yang terpuji. Dan jika sebaliknya, maka dialah yang tercela.
قال الأوزاعي: العلم ما جاء به أصحاب محمد صلى الله عليه وسلم، فما كان غير ذلك فليس بعلم.
Al Auza’i berkata, “Yang disebut ilmu adalah yang datang dari para sahabat Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dan selain itu maka bukanlah ilmu.” (Diringkas dari tulisan Ibnu Rajab Al Hambali dalam risalah “Fadhlu ‘Ilmis Salaf ‘ala ‘Ilmi Kholaf”. Lihat di link di sini)
Oleh karena itu, kita diajarkan ketika shalat Shubuh saat hendak salam membaca do’a,
اللَّهُمَّ إِنِّى أَسْأَلُكَ عِلْمًا نَافِعًا وَرِزْقًا طَيِّبًا وَعَمَلاً مُتَقَبَّلاً
[Allahumma inni as-aluka ‘ilman naafi’a wa rizqon thoyyibaa wa ‘amalan mutaqobbalaa] “Ya Allah, aku memohon pada-Mu ilmu yang bermanfaat, rizki yang thoyyib dan amalan yang diterima” (HR. Ibnu Majah no. 925, shahih)
فنسأل اللَه تعالى علماً نافعاً، ونعوذ به من علم لا ينفع، ومن قلب لا يخشع، ومن نفس لا تشبع، ومن دعاء لا يسمع، اللهم إنّا نعوذ بك من هؤلاء الأربع.
Kita memohon kepada Allah Ta’ala, semoga Allah menganugerahkan kita ilmu yang bermanfaat dan kita berlindung pada Allah dari ilmu yang tidak bermanfaat, dari hati yang tidak khusyu’, dari jiwa yang tidak pernah merasa puas dan dari do’a yang tidak dikabulkan. Ya Allah, kami berlindung kepadamu agar dijauhkan dari keempat hal tadi.
Sabtu, 16 Juni 2012
Memadukan Ilmu dan Amal
Berita Terkait
Ilmu adalah karunia paling berharga yang diberikan Allah kepada manusia. Kemuliaan ilmu ini banyak ditegaskan oleh Al-Qur'an maupaun hadis Rasulullah SAW seperti hadis yang mewajibkan seluruh umat Islam, baik laki-laki maupun perempuan, atau keharusan menuntut ilmu dari sejak manusia dilahirkan hingga meninggal dunia (long life education).
Sedangkan ilmu tidak dapat dikatakan ilmu jika ia tidak dihubungkan dengan amal perbuatan manusia. Rasulullah SAW mengibaratkan hubungan ilmu dan amal ini dengan pohon dan buahnya. Jika ilmu adalah sebatang pohon maka amal adalah buahnya. Jika ilmu tidak disertai dengan amal kebajikan maka ilmu tersebut tidak banyak berguna laksana pohon yang tak berbuah.
Dalam kitab Ta`limul Muta`allim, Syekh az-Zarnuji, menerangkan bahwa banyak sekali umat Islam di masanya yang mengalami kegagalan dalam menuntut ilmu. Kegegalan yang dimaksud bukanlah kegagalan lulus atau tidak lulus dalam ujian sekolah. Akan tetapi lebih jauh lagi merupakan kegagalan sebab tidak dapat menjadikan ilmu yang diperoleh bermanfaat bagi masyarakat luas. Dengan kata lain, ilmu yang tidak dapat dipetik buahnya.
Menurut Syekh Zarnuji, kegagalan ini disebabkan oleh kekeliruan motivasi menuntut ilmu (niat), memilih disiplin ilmu, guru dan teman, kurangnya penghormatan terhadap guru dan orang yang berilmu, kemalasan dalam belajar, kurangnya ibadah dan rendahnya sikap tawakkal (berserah diri kepada Allah), wara` (menjauhi makan barang haram), zuhud (melepaskan ketergantungan terhadap materi). Sementara seluruh hal di atas merupakan syarat-syarat dan jalan yang dibutuhkan oleh setiap pelajar dalam mencapai ilmu pengetahuan yang diridhai Allah SWT.
Dari syarat-syarat keberhasilan mendapatkan ilmu di atas, terlihat jelas bahwa sebenarnya pendidikan dalam Islam memberikan perpaduan yang indah antara ilmu dan amal. Bersendikan pada kesungguhan dalam mengasah potensi intelektual dan keikhlasan dalam beramal.
Barangsiapa yang berhasil memenuhi syarat-syarat dan benar dalam cara menuntut ilmu niscara mereka akan tercerahkan hati dan pikirannya. Mereka akan mendapatkan ilmu yang bermanfaat baik bagi dirinya sendiri juga bagi masyarakt luas serta akan selalu berada di bawah petunjuk Allah SWT.
Sebaliknya mereka yang meninggalkan syarat-syarat yang diperlukan dalam menuntut ilmu dan belajar dengan jalan yang salah maka sudah dapat dipastikan mereka akan mengalami kegagalan dalam memadukan antara ilmu dan amal. Dalam dunia pendidikan Islam terdapat sebuah slogan yang sangat populer:
”Man zada ilman wa lam yazdad hudan lam yazdad minallahi illa bu`dan.” Artinya: Barangsiapa yang bertambah ilmunya akan tetapi tidak bertambah petunjuknya maka ia tidak akan mendapatkan apa-apa kecuali semakin jauh dari Allah.
Sedangkan ilmu tidak dapat dikatakan ilmu jika ia tidak dihubungkan dengan amal perbuatan manusia. Rasulullah SAW mengibaratkan hubungan ilmu dan amal ini dengan pohon dan buahnya. Jika ilmu adalah sebatang pohon maka amal adalah buahnya. Jika ilmu tidak disertai dengan amal kebajikan maka ilmu tersebut tidak banyak berguna laksana pohon yang tak berbuah.
Dalam kitab Ta`limul Muta`allim, Syekh az-Zarnuji, menerangkan bahwa banyak sekali umat Islam di masanya yang mengalami kegagalan dalam menuntut ilmu. Kegegalan yang dimaksud bukanlah kegagalan lulus atau tidak lulus dalam ujian sekolah. Akan tetapi lebih jauh lagi merupakan kegagalan sebab tidak dapat menjadikan ilmu yang diperoleh bermanfaat bagi masyarakat luas. Dengan kata lain, ilmu yang tidak dapat dipetik buahnya.
Menurut Syekh Zarnuji, kegagalan ini disebabkan oleh kekeliruan motivasi menuntut ilmu (niat), memilih disiplin ilmu, guru dan teman, kurangnya penghormatan terhadap guru dan orang yang berilmu, kemalasan dalam belajar, kurangnya ibadah dan rendahnya sikap tawakkal (berserah diri kepada Allah), wara` (menjauhi makan barang haram), zuhud (melepaskan ketergantungan terhadap materi). Sementara seluruh hal di atas merupakan syarat-syarat dan jalan yang dibutuhkan oleh setiap pelajar dalam mencapai ilmu pengetahuan yang diridhai Allah SWT.
Dari syarat-syarat keberhasilan mendapatkan ilmu di atas, terlihat jelas bahwa sebenarnya pendidikan dalam Islam memberikan perpaduan yang indah antara ilmu dan amal. Bersendikan pada kesungguhan dalam mengasah potensi intelektual dan keikhlasan dalam beramal.
Barangsiapa yang berhasil memenuhi syarat-syarat dan benar dalam cara menuntut ilmu niscara mereka akan tercerahkan hati dan pikirannya. Mereka akan mendapatkan ilmu yang bermanfaat baik bagi dirinya sendiri juga bagi masyarakt luas serta akan selalu berada di bawah petunjuk Allah SWT.
Sebaliknya mereka yang meninggalkan syarat-syarat yang diperlukan dalam menuntut ilmu dan belajar dengan jalan yang salah maka sudah dapat dipastikan mereka akan mengalami kegagalan dalam memadukan antara ilmu dan amal. Dalam dunia pendidikan Islam terdapat sebuah slogan yang sangat populer:
”Man zada ilman wa lam yazdad hudan lam yazdad minallahi illa bu`dan.” Artinya: Barangsiapa yang bertambah ilmunya akan tetapi tidak bertambah petunjuknya maka ia tidak akan mendapatkan apa-apa kecuali semakin jauh dari Allah.
Senin, 02 April 2012
Macam-macam ilmu:
1. Ilmu-ilmu syari’at, yaitu ilmu-ilmu yang dibawa oleh syari’at Islam dan yang diperintahkan untuk mengetahuinya serta mempelajarinya untuk diaplikasikan dalam keyakinan, perkataan, perbuatan dan etika (landasan moral). Hal ini dilakukan agar kepribadian manusia dapat mencapai kesempurnaan dengan bekal teori dan praktik sehingga ia dapat menjadi orang yang suci dan bahagia.
2. Ilmu-ilmu alam (kosmologi), yaitu segala jenis ilmu yang berkaitan dengan materi (benda) alam. Yakni ilmu-ilmu yang membahas berbagai macam materi dan kekhususannya yang bersifat alami, sehingga materi-materi tersebut dapat dimanfaatkan
3. Al ‘Ulum Ar Riyadhiyah (ilmu-ilmu exact/pasti), yaitu ilmu-ilmu yang selalu menuntut akal (rasio), sehingga akal (rasio) selalu menjadi alat untuk berkarya dan berkreasi.
Ilmu-ilmu yang diharamkan dengan ijma’ ulama
Perlu diketahui, banyak sekali ilmu pengetahuan yang diciptakan manusia yang diharamkan secara mutlak kepada kaum muslimin, karena bahaya yang ditimbulkannya dan tidak ada manfaatnya bagi kebahagiaan hidup manusia baik di dunia maupun di akhirat kelak. Di antara ilmu-ilmu yang diharamkan :
- 1. As-Sihr (ilmu sihir).
وَلَقَدْ عَلِمُوا لَمَنِ اشْتَرَاهُ مَالَهُ فيِ اْلأَخِرَةِ مِنْ خَلاَقٍ وَلَبِئْسَ مَاشَرَوْا بِهِ أَنفُسَهُمْ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ {102}
Demi, sesungguhnya mereka telah meyakini bahwa barang siapa yang menukarnya (kitab Allah) dengan sihir itu, tiadalah baginya keuntungan di akhirat, dan amat jahatlah perbuatan mereka menjual dirinya sendiri dengan sihir, kalau mereka mengetahui. (QS. 2:102)Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim disebutkan bahwa sihir termasuk salah satu dosa besar yang membawa kepada kehancuran. Diriwayatkan dalam Shahih Bukhari dari Bajalah bin Abdah, ia berkata: “Umar bin Khaththab e telah menetapkan perintah, yaitu: “Bunuhlah tukang sihir laki-laki atau perempuan”. Kata Bajalah selanjutnya: “Maka kamipun melaksanakan hukuman mati terhadap tiga tukang sihir.”
- Ath-Thilasmat (Ilmu Mantera)
- 3. Ar-Raml (IlmuRamal).
Imam Muslim dalam shahih-nya meriwayatkan dari salah seorang istri Nabi e, beliau bersabda:
مَنْ أَتَى عَرَّافًا فَسَأَلَهُ عَنْ شَيْءٍ فَصَدَّقَهُ لَمْ تُقْبَلْ لَهُ صَلاَةٌ أَرْبَعِيْنَ يَوْمًا
“Barangsiapa mendatangi tukang ramal lalu menanyakan kepadanya tentang sesuatu perkara dan dia mempercayainya, maka shalatnya tidak diterima selama empat puluh hari.”- 4. At-Tanjim (Astrologi)
مَنْ اقْتَبَسَ شُعْبَةً مِنَ النُّجُوْمِ فَقَدْ اقْتَبَسَ شُعْبَةً مِنَ السِّحْرِ, زَادَ مَا زَادَ (رواه أبو داود وإسناده صحيح )
“Barangsiapa mempelajari sebagian dari ilmu nujum, sesungguhnya ia telah mempelajari sebagian dari ilmu sihir. Semakin bertambah (ilmu yang dia pelajari) semakin bertambah pula (dosanya).” (HR: Abu Daud dan isnadnya shahih)- 5. Al Jafr (Ilmu Kode /Rumus).
Abu Syafi’i
Rujukan:
- Ilmu dan Ulama (terjemahan), Abu Bakar Jabir Al Jazairi, hal.52-53 dan 113-119.
- Kitab Tauhid (terjemahan), Syaikh Muhammad At Tamimi, hal. 128-138 dan 147.
< Prev | Next > |
---|
Kamis, 26 Januari 2012
Keutamaan Ilmu
Nabi Saw pernah bersabda,"Perumpamaan Allah mengutus aku dgn petunjuk dan ilmu ibarat hujan lebat menyirami bumi. Ada tanah yg menerima air hujan, lalu menumbuhkan rumput dan ilalang, dan ada tanah yg dpt menahan air hujan dan air itu sehingga tersimpan di sungai dan laut, lalu Allah memberi manusia karunia utk memanfaatkannya, maka manusia bs minum,mencuci dan bercocok tanam. Dan ada tanah yg gersang, tdk menahan air dan tdk menumbuhkan rumput dan ilalang."
Perumpamaan pertama adalah tamsil bagi orang yg bisa menarik keuntungan dari ilmunya. Perumpamaan kedua adalah tamsil bagi orang yg mampu memanfaatkan ilmu sebaik-baiknya, dan perumpamaan ketiga adalah tamsil bagi orang yg tdk memperoleh apapun.
Langganan:
Postingan (Atom)