Tulisan Berjalan

SUKSES KOMUNITAS MAJU JOS, AKHIRNYA BIMBINGAN DIGITAL MARKETING SECARA GRATIS TANPA BATAS TELAH MEMBERI MANFAAT BESAR

Rabu, 25 Juli 2012

Kisah Nabi Daud Dengan Ulat



Imam Al-Ghazali rahimahullah menceritakan di salah satu kitabnya. Kisah tentang Nabi Daud a.s dengan seekor ulat. Pada suatu ketika tatkala Nabi Daud A.S sedang duduk dalam mihrobnya sambil membaca kitab Zabur, sesaat kemudian dia melihat seekor ulat merah dipenuhi dengan debu. Lalu Nabi Daud a.s berkata pada dirinya, “Apa yang dikehendaki Allah dengan ulat ini?”
Selepas Nabi Daud selesai berkata demikian, maka Allah pun mengizinkan ulat merah itu berbicara. Lalu ulat merah itu pun mula berbicara kepada Nabi Daud a.s “Wahai Nabi Allah! Allah S.W.T telah mengilhamkan kepadaku untuk membaca ‘Subhanallahu walhamdulillahi wala ilaha illallahu wallahu akbar’ setiap hari sebanyak 1000 kali dan pada malamnya Allah mengilhamkan kepadaku supaya membaca ‘Allahumma sholli ala Muhammadinannabiyyil ummiyyi wa ala alihi wa sohbihi wa sallim’ setiap malam sebanyak 1000 kali.
Setelah ulat merah itu berkata demikian, maka dia pun bertanya kepada Nabi Daud a.s “Apakah yang dapat kamu katakan kepadaku agar aku dapat bermanfaat untukmu?”
Akhirnya Nabi Daud menyadari akan kesalahannya karena memandang remeh akan ulat tersebut, dan dia sangat takut kepada Allah S.W.T. maka Nabi Daud A.S. pun bertaubat dan menyerahkan diri kepada Allah S.W.T.
Begitulah sikap para Nabi a.s apabila mereka menyadari kesalahan yang telah dilakukan maka dengan segera mereka akan bertaubat dan menyerah diri kepada Allah S.W.T. Kisah-kisah yang terjadi pada zaman para nabi bukanlah untuk kita ingat sebagai bahan sejarah, tetapi hendaklah kita jadikan sebagai teladan supaya kita tidak memandang rendah kepada apa saja makhluk Allah yang berada di bumi yang sama-sama kita tempati ini.

Kisah Nabi Ibrahim a.s dan Empat Ekor Burung



Alkisah di tengah-tengah masyarakat yang dipenuhi dengan kesyirikan dan noda kemaksiatan lahirlah seorang pemuda yang kelak kita kenal sebagai Nabi Ibrahim. Ia anak dari seorang ayah yang bekerja sebagai pemahat dan pedagang patung. Ia sebagai calon Rasul dan pesuruh Allah yang akan membawa pelita kebenaran kepada kaumnya,jauh-jauh telah diilhami akal sihat dan fikiran tajam serta kesedaran bahwa apa yang telah diperbuat oleh kaumnya termasuk ayahnya sendiri adalah perbuat yang sesat yang menandakan kebodohan dan sempitnya fikiran dan bahwa persembahan kaumnya kepada patung-patung itu adalah perbuatan mungkar yang harus diberantas dan diperangi agar mereka kembali kepada ibadah yang benar ialah ibadah kepada Allah Tuhan Yang Maha Esa, Tuhan pencipta alam semesta ini.
Semasa remajanya Nabi Ibrahim sering disuruh ayahnya keliling kota menjajakan patung-patung buatannya namun karena iman dan tauhid yang telah diilhamkan oleh Tuhan kepadanya ia tidak bersemangat untuk menjajakan barang-barang itu bahkan secara mengejek ia menawarkan patung-patung ayahnya kepada calon pembeli dengan kata-kata:” Siapakah yang akan membeli patung-patung yang tidak berguna ini? ”
Nabi Ibrahim yang sudah berketetapan hati hendak memerangi syirik dan persembahan berhala yang berlaku dalam masyarakat kaumnya ingin lebih dahulu mempertebal iman dan keyakinannya, menenteramkan hatinya serta membersihkannya dari keragu-raguan yang mungkin sesekali mangganggu fikirannya dengan memohon kepada Allah agar diperlihatkan kepadanya bagaimana Dia menghidupkan kembali makhluk-makhluk yang sudah mati.
Berserulah ia kepada Allah: ” Ya Tuhanku! Tunjukkanlah kepadaku bagaimana engkau menghidupkan makhluk-makhluk yang sudah mati.”Allah menjawab seruannya dengan berfirman:bTidakkah engkau beriman dan percaya kepada kekuasaan-Ku? “Nabi Ibrahim menjawab:” Betul, wahai Tuhanku, aku telah beriman dan percaya kepada-Mu dan kepada kekuasaan-Mu, namun aku ingin sekali melihat itu dengan mata kepala ku sendiri, agar aku mendapat ketenteraman dan ketenangan dan hatiku dan agar makin menjadi tebal dan kokoh keyakinanku kepada-Mu dan kepada kekuasaan-Mu.”
Allah memperkenankan permohonan Nabi Ibrahim lalu diperintahkanlah ia menangkap empat ekor burung lalu setelah memperhatikan dan meneliti bahagian tubuh-tubuh burung itu, memotongnya menjadi berkeping-keping mencampur-baurkan kemudian tubuh burung yang sudak hancur-luluh dan bercampur-baur itu diletakkan di atas puncak setiap bukit dari empat bukit yang letaknya berjauhan satu dari yang lain.
Setelah dikerjakan apa yang telah diisyaratkan oleh Allah itu, diperintahnyalah Nabi Ibrahim memanggil burung-burung yang sudah terkoyak-koyak tubuhnya dan terpisah jauh tiap-tiap bahagian tubuh burung dari bahagian yang lain.   Dengan izin Allah dan kuasa-Nya datanglah berterbangan empat ekor burung itu dalam keadaan utuh bernyawa seperti sedia kala begitu mendengar seruan dan panggilan Nabi Ibrahim kepadanya lalu hinggaplah empat burung yang hidup kembali itu di depannya, dilihat dengan mata kepalanya sendiri bagaimana Allah Yang Maha Berkuasa dapat menghidupkan kembali makhluk-Nya yang sudah mati sebagaimana Dia menciptakannya dari sesuatu yang tidak ada.
Dan dengan demikian tercapailah apa yang diinginkan oleh Nabi Ibrahim untuk mententeramkan hatinya dan menghilangkan kemungkinan ada keraguan di dalam iman dan keyakinannya, bahwa kekuasaan dan kehendak Allah tidak ada sesuatu pun di langit atau di bumi yang dapat menghalangi atau menentangnya dan hanya kata “Kun” yang difirmankan Oleh-Nya maka terjadilah akan apa yang dikehendaki ” Fayakun”.

Hikayat Ketika Abu Nawas Berdoa Minta Jodoh



Ada saja cara Abu Nawas berdoa agar dirinya mendapatkan jodoh dan menikah. Karena kecerdasan dan semangat dalam dirinya, akhirnya Abu Nawas mendapatkan istri yang cantik dan shalihah.
Sehebat apapun kecerdasan Abu Nawas, ia tetaplah manusia biasa. Kala masih bujangan, seperti pemuda lainnya, ia juga ingin segera mendapatkan jodoh lalu menikah dan memiliki sebuah keluarga.
Pada suatu ketika ia sangat tergila-gila pada seorang wanita. Wanita itu sungguh cantik, pintar serta termasuk wanita yang ahli ibadah. Abu Nawas berkeinginan untuk memperistri wanita salihah itu. Karena cintanya begitu membara, ia pun berdoa dengan khusyuk kepada Allah SWT.
“Ya Allah, jika memang gadis itu baik untuk saya, dekatkanlah kepadaku. Tetapi jika memang menurutmu ia tidak baik buatku, tolong Ya Allah, sekali lagi tolong pertimbangkan lagi ya Allah,” ucap doanya dengan menyebut nama gadis itu dan terkesan memaksa kehendak Allah.
Abu Nawas melakukan doa itu setiap selesai shalat lima waktu. Selama berbulan-bulan ia menunggu tanda-tanda dikabulkan doanya. Berjalan lebih 3 bulan, Abu Nawas merasa doanya tak dikabulkan Allah. Ia pun introspeksi diri.
“Mungkin Allah tak mengabulkan doaku karena aku kurang pasrah atas pilihan jodohku,” katanya dalam hati.
Kemudian Abu Nawas pun bermunajat lagi. Tapi kali ini ganti strategi, doa itu tidak diembel-embeli spesifik pakai nama si gadis, apalagi berani “maksa” kepada Allah seperti doa sebelumnya.
“Ya Allah berikanlah istri yang terbaik untukku,” begitu bunyi doanya.
Berbulan-bulan ia terus memohon kepada Allah, namun Allah tak juga mendekatkan Abu Nawas dengan gadis pujaannya. Bahkan Allah juga tidak mempertemukan Abu Nawas dengan wanita yang mau diperistri. Lama-lama ia mulai khawatir juga. Takut menjadi bujangan tua yang lapuk dimakan usia. Ia pun memutar otak lagi bagaimana caranya berdoa dan bisa cepat terkabul.
Abu Nawas memang cerdas. Tak kehabisan akal, ia pun merasa perlu sedikit “diplomatis” dengan Allah. Ia pun mengubah doanya.
“Ya Allah, kini aku tidak minta lagi untuk diriku. Aku hanya minta wanita sebagai menantu Ibuku yang sudah tua dan sangat aku cintai Ya Allah. Sekali lagi bukan untukku Ya Tuhan. Maka, berikanlah ia menantu,” begitu doa Abu Nawas.
Barangkali karena keikhlasan dan “keluguan” Abu Nawas tersebut, Allah pun menjawab doanya.
Akhirnya Allah menakdirkan wanita cantik dan salihah itu menjadi istri Abu Nawas. Abu Nawas bersyukur sekali bisa mempersunting gadis pujaannya. Keluarganya pun berjalan mawaddah warahmah.
(detik.com)

Selasa, 24 Juli 2012

Sudutkan Tarawih 20 Rakaat, Ansor Minta Panduan Ramadhan Ditarik




Sragen, NU Online
Ketua Gerakan Pemuda Ansor (GP Ansor) Kabupaten Sragen, Nur Muhammad meminta kepada Kementrian Agama (Kemenag) Kabupaten Sragen untuk menarik dan merevisi buku panduan kegiatan bulan Ramadhan (KBR) 1433 Hijriah yang antara lain berisi muatan yang menyudutkan amalan shalat tarawih 20 rakaat.

Buku yang diterbitkan Wijaya Ilmu itu dibagikan kepada siswa-siswi Madrasah Ibtidaiyah (MI) di Kabupaten Sragen, Jawa Tengah, itu dinilai berpotensi timbulkan konflik.

GP Ansor Sragen, pada dasarnya menghormati perbedaan, tetapi buku panduan Ramadhan itu diterbitkan oleh institusi pemerintah yang seharusnya tidak menyudutkan salah satu golongan . ”Kalau buku itu diterbitkan semisal oleh Muhammadiyah, malah GP Ansor menghormati keyakinan mereka,” tegasnya kepada NU Online Selasa (24/7).

Orang tua siswa MI dibuat resah dan khawatir dengan isi buku panduan Ramadhan, buku itu, kata mereka berpotensi timbulkan konflik dan menyinggung keyakinan sebagian umat Islam.

“Salah satu materi di buku KBR, halaman 11 point H menjabarkan ibadah-ibadah sunah yang dianjurkan untuk dilaksanakan selama bulan Ramadhan. Pada point H no 8, tepatnya di halam 13, terdapat tulisan yang kurang lebih menyatakan hadits tentang Shalat Tarawih sebanyak 20 rakaat ditutup witir 3 rakaat, bersumber dari hadits dhaif atau lemah,” kata orang tua siswa MI Tangen, M Anas (40).

Dikatakan Anas, tulisan itu dimuat di buku yang dibagikan kepada seluruh siswa MI di Kabupaten Sragen. Buku panduan Ramadhan, disusun oleh seorang pengawas PAI SD/MI, TK/RA Kabupaten Sragen. Anas menilai, tulisan itu tidak layak ditulis dan dibagikan kepada siswa, karena ditakutkan menyinggung keyakinan sebagian umat Islam dan bisa timbulkan konflik.

“Saya kaget kali pertama membaca buku milik anak saya itu. Saya tidak mempermasalahkan benar masalah tulisan itu.Saya lebih berfikir tentang keyakinan masing-masing umat Islam. Bagaimana kalimat itu lolos begitu saja dari pantauan Kementrian Agama Sragen? Itu bisa membuat kisruh kalau tidak segera ditarik dan diralat,” katanya.

Nurhayat (32) orang tua siswa juga menyayangkan tulisan itu lolos dari perhatian pemerintah. Kurang bijak apabila tulisan semacam itu beredar dikalangan siswa. Kementrian Agama Sragen, harus mengambil tindakan tegas,” usul Nurhayat. Baik Nurhayat maupun Anas, keduanya sudah melaporkan kepada kepala Madrasah Ibtidaiyah masing-masing. Mereka berharap ada tindakan tegas terkait kejadian itu.

Menanggapi persoalan buku panduan Ramadhan, Irwan Junaidi, Kepala Seksi Madrasah dan Pendidikan Agama Islam pada sekolah umum (Kasi Mapeda) Kabupaten Sragen, menjelaskan sudah menerima laporan dari beberapa kepala sekolah MI terkait isi buku yang dinilai  bisa menyinggung sebagian umat Islam.

”Kami sudah menarik buku panduan Ramadhan itu dari peredaran. Kami akan berkoordinasi dengan kepala MI di Kabupaten Sragen untuk mempercepat proses. Kami minta kepada semua orang tua atau wali murid jangan terprovokasi soal itu. Buku akan ditarik dan direvisi. Setelah itu akan dibagikan kembali dan tidak akan dipungut biaya sepeserpun,” ungkapnya.

Ia berjanji secepatnya akan menyelesaikan persoalan buku panduan Ramadhan, namun Irwan juga belum mengetahui berapa eksemplar buku KBR yang sudah dibagikan kepada siswa MI di Sragen

Kisah Abu Bakar Digigit Ular




Tulisan ini adalah lanjutan dialog Kontributor NU Online Moh Yasir Alimi dengan Syaikh Mustafa Mas’ud al-Naqsabandi al-Haqqani. Pada bagian pertama, telah diartikan apa itu thariqat, getar di dada, dan kisah tentang Sahabat Abu Bakar. Berikut ini lanjutannya, bagian kedua.
Kisah Abu Bakar selanjutnya bagaimana, Syaikh?

Nabi Muhammad berjalan. Sayidina Abu Bakar mengikuti. Ketika akan sampai, 8 km dari arah Masjidil Haram, baru Sayidina Abu Bakar sadar.  "Ooo … Mau istirahat ke Gua Tsur, karena sudah mendekati Gunung Tsur. Ketika Rasulullah naik, Oooo…kesimpulan Sayidina Abu Bakar.” With no curiousity, tidak dengan rewel, tidak dengan mempertanyakan, memaklumi.

Pertama-tama, dalam Islam yang kita butuhkan bukan`ngerti' syariat, tapi cinta terhadap yang mengajarkannya dan Dzat Maha Suci yang menurunkannya. Tanpa kacamata tersebut, tanpa rasa cinta tersebut, kita tidak akan mengerti Islam. Islam hanya menjadi "The Matter of Transaction", tawar menawar. Itu tidak terjadi pada Abu Bakar. Begitu Rasulullah mau naik ke arah gua, di Jabal Tsur itu, maka kemudian Beliau (Abu Bakar) menarik kesimpulan, "Oooo … Rasulullah mau istirahat di Gua Tsur."

Beliau (Abu Bakar) mengerti sebagai orang gurun, tidak akan pernah ada lubang bebatuan di gunung, pasti ada ular berbisanya. Itu reason, pikiran digunakan sesudah ‘cinta’, sesudah tulus, sesudah bersedia untuk patuh. Itu namanya pikiran yang well enlighted, pikiran yang tercerahkan, bukan pikiran yang cluthak (tidak senonoh), yang bisa bertingkah macam-macam, menimbulkan problem.

Lantas, apa yang kemudian dilakukan Abu Bakar?

Beliau kemudian mendekati Rasulullah, kasih aku kesempatan masuk. Rasulullah dan Abu Bakar, interespecting, saling menghargai. Sayidina Abu Bakar masuk gua. Gua itu kecil kalau diisi 3. Barangkali sudah kruntelan di situ, kayak bako susur yang dijejel-jejelkan (dimasukkan) ke mulut. Sayidina Abu Bakar masuk, beliau cari, bener ada lubang di situ. Beliau buka sandalnya, ditaruhnya kaki kanannya di mulut lubang itu. Dengan cinta, Beliau korbankan kakinya untuk Rasulullah. Beliau tidak mau Rasulullah digigit ular.

Akhirnya kakinya dicatel (digigit) oleh ular. Kemudian Beliau bilang, “Silakan masuk Rasulullah dengan penuh cinta, dengan penuh pengorbanan dan husnudzon.” Rasul masuk dan berbaring dipaha Abu Bakar. Rupanya Rasulullah terkena angin sepoi-sepoi pagi. Beliau tertidur. Ketika Beliau tertidur, ketika itu pulalah Abu Bakar menahan bisa dari ular yang sudah mulai menjalar ke seluruh tubuh. Abu Bakar berkeringat, dan diriwiyatkan bahwa keringatnya sudah berisi darah. Tetesan keringat Abu Bakar mengenai Rasulullah.

Bagaimana respon Rasulullah, Syaikh?
"Nangis Sampean?” tanya Rasulullah.

"Tidak,” jawab Abu Bakar, “kakiku digigit ular."

There was something happen. Ditariknya kaki Abu Bakar dari lubang itu, maka kemudian Rasulullah berkata pada ular.

" Hai Tahu nggak Kamu? Jangankan daging, atau kulit Abu Bakar, rambut Abu Bakar pun haram Kamu makan?"

Dialog Rasulullah dengan Ular itu didengar pula oleh Abu Bakar as-Shidiq, berkat mukjizat Beliau.

"Ya aku ngerti Kamu, bahkan sejak ribuan tahun yang lalu ketika Allah mengatakan ‘Barang siapa memandang kekasih-Ku, Muhammad, fi ainil mahabbah atau dengan mata kecintaan. Aku anggap cukup untuk menggelar dia ke surga,” kata ular.

“Ya Rabb, beri aku kesempatan yang begitu cemerlang dan indah. “Aku (ular) ingin memandang wajah kekasih-Mu fi ainal mahabbah,” lanjut ular.
Apa kata Allah?
"Silakan pergi ke Jabal Tsur, tunggu disana, kekasihKu akan datang pada waktunya,’ jawab Allah.

“Ribuan tahun aku menunggu disini. Aku digodok oleh kerinduan untuk jumpa Engkau, Muhammad. Tapi sekarang ditutup oleh kaki Abu Bakar, maka kugigitlah dia. Aku tidak ada urusan dengan Abu Bakar, aku ingin ketemu Engkau, Wahai Muhammad. "

“Lihatlah ini. Lihatlah wajahku,” kata Rasulullah. (Bersambung)

Awal Mula Sejarah Wakaf



Oleh Nidia Zuraya, Wartawan Republika. Wakaf merupakan salah satu ibadah sunah yang dilakukan seorang Muslim untuk mendekatkan dirinya kepada Sang Khalik. Menurut John L Esposito dalam Ensiklopedi Oxford: Dunia Islam Modern, ide wakaf sama tuanya dengan usia manusia.

Para ahli hukum Islam, menurut Esposito,  menyebutkan bahwa wakaf yang pertama  adalah bangunan suci Ka'bah di Makkah, yang dalam surah Ali Imran [3] ayat 96, disebut sebagai rumah ibadah pertama yang dibangun oleh umat manusia.

Sejarah mencatat, wakaf keagamaan pertama terjadi pada masa Rasulullah SAW. Ketika hijrah bersama kaum Muhajirin ke Madinah, umat Islam membangun Masjid Quba. Inilah wakaf keagamaan pertama yang terjadi dalam sejarah peradaban Islam. Enam bulan setelah membangun Masjid Quba, di pusat kota Madinah juga dibangun Masjid Nabawi, yang juga dalam bentuk wakaf keagamaan.

Wakaf derma (filantropis) juga dimulai sejak zaman Nabi Muhammad SAW. Seseorang bernama Mukhairiq mendermakan (mewakafkan) tujuh bidang kebun buah-buahan miliknya yang ada di Madinah, setelah dia meninggal, kepada Nabi SAW pada 626 M.

Nabi SAW mengambil alih kepemilikan tujuh bidang kebun tersebut dan menetapkannya sebagai wakaf derma untuk diambil manfaatnya bagi fakir miskin.  Praktik itu diikuti oleh para sahabat Nabi SAW dan Khalifah Umar bin Khattab.

Tak lama setelah Nabi SAW wafat, Khalifah Umar bin Khattab (635-645 M) memutuskan untuk membuat dokumen tertulis mengenai wakafnya di Khaibar, dia mengundang beberapa sahabat untuk menyaksikan penulisan dokumen tersebut. Wakaf itu kemudian dikenal sebagai wakaf keluarga.

Pada adab kedua Hijriah, umat Islam mulai mengenal wakaf tunai atau wakaf uang. Imam Az-Zuhri (wafat 124 H) merupakan salah seorang ulama terkemuka dan peletak dasar tadwin al-hadits  yang memfatwakan bolehnya wakaf dinar dan dirham untuk pembangunan sarana dakwah, sosial, dan pendidikan umat Islam.

Pada zaman kepemimpinan Salahudin Al-Ayyubi, di Mesir sudah berkembang wakaf uang. Hasilnya, digunakan untuk membiayai pembangunan negara serta membangun masjid, sekolah, rumah sakit,  serta tempat-tempat penginapan. Di era kejayaan Islam, wakaf menjadi salah satu pilar kekuatan ekonomi dinasti-dinasti Islam.  Bermodal pengelolaan harta wakaf yang profesional, dinasti-dinasti Islam mampu menyejahterakan rakyatnya.

Pada zaman keemasan Islam, wakaf tak hanya dikelola dan didistribusikan untuk orang-orang fakir dan miskin saja, tetapi menjadi modal untuk membangun lembaga pendidikan, membangun perpustakaan  dan membayar gaji para stafnya, mengaji para guru dan beasiswa untuk para siswa dan mahasiswa.

Rumah sakit pun dibangun di berbagai kota dengan dana wakaf. Semua biaya operasional rumah sakit ditanggung dari dana wakaf.  Gaji dokter, perawat, hingga obat-obatan ditanggung dana wakaf. Sehingga, rakyat miskin sekalipun bisa mendapatkan pelayanan kesehatan yang prima secara cuma-cuma. (Republika)

Bank Syariah Kepincut Kelola Penuh Dana Setoran Awal Haji



Bandung - Bank Indonesia (BI) menyambut baik gagasan mengharuskan setoran awal haji senilai Rp 25 juta per jamaah wajib disetor ke bank syariah. Upaya ini bisa mendongkrak aset bank syariah yang saat ini masih kecil. Selain itu, bank syariah juga terkesan kepincut mengelola dana umat yang besar itu.

Direktur Eksekutif Departemen Perbankan Syariah (DPS) BI Edy Setiadi mengatakan jika gagasan ini berjalan, aset bank syariah yang saat ini sekitar 4 persen dari total asset perbankan nasional bisa naik menjadi 10 persen. "Selain itu bank syariah sendiri juga sangat tertarik untuk mengelolanya," ucap dia dalam diskusi perbankan syariah di Bandung (7/7).

Edy mengatakan ketertarikan bank syariah untuk mengelola penuh dana setoran awal haji ini cukup mencolok. Dia mencontohkan, ketika beberapa waktu lalu Kementerian Agama (Kemenag) menarik besar-besaran dana haji yang tersimpan di bank syariah, dan bank umum, pimpinan bank gelisah. Karena uang yang ditarik mencapai triliunan rupiah. "Bahkan petinggi bank syariah ini sampai lapor ke presiden juga," kata dia. Akhirnya upaya penarikan dijalankan secara bertahap.

Seperti diketahui, saat ini Kemenag memang rajin menarik dana setoran awal yang tersimpan di sejumlah bank. Bahkan yang ditarik bukan hanya uang jamaah saja, tetapi uang talangan dari bank juga ikut-ikutan ditarik.

Edy mengatakan, saat ini sudah banyak bank umum maupun syariah yang menalangi biaya haji. Misalnya calon jamaah cukup setor Rp 5 juta, sisanya ditalangi dulu oleh bank. Upaya ini cukup laku, karena calon jamaah mengejar kepastian mendapatkan kursi disaat antrean haji yang semakin panjang.

Kemenag rajin menarik dana jamaah ini untuk dipindah dalam bentuk sukuk atau obligasi (surat berharga) yang diterbitkan pemerintah atau negara. Edy sendiri masih memiliki tanda tanya besar kenapa Kemenag memindahkan dana haji ke dalam bentuk sukuk.

Kemenag melontarkan alasan jika penarikan ke sukuk itu demi keamanan. Jika disimpan di bank dalam bentuk deposito atau sejenisnya, dana jaminan jika sewaktu-waktu bank kolaps maksimal hanya Rp 2 miliar.

Edy mengatakan alasan keamanan ini cukup menimbulkan pertanyaan besar. "Bank itu tingkat skuritinya cukup kuat," katanya. Apalagi, dia mengatakan banyak perusahaan-perusahaan besar, baik plat merah maupun swasta yang menaruh dana besarnya di bank.

Dari kondisi ini, kenapa yang muncul ketakukan hanya di Kemenag saja" Sehingga dana haji disimpan sebesar-besarnya ke bentuk sukuk. "Saya beri contoh uang atau kekayaan Garuda dan Pertamina itu disimpan di bank. Mereka tidak takut," katanya.

Alasan Kemenag memindah dana setoran awal haji dalam bentuk sukuk berikutnya adalah terkait bunga simpanan. Berkali-kali Menag Suryadharma Ali mengatakan jika bunga simpanan di sukuk lebih tinggi dari deposito. "Jika simpanannya besar, bunga deposito itu juga bisa ditawar sehingga bisa besar juga," ucapnya.

Menurut Edy, pengalihan dana setoran awal haji ke sukuk itu bermanfaat jika oleh pengelola sukuk dijadikan sumber pembiayaan proyek-proyek negara yang produktif. Misalnya untuk membangun jalan atau bahkan mendanai megaproyek jembatan selat Sunda yang menghubungkan pulau Jawa dengan Sumatera.

Sebaliknya, penyimpanan dana setoran awal haji itu kurang bermanfaat jika oleh penerbit sukuk dijadikan sebagai biaya gaji PNS. "Gaji PNS itu bukan pembiayaan produktif. Tetapi gaji itu konsumtif, karena banyak dibelanjakan," katanya.

Sayangnya, Edy mengatakan penggunakan dana yang disimpan dalam bentuk sukuk itu menjadi wewenang penerbit sukuk. Dalam hal ini sukuk diterbitkan oleh Kemenkeu. Dia mengaku tidak tahu penggunaan dana hasil pembelian sukuk dana setoran awal haji ini digunakan untuk apa saja. Meskipun begitu, potensi dana tersebut digunakan untuk menalangi gaji PNS cukup besar. (wan/jpnn)