Tulisan Berjalan

SUKSES KOMUNITAS MAJU JOS, AKHIRNYA BIMBINGAN DIGITAL MARKETING SECARA GRATIS TANPA BATAS TELAH MEMBERI MANFAAT BESAR

Sabtu, 02 Juni 2012

Adab Menasihati (bagian ke-2)




Kirim Print
Ilustrasi (inet)
Menasihati Secara Rahasia
Untuk menjaga hati dan perasaan, banyak orang menyampaikan nasihat dengan cara langsung ke personal orangnya ataupun dengan cara sembunyi-sembunyi. Sejatinya, nasihat dan celaan itu bedanya sangat tipis. Nasihat diberikan secara rahasia, sedangkan celaan disampaikan secara terang-terangan. Fudhail bin ‘Iyadh rahimahumullah berkata: “Seorang mukmin menjaga rahasia dan memberi nasihat. Seorang fajir membongkar rahasia dan mencela”.(Al Farqu Baynan Nashiah Wat Ta’yir)
Perkataan Fudhail bin Iyad dibenarkan dan diperkuat oleh perkataan Ibnu Rajab:
Apa yang diucapkan oleh Fudhail ini merupakan tanda-tanda nasihat. Sesungguhnya nasihat digandeng dengan rahasia. Sedangkan celaan digandeng dengan terang-terangan.” (Al Farqu Baynan Nashiah Wat Ta’yir)
Al-Imam Ibnu Hibban rahimahullah (wafat tahun 354 H) berkata: “Nasihat itu merupakan kewajiban manusia semuanya, sebagaimana telah kami sebutkan sebelum ini, tetapi dalam teknik penyampaiannya haruslah dengan secara rahasia, tidak boleh tidak, karena barangsiapa yang menasihati saudaranya di hadapan orang lain, maka berarti dia telah mencelanya, dan barangsiapa yang menasihatinya secara rahasia, maka berarti dia telah memperbaikinya. Sesungguhnya penyampaian dengan penuh perhatian kepada saudaranya sesama muslim adalah kritik yang membangun, lebih besar kemungkinannya untuk diterima dibandingkan penyampaian dengan maksud mencelanya.”
Dari pendapat di atas jelaslah hendaknya kritik atau nasihat disampaikan dengan cara yang baik dan tidak melukai perasaan dengan cara mengungkapkannya langsung secara personal tidak di hadapan forum atau untuk kehati-hatian hendaknya dilakukan dengan secara sembunyi-sembunyi.
Kemudian Al-Imam Ibnu Hibban rahimahullah menyebutkan dengan sanadnya sampai kepada Sufyan, ia berkata: “Saya berkata kepada Mis’ar, “Apakah engkau suka apabila ada orang lain memberitahumu akan kekurangan-kekuranganmu?” Maka ia berkata, “Apabila yang datang adalah orang yang memberitahukan kekurangan-kekuranganku dengan cara menjelek-jelekkanku, maka saya tidak senang, tetapi apabila yang datang kepadaku adalah seorang pemberi nasihat, maka saya senang.”
Kemudian Imam Ibnu Hibban berkata bahwa Muhammad bin Said Al-Qazzaz telah memberitahukan kepada kami, Muhammad bin Manshur telah menceritakan kepada kami, Ali Ibnul Madini telah menceritakan kepadaku, dari Sufyan, ia berkata: Thalhah datang menemui Abdul Jabbar bin Wail, dan di situ banyak terdapat orang, maka ia berbicara dengan Abdul Jabbar menyampaikan sesuatu dengan rahasia, kemudian setelah itu beliau pergi. Maka Abdul Jabbar bin Wail berkata, “Apakah kalian tahu apa yang ia katakan tadi kepadaku? Ia berkata, ‘Saya melihatmu ketika engkau sedang shalat kemarin sempat melirik ke arah lain’.”
Abu Hatim (Imam Ibnu Hibban) rahimahullah berkata:”Nasihat apabila dilaksanakan seperti apa yang telah kami sebutkan, akan melanggengkan kasih sayang, dan menyebabkan terealisasinya hak ukhuwah.” (Raudhatul ‘Uqala wa Nuzhatul Fudhala, hal. 328-329)
Al Imam Abu Muhammad Ali bin Ahmad bin Said Ibnu Hazm rahimahullah (wafat tahun 456 H) berkata:”Maka wajib atas seseorang untuk selalu memberi nasihat, baik yang diberi nasihat itu suka ataupun benci, tersinggung atau tidak tersinggung. Apabila engkau memberi nasihat, maka nasihatilah secara rahasia, jangan di hadapan orang lain, dan cukup dengan memberi isyarat tanpa terus terang secara langsung, kecuali apabila orang yang dinasihati tidak memahami isyaratmu, maka harus secara terus terang. jika engkau melampaui adab-adab tadi, maka engkau orang yang zhalim, bukan pemberi nasihat, dan gila ketaatan serta gila kekuasaan, bukan pemberi amanat dan pelaksana hak ukhuwah. Ini bukanlah termasuk hukum akal dan hukum persahabatan, melainkan hukum rimba, seperti  seorang penguasa dengan rakyatnya, dan tuan dengan hamba sahayanya.” (Al Akhlak wa As Siyar fi Mudaawaati An Nufus, hal. 45)
Dan orang-orang salaf membenci amar ma’ruf nahi munkar secara terang-terangan, mereka suka kalau dilakukan secara rahasia antara yang menasihati dengan yang dinasihati, dan ini merupakan ciri nasihat yang murni dan ikhlas karena si penasehat tidak mempunyai tujuan untuk menyebarluaskan aib-aib orang yang dinasihatinya, ia hanya mempunyai tujuan menghilangkan kesalahan yang dilakukannya. Sedangkan menyebarluaskan dan menampakkan aib-aib orang lain, maka hal tersebut termasuk yang diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya.
Allah berfirman: Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar (berita) perbuatan keji itu tersiar di kalangan orang-orang yang beriman, bagi mereka azab yang pedih di dunia dan di akhirat. Dan Allah mengetahui, sedang kalian tidak mengetahui.” (Surat An-Nuur: 19)
Ada sebuah syair yang dinisbahkan kepada Imam Syafi’i rahimahullah (204 H), syair itu berbunyi:
“Hendaklah engkau sengaja mendatangiku untuk memberi nasihat ketika aku sendirian
Hindarilah memberikan nasihat kepadaku di tengah khalayak ramai
Karena sesungguhnya memberi nasihat di hadapan banyak orang
Sama saja dengan memburuk-burukkan, saya tidak suka mendengarnya
Jika engkau menyalahi saya dan tidak mengikuti ucapanku
Maka janganlah engkau kaget apabila nasihatmu tidak ditaati.” (Diwan Asy Syafi’i, hal. 56)
Syeikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin hafizhahullah berkata:
“Perlu diketahui bahwa nasihat itu adalah pembicaraan yang dilakukan secara rahasia antaramu dengannya, karena apabila engkau menasihatinya secara rahasia dengan empat mata, maka sangat membekas pada dirinya, dan dia tahu bahwa engkau pemberi nasihat, tetapi apabila engkau bicarakan dia di hadapan orang banyak, maka besar kemungkinan bangkit kesombongannya yang menyebabkan ia berbuat dosa dengan tidak menerima nasihat, dan mungkin pula ia menyangka bahwa engkau hanya ingin balas dendam dan mendiskreditkannya serta untuk menjatuhkan kedudukannya di mata manusia sehingga ia tidak menerima isi nasihat tersebut. Tetapi apabila dilakukan secara rahasia antara kamu dan dia berdua, maka nasihatmu itu amat berarti baginya, dan dia akan menerima darimu.” (Syarah Riyadhus Shalihin, juz 4 hal. 483)
Seorang pemberi nasihat wajib menunaikan hak saudaranya seiman yang memang wajib untuk ia tunaikan. Sehingga ia mendapatkan pahala dari nasihat yang ia berikan untuk saudaranya. Adapun celaan, mengoyak hak-hak hamba Allah, memecah belah persatuan serta merusak agama mereka. Lebih jauh lagi dia berdosa di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala sebagai balasan atas perbuatannya yang menyakiti hamba-hamba Allah dengan cara menyebarkan gangguan dan kekejian di tengah mereka. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman:
“Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar (berita) perbuatan yang amat keji itu tersiar di kalangan orang-orang yang beriman, bagi mereka azab yang pedih di dunia dan di akhirat. dan Allah mengetahui, sedang, kamu tidak mengetahui.” (QS. An-Nuur: 19)
Allahu’alam bisshawab.


Sumber: http://www.dakwatuna.com/2012/06/20840/adab-menasihati-bagian-ke-2/#ixzz1wczbWWI4

Kamis, 31 Mei 2012

Merajut Persaudaraan Dalam Memahami Perbedaan


Allah berfirman,
“Dan jikalau Tuhanmu menghendaki, niscaya Dia jadikan manusia umat yang satu, tetapi mereka senantiasa berselisih pendapat. Kecuali mereka yang diberi rahmat oleh Rabmu. Dan itulah mereka menciptakan mereka”,
(QS.Hud;118-119)

Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah Rasulullah mengimformasikan bahwa orang Yahudi terpecah menjadi 71 atau 72 golongan, dan orang Nasrani terpecah menjadi 71 atau 72 golongan. Dan umatku akan terpecah menjadi 73 golongan.
(HR.Tirmidzi, abu Daud dan Ahmad).

Perbedaan tidak semuanya tercela, karena seperti itu sudah ada sejak zaman Rasulullah. Diriwayatkan oleh Abu Said Al-Khudri, ada dua orang sahabat yang shalat dengan menggunakan tayamum. Ketika mereka mendapatkan air, salah seorang mereka mengulangi shalatnya. Dan Rasulullah mengatakan kepadanya bagimu dua pahala, dan kepada yang tidak mengulangi shalatnya dikatakan, “Engkau telah melakkukan sunah”.
(HR. Abu Daud dan Nasa’i).

Ada beberapa sebab mereka berbeda pendapat diantaranya karena tidak sama dalam mendengar hadits dari Nabi. Juga terkadang perbedaan persepsi tentang satu masalah. Atau perselisihan karena lupa atau berbeda dalam memandang ilat (sebab) dari hadits.

Ikhtilaf dapat diklasifikasikan dalam dua bagian yaitu; pertama, Ikhtilaf (perbedaan) yang dibenci. Seperti Ikhtilafnya orang Yahudi dan Nasrani, atau perbedaan yang didasari oleh hawa nafsu.
Allah berfirman:
“Janganlah kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah, yaitu orang-orang yang memecah belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan. Tiap-tiap golongan membanggakan dengan apa yang ada pada golongan mereka.
(QS.Ar-Rum;31-32).
 Ada juga perbedaan yang salah satu pihaknya dicela dan pihak yang lain dipuji (karena benarnya) seperti perpecahan umat menjadi 73 golongan, kesemuanya di neraka kecuali satu. Yaitu orang-orang yang berada di atas jalan seperti jalan saya saat ini beserta para sahabatku, dalam riwayaat lain mereka adalah jamaah.
(HR.Tirmidzi, abu Daud dan Ahmad).

Kedua; ikhtilaf yang dibolehkan, yaitu perbedaan antara dua orang yang berijtihad dalam masalah yang boleh diijtihadkan. Dari Amr bin Al-Ash, Rasulullah bersabda, “Apabila dua hakim mengadili dan mereka berijtihad jika dia benar maka akan mendapatkan dua pahala. Apabila dia salah maka mendapat satu pahala”.
(HR.Bukhari).

namun ijtihad tidak dibolehkan kecuali pada masalah yang tidak ada Nash atau dalil yang pasti. Atau pada masalah yang bukan sudah menjadi kesepakatan. Atau pada dalil yang mengandung beberapa kemungkinan penafsiran. Dan methode dalam berijtihad harus sesuai dengan methode Ahlussunnah. Termasuk yang diperbolehkan juga adalah ikhtilaf Tanawwu’ (perbedaan jenis/ macam) seperti perbedaan Qiraat dalam Al-Qur’an dan lainnya.

Agar perbedaan yang dibolehkan seperti di atas tidak menimbulkan perpecahan yang dibenci oleh Allah, maka ada beberapa adab yang perlu dipahami dalam mensikapi perbedaan diantaranya;
  1. Menyadari bahwa perbedaan dalam masalah yang tidak prinsipil merupakan sunnatullah, bahkan menjadi karakteristik dari agama ini dijadikan mudah oleh Allah, sebagaimana firman-Nya, “Dia (Allah) sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu yang memberatkan”.(QS.Al-Haj;78)
  2. Menerima kebenaran yang datang dari orang lain, Allah berfirman, “Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu, sebab itu jangan sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang ragu”. (QS.Al-Baqarah;147)
  3. Lapang dada dalam menerima masukan dan kritikan yang benar dari siapapun. Menolak kritikan dari orang lain yang baik, merupakan sebuah kesombongan, (HR.Muslim )
  4. Mendiskusikan suatu masalah dengan adab yang benar, seperti memilih kata yang sopan, Allah berfirman, “Dan ucapkan kata yang baik kepada manusia”, (QS.Al-Baqarah; 83), dan tujuan dalam diskusi untuk mencari kebenaran, bukan untuk saling menjatuhkan apalagi sekedar mengadu urat leher.
  5. Mencari jalan keluar yang terbaik lewat syura, Allah berfirman, “Dan bermusyawarahlah dengan mereka pada urusan itu” (QS.Ali Imran; 159). Dan menghindari perdebatan yang tidak bermanfaat. Rasulullah bersabda, “Saya adalah pemimpin di sebuah rumah di pelataran surga bagi mereka yang meninggalkan perdebatan meskipun dia benar”. (HR.Abu Daud).  Ibnu Abdil Baar menyebutkan dari Zakaria bin Yahya, bahwa Abdullah bin Hasan berkata, “Perdebatan akan merusak persahabatan yang lama, dan mencerai beraikan ikatan persaudaraan yang kuat, minimal akan menjadikan Mughalabah (keinginan untuk saling menjatuhkan dan mengalahkan), dan itulah yang penyebab yang terkuat putusnya ikatan persaudaraan”, (Mukhtashar Jami’ Bayan Ilmi hal.278).

Ibnu Abbas memberikan contoh yang sangat indah dalam mensikapi perbedaan seperti yang diceritakan oelh Imam Bukahari dan Mudlim dari Hushain bin Abdurrahman beliau berkata.
“Saya berada di tempat Said bin Jubair, lalu dia berkata, “Siapakah diantara kalian yang melihat bintang jatuh tadi malam?, saya menjawab, “Saya, tetapi ketahuilah saya tidak dalam keadaan shalat, saya disengat binatang berbisa. Said bertanya apa yang kamu lakukan? Saya menjawab, “Saya melakukan Ruqyah”, Said bertanya; apakah dalil yang  membawamu untuk melakukan  itu?”, Saya menjawab, “Sebuah hadits yang diceritakan oleh Sya’bi dari Buraidah bin Al-Husain bahwasanya nabi bersabda, “Tidak boleh melakukan ruqyah kecualii dari penyakit yang ditimbulkan oleh pandangan mata ('ain), dan dari racun binatang berbisa.

Dia berkata; Sungguh bagus orang yang berpedoman dengan hadits yang dia dengar, tetapi Ibnu Abbas menceritakan kepada kami bahwa,”

Di sini Ibnu Abbas tidak memaki Hushain yang berbeda dengannya, bahkan menganggapnya baik karena berpatokan pada hadits yang shahih.

Rabu, 30 Mei 2012

Menyembunyikan Tangisan



Ini adalah bab yang sangat bermanfaat sekali –dengan izin Allah- karena ia menyelamatkan seseorang dari penyakit riya` yang merupakan pembatal amalan yang dilakukan pada saat itu, dan juga meyelamatkan seseorang dari sifat ujub (merasa bangga dengan diri sendiri) yang bisa menyeret pelakunya pada sifat sombong.
Selamatnya agama seseorang tidak bisa diganti dengan apapun  (artinya tidak ada yang lebih berharga dari seleamatnya agama – amalan) .
Abu Wahab al-Marwazi berkata, “Aku pernah menanyakan tentang penyakit ujub kepada Ibnul Mubarak? Ia pun menjawab, “Ujub itu adalah engkau melihat pada dirimu ada sesuatu yang tidak dimiliki orang lain. aku tidak mengetahui sesuatu yang paling buruk bagi kaum muslimin selain sifat 'ujub.”

Oleh karena itu sangat besar sekali pahala menyembunyikan sebagian amal-amal shalih.

Berusahalah untuk menyembunyikan tangisan anda dengan semampunya. Jika anda tidak mampu, maka jangan sampai anda lupa membaca doa,
Ya Allah, aku berlindung kepadaMu dari menyekutukan-Mu dengan sesuatu pun, sementara aku mengetahuinya. Dan aku memohon ampunan-Mu dari perbuatan syirik yang tidak aku sadari.[1].

Abu Hurairah RA meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW telah bersabda, “Tujuh golongan manusia yang akan mendapatkan naungan Allah pada hari tidak ada naungan, kecuali naunganNya.” Di dalamnya disebutkan, “Dan laki-laki yang menyendiri mengingat Allah, kemudian air matanya bercucuran.” (Muttafaq ‘Alaih).

Kahmas ibn al-Hasan menuturkan bahwa ada seorang laki-laki yang menghela nafas di sisi Umar ibn al-Khaththab, seakan-akan hendak menarik perhatian orang, maka Umar memukulnya.

Al-‘Amasyi bercerita, “Hudzaifah RA menangis di dalam shalatnya. Setelah selesai shalat, ia menoleh ke belakang ternyata ia melihat seorang laki-laki di belakangnya. Maka Hudzaifah berkata, ‘Jangan sekali-kali, kamu beritahu siapapun tentang apa yang kamu saksikan tadi.’”

Abdullah ibn Hubaib ibn Abi Tsabit berkata, “Suatu ketika aku melihat Muhammad ibn Ka’ab al-Quradzi bercerita. Lalu seorang laki-laki menangis (mendengar kisahnya), maka Muhammad pun memutuskan ceritanya seraya berkata, “Siapakah yang menangis?” Orang-orang yang hadir menjawab, “Hamba sahaya yang telah dimerdekakan oleh si fulan.” Seakan-akan Muhammad membenci perbuatan itu.”

Abu Ma’syar berkata, “Pernah suatu ketika Muhammad ibn Ka’ab bercerita, sementara air matanya bercucuran di kedua pipinya. Apabila dia mendengar orang yang menangis, ia menghardiknya seraya berkata, “Apa-apaan ini?”

Berikut ini adalah beberapa kisah Ayyub ibn Abi Tamimah as-Sikhtiyani yang menjelaskan kegigihan beliau  dalam menyembunyikan tangisannya.

Hammad ibn Zaid berkata, “Pada suatu kesempatan Ayyub as-Sikhtiyani menangis, lalu ia menyumbat hidungnya seraya berkata, “Alangkah dahsyatnya pilek ini!”

Pada kesempatan yang lain dia menangis, maka ia pun menyembunyikan tangisannya dengan berkata, “Orang yang sudah tua jika sudah lanjut usia bibirnya akan jatuh (memble, tidak bisa menutup rapat. Maksudnya, Ayyub mengatakan ini untuk menyembunyikan tangisannya, karena biasanya kalau sedang menangis bibir tidak bisa menutup rapat)”

Hammad menceritakan, “Suatu hari Ayyub mengingat sesuatu, maka diapun sedih, lalu ia berpaling seakan-akan dia mengeluarkan ingus.”
Abdurman ibn Muslim menuturkan, “Pada suatu kesempatan Ayyub menangis dan ia tidak dapat menahan tangisannya, lalu ia pun berdiri dan pergi.”

Bustham ibn Huraits berkata, “Suatu ketika Ayyub sangat sedih (peka), yang diikuti kemudian dengan cucuran air mata. Dia ingin menyembunyikan itu dari sahabat-sahabatnya. Maka ia memegang hidungnya seakan-akan dia sedang terserang flu. Namun bila ia takut, tak dapat menguasai tangisannya, ia pun berdiri (dan meninggalkan sahabat-sahabatnya).

Pada suatu hari al-Hasan menyampaikan hadits atau memberikan wejangan. Tiba-tiba seorang laki-laki menangis sesenggukan,. Maka al-Hasan berkata, “Jika tangisanmu itu ikhlas karena Allah, maka engkau telah memerangi nafsumu. Namun jika bukan karena Allah, maka engkau akan binasa.”

Ar-Rabi’ ibn Shabih berkata, “Pada suatu hari al-Hasan memberikan nasihat. Tiba-tiba seorang laki-laki menangis segugukan,. Maka al-Hasan berkata, “Niscaya Allah akan bertanya kepadamu pada hari kiamat kelak, ‘Apa yang kamu inginkan dari tangisanmu?’”
Harim ibn Sufyan berkata, “Suatu ketika Manshur ibn al-Mu’tamir meriwayatkan hadits kepada kami. Sebelum berdiri, ia selalu mengusap air matanya.”

Hammad ibn Zaid bercerita, “Suatu saat Tsabit al-Bunnani datang membesuk Muhammad ibn Wasi’. Kemudian Yahya al-Bakka` mengucapkan salam kepada Tsabit. Lalu Tsabit bertanya, “Siapakah anda?” Laki-laki menjawab, “Saya Abu Muslim, saya Yahya.” Tsabit berkata, “Siapakah Abu Muslim itu?”orang-orang menjawab, “Dia adalah Yahya al-Bakka`.” Tsabit malah berkata, “Sesungguhnya Hari kalian yang paling naas adalah hari di mana kalian mengetahui tangisan dan kalian nisbahkan itu pada sosok Yahya.”

Al-Hasan bin al-Rabi' berkata: "Ibnul Mubarak jika sedang peka (menangis), dan khawatir hal itu diketahui, maka ia berdiri (pergi) atau mengganti topik pembicaraan."

Ma’mar berkata, “Seorang laki-laki menangis di samping al-Hasan. Maka al-Hasan berkata menyindir, “Adaseseorang yang menangis di samping saudaranya, sedangkan saudaranya tidak tahu.”

Muhammad ibn Washi’ bercerita, “Aku telah mendapati banyak orang , ada yang kepalanya dengan kepala istrinya berada pada satu bantal, sisi bantal yang menahan kepalanya basah karena tangisan, sementara itu istrinya tak mengetahui apa yang terjadi?”

Aku pernah menemukan para tokoh. Salah seorang di antara mereka, berdiri di tengah-tengah shaf. Setelah itu air matanya mengaliri pipinya. Sementara orang yang berada di sampingnya tidak mengetahui akan hal itu!!!”

Saya (penulis) katakan: "Hal seperti ini atau yang semisalnya, bisa jadi yang dimaksud adalah diri mereka sendiri, atau orang yang menyampaikan hadis untuk dirinya. Mereka menceritakan hal itu dari orang lain padahal sebenarnya adalah mereka sendiri, hal ini sebagai cara untuk merahasiakannya, WaAllahu ‘Alam.

Hisan ibn Abi Sinan menghadiri majlis Malik ibn Dinar. Apabila Malik berbicara, Hisan menangis sampai apa yang ada di hadapannya menjadi basah, tetapi suara tangisannya nyaris tak terdengar.”

Ishaq ibn Khalaf berkata, “Amr ibn al-Qais, jika ia menangis, ia akan menghadapkan wajahnya ke tembok dan berkata kepada teman-temannya, “Ini hanyalah flu.”

Dari penjelasan yang telah lewat, jelaslah bagi anda bahwa sangat dianjurkan sekali bagi seseorang untuk menyembunyikan tangisan, dan rasa iba dengan semampunya. Sebaliknya ia juga harus berbaik sangka dengan orang yang tampak menangis dan menampakkan kesedihannya. Makhul berkata, “Aku melihat seorang laki-laki sedang shalat. Setiap kali dia ruku’ dan sujud, ia menangis, sehingga aku menyangka dia telah riya` dengan tangisannya, karena itu akupun tidak menangis selama setahun.”

Selesai sudah maksud yang terdapat dalam lembaran-lembaran ini. Pembahasan selanjutnya adalah (Ayat yang paling memberi harapan dan paling menakutkan dalam kitabullah).



[1]HR. al-Bukhari dalam al-Adab al-Mufrad, Abu Ya’la dan adh-Dhiya’ dalam al-Mukhtar.

70.000 Orang Masuk Surga Tanpa Hisab


Harapan, musibah dan ajal.
Manusia memiliki harapan dan keinginan untuk memperoleh segala fasilitas kehidupan dunia yang mempesona dan kenikmatannya yang menggoda, karena Allah telah menjadikan dunia ini dengan segala isinya sebagai hiasan indah yang menarik hati manusia yang memandangnya. Allah berfirman:
(إِنَّا جَعَلْنَا مَاعَلَى اْلأَرْضِ زِينَةً لَّهَا لِنَبْلُوَهُمْ أَيُّهُمْ أَحْسَنُ عَمَلاً ) الكهف:7
Sesungguhnya Kami telah menjadikan apa yang ada di bumi sebagai perhiasan baginya, agar Kami menguji mereka siapakah diantara mereka yang terbaik perbuatannya. (QS. 18:7)
Rasulullah saw bahkan memperumpakan dunia dengan buah-buahan yang manis dan dedaunan yang hijau, beliau bersabda:
( إن الدنيا حلوة خضرة وإن الله مستخلفكم فيها فينظر كيف تعملون) رواه مسلم
“Sesungguhnya dunia ini manis dan hijau dan sesungguhnya Allah menjadikan kalian khalifah-Nya di dunia ini lalu Ia akan melihat bagaimana kalian beramal”
Harapan dan keinginan manusia untuk meraih keindahan dunia karena itu merupakan fitrahnya yang diakui oleh Allah. Allah berfirman:
(زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَاْلأَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ذَلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَاللهُ عِندَهُ حُسْنُ الْمَئَابِ) العمران : 14
Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia; dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga). (QS. 3:14)
Memang tidak ada menusia yang tidak memiliki harapan dan angan-angan untuk meraih kenikmatan dunia, siapa manusia yang tidak mencintai wanita?, siapa manusia yang tidak mencintai anak-anak sebagai buah hatinya?, siapa manusia yang tidak mencintai harta sebagai sarana penunjang kehidupannya?, hanya orang-orang yang tidak mengertilah yang mengharamkan atas dirinya keindahan dunia ini, karena itu Allah mencela mereka yang bersikap seperti ini, Ia berfirman:
(قُلْ مَنْ حَرَّمَ زِينَةَ اللهِ الَّتِى أَخْرَجَ لِعِبَادِهِ وَالطَّيِّبَاتِ مِنَ الرِّزْقِ قُلْ هِيَ لِلَّذِينَ ءَامَنُوا فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا خَالِصَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ كَذَلِكَ نُفَصِّلُ اْلأَيَاتِ لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ) الأعراف:32
Katakanlah:"Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah di keluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya dan (siapa pulakah yang mengharamkan) rezki yang baik". Katakanlah:"Semuanya itu (disediakan) bagi orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia, khusus (untuk mereka saja) di hari kiamat. Demikianlah Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi orang-orang yang mengetahui. (QS. 7:32)
Itulah keagungan Islam, agama yang menyatukan antara dunia dan akhirat, karena ia diturunkan oleh sang pencipta manusia yang mengetahui akan ciptaaan-Nya.
Sesungguhnya keindahan dunia ini hanyalah ujian dari Allah, Ia ingin melihat siapakah diantara mereka yang terbaik amalnya dan yang terburuk.
Manusia yang terbaik amalnya adalah yang memahami tentang hakikat kehidupan ini, ia mengerti dunia adalah negeri yang fana tidak kekal, tepat beramal, arena memperbanyak amal baik sebelum ajal tiba dan akhirat adalah tempat yang kekal abadi, saat mendapatkan balasan amal di dunia.
Manusia yang memahami hakikat ini akan menjadikan semua fasilitas kehidupan yang dianugrahkan Allah sebagai bekal untuk akhirat, keindahan dunia tidak dijadikannya sebagai tujuan akhir tetapi sarana menuju tempat yang lebih baik dan abadi, ia hidup di dunia ini seperti orang asing yang tinggal di negeri nan jauh dari negerinya, ia sangat merindukan kampung halamannya dan akan kembali pada suatu hari nanti, tak pernah ia membayangkan untuk hidup membina keluarga di negeri orang lain, tetapi hasil kerja kerasnya yang telah ia curahkan ia tabung untuk kembali ke kampungnya, setiap detik merupakan waktu yang sangat berharga untuk menanam amal di ladang dunia karena ia sadar ajal tidak pernah memberitahukan kapan akan datang, karena ia berada di dalam lingkarannya. Inilah gambaran orang yang terbaik amalnya di dunia yang kelak akan mendapatkan balasan yang baik pula.
Rasulullah saw pernah suatu hari memegang pundak putra Umar bin Khattab ra lalu beliau berpesan:
(كن في الدنيا كأنك غريب أو عابر سبيل)
“Jadilah di dunia ini seperti orang asing atau orang yang sedang melewati jalan”
Jadilah di dunia seperti orang asing yang hanya sesaat tinggal di negeri orang lain dan pada suatu saat ia akan kembali ke kampung halamannya atau jadilah di dunia seperti orang yang sedang melewati jalan yang tidak akan tergiur oleh godaan yang akan menghambat perjalannya karena perjalanan yang ia tempuh masih jauh dan panjang. Kalaupun ia berhenti di tengah perjalanannya, ia akan berhenti hanya sesaat untuk menghilangkan keletihannya dan menambah bekalnya setelah itu iapun berangkat kembali meneruskan perjalannya.
Rasulullah saw pernah menggambarkan dirinya dengan dunia ini seperti orang yang sedang berteduh di bawah pohon dalam sebuah perjalanan untuk menghilangkan rasa lelah yang dirasakan dan untuk berlindung dari terik panasnya matahari di bawah rindangnya dedaunan lalu beliau berangkat kembali meneruskan perjalannya setelah ia merasa segar kembali.
Bagi orang yang hatinya tertutup untuk mengerti tentang arti kehidupan ini, ia akan berangan-angan panjang, bercita-cita tinggi dan berharap yang besar untuk meraih seluruh keindahan dunia. Setiap kali ia memperoleh satu kenikmatan, ia ingin memperoleh yang lainnya dan tiap kali ia mendapatkannya ia berharap mendapatkan yang lainnya, hatinya tidak pernah puas dengan satu kenikmatan tetapi terus berusaha mendapatkan yang lebih besar dari yang telah ia miliki.
(لو كان لابن آدم واد من مال لابتغى إليه ثانيا، ولو كان له واديان لابتغى لهما ثالثا ولا يملأ جوف ابن أدم إلا التراب ويتوب الله على من تاب) رواه الشيخان
“Seandainya manusia memiliki harta sebanyak satu telaga ia ingi memiliki dua telaga dan seandainya ia memiliki dua telaga ia ingin memiliki tiga telaga perut manusia hanyalah diisi dengan debu dan Allah akan menerima taubat manusia yang bertaubat kepada-Nya”
Bagi manusia yang hatinya tertutup untuk mengerti tentang tujuan hidup ini akan menjadikan dunia dengan segala keindahannya yang mempesona sebagai tujuan hidupnya, ia kumpulkan harta sebanyak-banyaknya seakan ia akan hidup selamanya, jika suatu hari Allah menegurnya dengan musibah yang Ia turunkan, iapun merunduk kepada-Nya memohon pertolongan agar dikeluarkan dari musibah ini lalu Allah menyelamatkannya, setelah itu ia lupa akan janjinya saat ia diselimuti oleh musibah, ia kembali terlena dengan dunia dan membangun angan-angan yang tinggi melayang untuk meraih sebanyak mungkin kenikmatannya
(هُوَ الَّذِي يُسَيِّرُكُمْ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ حَتَّى إِذَا كُنتُمْ فِي الْفُلْكِ وَجَرَيْنَ بِهِم بِرِيحٍ طَيِّبَةٍ وَفَرِحُوا بِهَاجَآءَتْهَا رِيحٌ عَاصِفٌ وَجَآءَهُمُ الْمَوْجُ مِن كُلِّ مَكَانٍ وَظَنُّوا أَنَّهُمْ أُحِيطَ بِهِمْ دَعَوُا اللهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ لَئِنْ أَنجَيْتَنَا مِنْ هَذِهِ لَنَكُونَنَّ مِنَ الشَّاكِرِين،َ فَلَمَّآ أَنجَاهُمْ إِذَا هُمْ يَبْغُونَ فِي اْلأَرْضِ بِغَيْرِ الْحَقِّ يَاأَيُّهَا النَّاسُ إِنَّمَا بَغْيُكُمْ عَلَى أَنفُسِكُم مَّتَاعَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا ثُمَّ إِلَيْنَا مَرْجِعُكُمْ فَنُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ) يونس:22-23
Dialah yang menjadikan kamu dapat berjalan di daratan, (berlayar) di lautan. Sehingga apabila kamu berada di dalam bahtera, dan meluncurlah bahtera itu membawa orang-orang yang ada di dalamnya dengan tiupan angin yang baik, dan mereka bergembira karenanya, datanglah angin badai, dan (apabila) gelombang dari segenap penjuru menimpanya, dan mereka yakin bahwa mereka telah terkepung (bahaya), maka mereka berdoa kepada Allah dengan mengikhlaskan keta'atannya kepada-Nya semata-mata. (Mereka berkata):"Sesungguhnya jika Engkau menyelamatkan kami dari bahaya ini, pastilah kami akan termasuk orang-orang yang bersyukur". (QS. 10:22)
Maka tatkala Allah menyelamatkan mereka, tiba-tiba mereka membuat kezaliman di muka bumi tanpa (alasan) yang benar. Hai manusia, sesungguhnya (bencana) kezalimanmu akan menimpa dirimu sendiri; (hasil kezalimanmu) itu hanyalah kenikmatan hidup duniawi, kemudian kepada Kamilah kembalimu, lalu Kami kabarkan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. (QS. 10:23)
Ia tidak sadar bahwa sekalipun ia dapat terhindar dari satu musibah ke musibah yang lain ia tidak akan bisa menghindar dari maut dan ajal yang mengelilinginya, sebelum angan-angannya yang jauh tercapai ajal telah mendahuluinya.
(أَيْنَمَا تَكُونُوا يُدْرِككُّمُ الْمَوْتُ وَلَوْ كُنتُمْ فِي بُرُوجٍ مُشَيَّدَةٍ...)النساء:78
“Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh…”(QS. 4:78) 
Harapan manusia memperoleh kenikmatan dan keindahan dunia memang tidak terlarang dalam Islam bahkan sebaliknya mengingkari kenikmatan dunia ini sampai mengharamkannya sangat dicela oleh Allah, karena Ia telah menundukan dunia dan segala isinya untuk kebaikan hidup manusia. Allah berfirman:
Allah-lah yang telah menciptakan langit dan bumi dan menurunkan air hujan dari langit, kemudian Dia mengeluarkan dengan air hujan itu berbagai buah-buahan menjadi rezki untukmu; dan Dia telah menundukkan bahtera bagimu supaya bahtera itu berlayar di lautan dengan kehendak-Nya, dan Dia telah menundukkan (pula) bagimu sungai-sungai. (QS. 14:32)
dan Dia telah menundukkan (pula) bagimu matahari dan bulan yang terus menerus beredar (dalam orbitnya); dan telah menundukkan bagimu malam dan siang". (QS. 14:33)
Dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dari segala apa yang kamu mohonkan kepadanya.Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah kamu dapat menhinggakannya.Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah). (QS. 14:34)
Betapa banyak kenikmatan dunia yang ia tundukan untuk manusia demi kebaikan hidupnya, semua itu sesungguhnya adalah ujian untuk menyeleksi mana manusia yang memanfaatkan secara baik semua kenikmatan ini dan menjadikannya sebagai sarana untuk kehidupannya yang hakiki dan mana manusia yang terbuai oleh keindahan dunia, terlena oleh kegemerlapan dan manisnya dunia sehingga membuatnya membangun angan-angan yang panjang, harapan yang jauh kedepan dan cita-cita yang melayang untuk meraih semua kenikmatannya, ia lupa akan kampung halamannya yang pasti ia akan kembali ke sana.
Disaat manusia terlena dengan mimpi-mimpinya yang indah hanyalannya yang manis dan angan-angannya yang membuai, tiba-tiba sang maut datang, sang ajal tiba, sang pemutus kenikmatan hadir menghancurkan semua impiannya, mengubur semua angan-angannya, saat itulah ia sadar bahwa apa yang ia lakukan selama ini sia-sia dan ia berharap untuk kembali ke dunia mengulangi kembali perjalan kehidupannya dengan berbuat amal baik.
(حَتَّى إِذَا جَآءَ أَحَدَهُمُ الْمَوْتَ قَالَ رَبِّ ارْجِعُونِ،  لَعَلِّي أَعْمَلُ صَالِحًا فِيمَا تَرَكْتُ كَلآ إِنَّهَا كَلِمَةٌ هُوَ قَآئِلُهَا وَمِن وَرَآئِهِم بَرْزَخٌ إِلَى يَوْمِ يُبْعَثُونَ) المؤمنون:99-100
(Demikianlah keadaan orang-orang kafir itu), hingga apabila datang kematian kepada seorang dari mereka, dia berkata:"Ya Rabbku kembalikanlah aku (ke dunia), (QS. 23:99)
agar aku berbuat amal yang saleh terhadap yang telah aku tinggalkan. Sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkan saja. Dan di hadapan mereka ada dinding sampai hari mereka dibangkitan. (QS. 23:100)
Harapan, musibah dan ajal merupakan rangkaian kehidupan yang dilalui manusia di dunia ini. Manusia berharap dan bercita-cita tinggi dan melayang melewati garis-garis ajal, namun akhirnya sang ajal mendahulinya sebelum harapannya tercapai.
Beramal sebelum datang tujuh perkara
Rasulullah saw pernah bersabda:
(بادروا بالأعمال سبعا، هل تنتظرون إلا فقرا منسيا، أو غنى مطغيا، أو مرضا مفسدا، أو هرما مفندا، أوموتا مجهزا، أو الدجال، فشر غائب ينتظر، أوالساعة، و الساعة أدهى و أمر)رواه الترذي
“Segeralah beramal sebelum datang tujuh perkara; apakah kalian akan menanti sampai datang kemiskinan yang melupakan, atau kaya yang membuat sombong, atau sakit yang merusak kehidupan, atau tua yang melemahkan kekuatan, atau kematian yang menyegerakan, atau datangnya dajjal, makhluk gaib yang paling buruk dinanti, atau datangnya hari kiamat, hari yang sangat dahsyat dan mengerikan” (HR. Turmizi)
Beramal sebelum kemiskinan melilit
Kemiskinan sering membuat orang lupa dengan akhirat, lupa dengan Allah, lupa dengan tujuan hidupnya yang sesungguhnya dan lupa beramal baik untuk masa depannya yang abadi, karena seseorang yang dililit oleh kemiskinan selalu disibukan oleh usahanya mencari makan dan minum untuk menyambung hidupnya, mencari tempat tinggal untuk menaungi dirinya dari siraman hujan dan sengatan terik matahari, mencari pakain untuk menutupi tubuhnya, bahkan karena kemiskinan tanpa keimanan yang kuat dan demi sesuap nasi, seseorang bisa mencuri, merampas harta orang lain seperti yang pernah terjadi pada masa khalifah Umar bin Khatab, seseorang telah mencuri karena miskin, karena miskin seorang wanita yang lemah imannya berani menjual kehormatannya dan karena kemiskianan banyak orang yang terjerumus dalam kekafiran, ia rela menjual agamanya karena tuntutan hidupnya yang sulit sementara ia dijanjikan hidup yang baik dalam agama lain,
karena itulah Rasulullah saw mengatakan: “Kemiskinan hampir menjerumuskan orang dalam kekafiran” dan beliau selalu berlindung kepada Allah dari kekafiran dan kemiskinan.
Kemiskinan memang sangat menyulitkan hidup, namun Allah telah menentukan ada manusia yang kaya dan ada manusia yang miskin sebagai ujian baginya, apakah si kaya bersyukur dengan kekayaannya dan si miskin bersabar dengan kemiskinan. Allah berfirman:
(إِنَّ رَبَّكَ يَبْسُطُ الرِّزْقَ لِمَن يَشَآءُ وَيَقْدِرُ إِنَّهُ كَانَ بِعِبَادِهِ خَبِيرًا بَصِيرًا) الإسراء:30
Sesungguhnya Rabbmu melapangkan rezki kepada siapa yang Dia kehendaki dan menyempitkannya; sesungguhnya Dia Maha Mengetahui lagi Maha melihat akan hambva-hambanya. (QS. 17:30)
Segera beramal sebelum kemiskinan melilit hidup manusia itulah yang dipesankan oleh Rasulullah saw, karena ketika manusia memiliki harta yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, banyak sarana dan kesempatan yang dapat digunakan untuk beramal, harta yang dimiliki bisa dibelanjakan di jalan yang benar dengan bersedekah, membantu orang yang tak punya, membayar zakat, menunaikan ibadah haji dan lain-lain.
Dengan kondisi kehidupan yang layak; memiliki makanan dan minuman, pakaian, tempat tinggal dan sarana transfortasi yang layak, seseorang mampu lebih berkonsentrasi dalam beramal tanpa disibukan dengan pikiran mencari sesuap nasi kecuali bagi orang yang tak pernah merasa cukup dalam hidupnya yang terus mencari dan mencari.

Beramal Selagi Mampu


Harapan, musibah dan ajal.
Manusia memiliki harapan dan keinginan untuk memperoleh segala fasilitas kehidupan dunia yang mempesona dan kenikmatannya yang menggoda, karena Allah telah menjadikan dunia ini dengan segala isinya sebagai hiasan indah yang menarik hati manusia yang memandangnya. Allah berfirman:
(إِنَّا جَعَلْنَا مَاعَلَى اْلأَرْضِ زِينَةً لَّهَا لِنَبْلُوَهُمْ أَيُّهُمْ أَحْسَنُ عَمَلاً ) الكهف:7
Sesungguhnya Kami telah menjadikan apa yang ada di bumi sebagai perhiasan baginya, agar Kami menguji mereka siapakah diantara mereka yang terbaik perbuatannya. (QS. 18:7)
Rasulullah saw bahkan memperumpakan dunia dengan buah-buahan yang manis dan dedaunan yang hijau, beliau bersabda:
( إن الدنيا حلوة خضرة وإن الله مستخلفكم فيها فينظر كيف تعملون) رواه مسلم
“Sesungguhnya dunia ini manis dan hijau dan sesungguhnya Allah menjadikan kalian khalifah-Nya di dunia ini lalu Ia akan melihat bagaimana kalian beramal”
Harapan dan keinginan manusia untuk meraih keindahan dunia karena itu merupakan fitrahnya yang diakui oleh Allah. Allah berfirman:
(زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَاْلأَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ذَلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَاللهُ عِندَهُ حُسْنُ الْمَئَابِ) العمران : 14
Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia; dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga). (QS. 3:14)
Memang tidak ada menusia yang tidak memiliki harapan dan angan-angan untuk meraih kenikmatan dunia, siapa manusia yang tidak mencintai wanita?, siapa manusia yang tidak mencintai anak-anak sebagai buah hatinya?, siapa manusia yang tidak mencintai harta sebagai sarana penunjang kehidupannya?, hanya orang-orang yang tidak mengertilah yang mengharamkan atas dirinya keindahan dunia ini, karena itu Allah mencela mereka yang bersikap seperti ini, Ia berfirman:
(قُلْ مَنْ حَرَّمَ زِينَةَ اللهِ الَّتِى أَخْرَجَ لِعِبَادِهِ وَالطَّيِّبَاتِ مِنَ الرِّزْقِ قُلْ هِيَ لِلَّذِينَ ءَامَنُوا فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا خَالِصَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ كَذَلِكَ نُفَصِّلُ اْلأَيَاتِ لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ) الأعراف:32
Katakanlah:"Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah di keluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya dan (siapa pulakah yang mengharamkan) rezki yang baik". Katakanlah:"Semuanya itu (disediakan) bagi orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia, khusus (untuk mereka saja) di hari kiamat. Demikianlah Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi orang-orang yang mengetahui. (QS. 7:32)
Itulah keagungan Islam, agama yang menyatukan antara dunia dan akhirat, karena ia diturunkan oleh sang pencipta manusia yang mengetahui akan ciptaaan-Nya.
Sesungguhnya keindahan dunia ini hanyalah ujian dari Allah, Ia ingin melihat siapakah diantara mereka yang terbaik amalnya dan yang terburuk.
Manusia yang terbaik amalnya adalah yang memahami tentang hakikat kehidupan ini, ia mengerti dunia adalah negeri yang fana tidak kekal, tepat beramal, arena memperbanyak amal baik sebelum ajal tiba dan akhirat adalah tempat yang kekal abadi, saat mendapatkan balasan amal di dunia.
Manusia yang memahami hakikat ini akan menjadikan semua fasilitas kehidupan yang dianugrahkan Allah sebagai bekal untuk akhirat, keindahan dunia tidak dijadikannya sebagai tujuan akhir tetapi sarana menuju tempat yang lebih baik dan abadi, ia hidup di dunia ini seperti orang asing yang tinggal di negeri nan jauh dari negerinya, ia sangat merindukan kampung halamannya dan akan kembali pada suatu hari nanti, tak pernah ia membayangkan untuk hidup membina keluarga di negeri orang lain, tetapi hasil kerja kerasnya yang telah ia curahkan ia tabung untuk kembali ke kampungnya, setiap detik merupakan waktu yang sangat berharga untuk menanam amal di ladang dunia karena ia sadar ajal tidak pernah memberitahukan kapan akan datang, karena ia berada di dalam lingkarannya. Inilah gambaran orang yang terbaik amalnya di dunia yang kelak akan mendapatkan balasan yang baik pula.
Rasulullah saw pernah suatu hari memegang pundak putra Umar bin Khattab ra lalu beliau berpesan:
(كن في الدنيا كأنك غريب أو عابر سبيل)
“Jadilah di dunia ini seperti orang asing atau orang yang sedang melewati jalan”
Jadilah di dunia seperti orang asing yang hanya sesaat tinggal di negeri orang lain dan pada suatu saat ia akan kembali ke kampung halamannya atau jadilah di dunia seperti orang yang sedang melewati jalan yang tidak akan tergiur oleh godaan yang akan menghambat perjalannya karena perjalanan yang ia tempuh masih jauh dan panjang. Kalaupun ia berhenti di tengah perjalanannya, ia akan berhenti hanya sesaat untuk menghilangkan keletihannya dan menambah bekalnya setelah itu iapun berangkat kembali meneruskan perjalannya.
Rasulullah saw pernah menggambarkan dirinya dengan dunia ini seperti orang yang sedang berteduh di bawah pohon dalam sebuah perjalanan untuk menghilangkan rasa lelah yang dirasakan dan untuk berlindung dari terik panasnya matahari di bawah rindangnya dedaunan lalu beliau berangkat kembali meneruskan perjalannya setelah ia merasa segar kembali.
Bagi orang yang hatinya tertutup untuk mengerti tentang arti kehidupan ini, ia akan berangan-angan panjang, bercita-cita tinggi dan berharap yang besar untuk meraih seluruh keindahan dunia. Setiap kali ia memperoleh satu kenikmatan, ia ingin memperoleh yang lainnya dan tiap kali ia mendapatkannya ia berharap mendapatkan yang lainnya, hatinya tidak pernah puas dengan satu kenikmatan tetapi terus berusaha mendapatkan yang lebih besar dari yang telah ia miliki.
(لو كان لابن آدم واد من مال لابتغى إليه ثانيا، ولو كان له واديان لابتغى لهما ثالثا ولا يملأ جوف ابن أدم إلا التراب ويتوب الله على من تاب) رواه الشيخان
“Seandainya manusia memiliki harta sebanyak satu telaga ia ingi memiliki dua telaga dan seandainya ia memiliki dua telaga ia ingin memiliki tiga telaga perut manusia hanyalah diisi dengan debu dan Allah akan menerima taubat manusia yang bertaubat kepada-Nya”
Bagi manusia yang hatinya tertutup untuk mengerti tentang tujuan hidup ini akan menjadikan dunia dengan segala keindahannya yang mempesona sebagai tujuan hidupnya, ia kumpulkan harta sebanyak-banyaknya seakan ia akan hidup selamanya, jika suatu hari Allah menegurnya dengan musibah yang Ia turunkan, iapun merunduk kepada-Nya memohon pertolongan agar dikeluarkan dari musibah ini lalu Allah menyelamatkannya, setelah itu ia lupa akan janjinya saat ia diselimuti oleh musibah, ia kembali terlena dengan dunia dan membangun angan-angan yang tinggi melayang untuk meraih sebanyak mungkin kenikmatannya
(هُوَ الَّذِي يُسَيِّرُكُمْ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ حَتَّى إِذَا كُنتُمْ فِي الْفُلْكِ وَجَرَيْنَ بِهِم بِرِيحٍ طَيِّبَةٍ وَفَرِحُوا بِهَاجَآءَتْهَا رِيحٌ عَاصِفٌ وَجَآءَهُمُ الْمَوْجُ مِن كُلِّ مَكَانٍ وَظَنُّوا أَنَّهُمْ أُحِيطَ بِهِمْ دَعَوُا اللهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ لَئِنْ أَنجَيْتَنَا مِنْ هَذِهِ لَنَكُونَنَّ مِنَ الشَّاكِرِين،َ فَلَمَّآ أَنجَاهُمْ إِذَا هُمْ يَبْغُونَ فِي اْلأَرْضِ بِغَيْرِ الْحَقِّ يَاأَيُّهَا النَّاسُ إِنَّمَا بَغْيُكُمْ عَلَى أَنفُسِكُم مَّتَاعَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا ثُمَّ إِلَيْنَا مَرْجِعُكُمْ فَنُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ) يونس:22-23
Dialah yang menjadikan kamu dapat berjalan di daratan, (berlayar) di lautan. Sehingga apabila kamu berada di dalam bahtera, dan meluncurlah bahtera itu membawa orang-orang yang ada di dalamnya dengan tiupan angin yang baik, dan mereka bergembira karenanya, datanglah angin badai, dan (apabila) gelombang dari segenap penjuru menimpanya, dan mereka yakin bahwa mereka telah terkepung (bahaya), maka mereka berdoa kepada Allah dengan mengikhlaskan keta'atannya kepada-Nya semata-mata. (Mereka berkata):"Sesungguhnya jika Engkau menyelamatkan kami dari bahaya ini, pastilah kami akan termasuk orang-orang yang bersyukur". (QS. 10:22)
Maka tatkala Allah menyelamatkan mereka, tiba-tiba mereka membuat kezaliman di muka bumi tanpa (alasan) yang benar. Hai manusia, sesungguhnya (bencana) kezalimanmu akan menimpa dirimu sendiri; (hasil kezalimanmu) itu hanyalah kenikmatan hidup duniawi, kemudian kepada Kamilah kembalimu, lalu Kami kabarkan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. (QS. 10:23)
Ia tidak sadar bahwa sekalipun ia dapat terhindar dari satu musibah ke musibah yang lain ia tidak akan bisa menghindar dari maut dan ajal yang mengelilinginya, sebelum angan-angannya yang jauh tercapai ajal telah mendahuluinya.
(أَيْنَمَا تَكُونُوا يُدْرِككُّمُ الْمَوْتُ وَلَوْ كُنتُمْ فِي بُرُوجٍ مُشَيَّدَةٍ...)النساء:78
“Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh…”(QS. 4:78) 
Harapan manusia memperoleh kenikmatan dan keindahan dunia memang tidak terlarang dalam Islam bahkan sebaliknya mengingkari kenikmatan dunia ini sampai mengharamkannya sangat dicela oleh Allah, karena Ia telah menundukan dunia dan segala isinya untuk kebaikan hidup manusia. Allah berfirman:
Allah-lah yang telah menciptakan langit dan bumi dan menurunkan air hujan dari langit, kemudian Dia mengeluarkan dengan air hujan itu berbagai buah-buahan menjadi rezki untukmu; dan Dia telah menundukkan bahtera bagimu supaya bahtera itu berlayar di lautan dengan kehendak-Nya, dan Dia telah menundukkan (pula) bagimu sungai-sungai. (QS. 14:32)
dan Dia telah menundukkan (pula) bagimu matahari dan bulan yang terus menerus beredar (dalam orbitnya); dan telah menundukkan bagimu malam dan siang". (QS. 14:33)
Dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dari segala apa yang kamu mohonkan kepadanya.Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah kamu dapat menhinggakannya.Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah). (QS. 14:34)
Betapa banyak kenikmatan dunia yang ia tundukan untuk manusia demi kebaikan hidupnya, semua itu sesungguhnya adalah ujian untuk menyeleksi mana manusia yang memanfaatkan secara baik semua kenikmatan ini dan menjadikannya sebagai sarana untuk kehidupannya yang hakiki dan mana manusia yang terbuai oleh keindahan dunia, terlena oleh kegemerlapan dan manisnya dunia sehingga membuatnya membangun angan-angan yang panjang, harapan yang jauh kedepan dan cita-cita yang melayang untuk meraih semua kenikmatannya, ia lupa akan kampung halamannya yang pasti ia akan kembali ke sana.
Disaat manusia terlena dengan mimpi-mimpinya yang indah hanyalannya yang manis dan angan-angannya yang membuai, tiba-tiba sang maut datang, sang ajal tiba, sang pemutus kenikmatan hadir menghancurkan semua impiannya, mengubur semua angan-angannya, saat itulah ia sadar bahwa apa yang ia lakukan selama ini sia-sia dan ia berharap untuk kembali ke dunia mengulangi kembali perjalan kehidupannya dengan berbuat amal baik.
(حَتَّى إِذَا جَآءَ أَحَدَهُمُ الْمَوْتَ قَالَ رَبِّ ارْجِعُونِ،  لَعَلِّي أَعْمَلُ صَالِحًا فِيمَا تَرَكْتُ كَلآ إِنَّهَا كَلِمَةٌ هُوَ قَآئِلُهَا وَمِن وَرَآئِهِم بَرْزَخٌ إِلَى يَوْمِ يُبْعَثُونَ) المؤمنون:99-100
(Demikianlah keadaan orang-orang kafir itu), hingga apabila datang kematian kepada seorang dari mereka, dia berkata:"Ya Rabbku kembalikanlah aku (ke dunia), (QS. 23:99)
agar aku berbuat amal yang saleh terhadap yang telah aku tinggalkan. Sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkan saja. Dan di hadapan mereka ada dinding sampai hari mereka dibangkitan. (QS. 23:100)
Harapan, musibah dan ajal merupakan rangkaian kehidupan yang dilalui manusia di dunia ini. Manusia berharap dan bercita-cita tinggi dan melayang melewati garis-garis ajal, namun akhirnya sang ajal mendahulinya sebelum harapannya tercapai.
Beramal sebelum datang tujuh perkara
Rasulullah saw pernah bersabda:
(بادروا بالأعمال سبعا، هل تنتظرون إلا فقرا منسيا، أو غنى مطغيا، أو مرضا مفسدا، أو هرما مفندا، أوموتا مجهزا، أو الدجال، فشر غائب ينتظر، أوالساعة، و الساعة أدهى و أمر)رواه الترذي
“Segeralah beramal sebelum datang tujuh perkara; apakah kalian akan menanti sampai datang kemiskinan yang melupakan, atau kaya yang membuat sombong, atau sakit yang merusak kehidupan, atau tua yang melemahkan kekuatan, atau kematian yang menyegerakan, atau datangnya dajjal, makhluk gaib yang paling buruk dinanti, atau datangnya hari kiamat, hari yang sangat dahsyat dan mengerikan” (HR. Turmizi)
Beramal sebelum kemiskinan melilit
Kemiskinan sering membuat orang lupa dengan akhirat, lupa dengan Allah, lupa dengan tujuan hidupnya yang sesungguhnya dan lupa beramal baik untuk masa depannya yang abadi, karena seseorang yang dililit oleh kemiskinan selalu disibukan oleh usahanya mencari makan dan minum untuk menyambung hidupnya, mencari tempat tinggal untuk menaungi dirinya dari siraman hujan dan sengatan terik matahari, mencari pakain untuk menutupi tubuhnya, bahkan karena kemiskinan tanpa keimanan yang kuat dan demi sesuap nasi, seseorang bisa mencuri, merampas harta orang lain seperti yang pernah terjadi pada masa khalifah Umar bin Khatab, seseorang telah mencuri karena miskin, karena miskin seorang wanita yang lemah imannya berani menjual kehormatannya dan karena kemiskianan banyak orang yang terjerumus dalam kekafiran, ia rela menjual agamanya karena tuntutan hidupnya yang sulit sementara ia dijanjikan hidup yang baik dalam agama lain,
karena itulah Rasulullah saw mengatakan: “Kemiskinan hampir menjerumuskan orang dalam kekafiran” dan beliau selalu berlindung kepada Allah dari kekafiran dan kemiskinan.
Kemiskinan memang sangat menyulitkan hidup, namun Allah telah menentukan ada manusia yang kaya dan ada manusia yang miskin sebagai ujian baginya, apakah si kaya bersyukur dengan kekayaannya dan si miskin bersabar dengan kemiskinan. Allah berfirman:
(إِنَّ رَبَّكَ يَبْسُطُ الرِّزْقَ لِمَن يَشَآءُ وَيَقْدِرُ إِنَّهُ كَانَ بِعِبَادِهِ خَبِيرًا بَصِيرًا) الإسراء:30
Sesungguhnya Rabbmu melapangkan rezki kepada siapa yang Dia kehendaki dan menyempitkannya; sesungguhnya Dia Maha Mengetahui lagi Maha melihat akan hambva-hambanya. (QS. 17:30)
Segera beramal sebelum kemiskinan melilit hidup manusia itulah yang dipesankan oleh Rasulullah saw, karena ketika manusia memiliki harta yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, banyak sarana dan kesempatan yang dapat digunakan untuk beramal, harta yang dimiliki bisa dibelanjakan di jalan yang benar dengan bersedekah, membantu orang yang tak punya, membayar zakat, menunaikan ibadah haji dan lain-lain.
Dengan kondisi kehidupan yang layak; memiliki makanan dan minuman, pakaian, tempat tinggal dan sarana transfortasi yang layak, seseorang mampu lebih berkonsentrasi dalam beramal tanpa disibukan dengan pikiran mencari sesuap nasi kecuali bagi orang yang tak pernah merasa cukup dalam hidupnya yang terus mencari dan mencari.

Sifat-Sifat Bidadari Surga





كَذَلِكَ وَزَوَّجْنَاهُمْ بِحُورٍ عِينٍ (٥٤)
"Demikianlah, dan Kami berikan kepada mereka bidadari." (QS. Ad-Dhukhan: 54)
مُتَّكِئِينَ عَلَى سُرُرٍ مَصْفُوفَةٍ وَزَوَّجْنَاهُمْ بِحُورٍ عِينٍ (٢٠)
"Mereka bertelekan di atas dipan-dipan berderetan dan kami kawinkan mereka dengan bidadari-bidadari yang cantik bermata jeli." (QS. At-Thur: 20)

حُورٌ مَقْصُورَاتٌ فِي الْخِيَامِ (٧٢)
"(Bidadari-bidadari) yang jelita, putih bersih, dipingit dalam rumah." (QS. Ar-Rahman: 72)
فِيهِنَّ خَيْرَاتٌ حِسَانٌ (٧٠)
"Di dalam surga itu ada bidadari-bidadari yang baik-baik lagi cantik-cantik." (QS. Ar-Rahman: 70)


إِنَّا أَنْشَأْنَاهُنَّ إِنْشَاءً (٣٥)فَجَعَلْنَاهُنَّ أَبْكَارًا (٣٦)عُرُبًا أَتْرَابًا (٣٧)
"Sesungguhnya kami menciptakan mereka (bidadari-bidadari) dengan langsung.[1] Dan kami jadikan mereka gadis-gadis perawan. Penuh cinta lagi sebaya umurnya." (QS. Al-Waqi'ah: 35-37)
Ibnu Abid Dunya meriwayatkan dari Abul Hawari, dia berkata: Bidadari itu diciptakan langsung (kun fayakun). Apabila telah sempurna peciptaan mereka maka dipasanglah kemah-kemah atas mereka. Oleh karena itu Ibnul Qayyim berkata bahwa kemah-kemah ini bukanlah ghuraf (kamar-kamar) atau qushur (istana-istana), melainkan ia adalah tenda di taman-taman dan di atas sungai-sungai.

Nabi Sholallohu 'alaihi wa sallam bersabda:

1. Hadits Abu Sa’id al-Khudri Rodiallohu 'anhu :

« إِنَّ أَدْنَى أَهْلِ الْجَنَّةِ مَنْزِلَةً رَجُلٌ صَرَفَ اللّهُ وَجْهَهُ عَنِ النَّارِ قِبَلَ الْجَنَّةِ وَمَثَّلَ لَهُ شَجَرَةً ذَاتَ ظِلٍّ فَقَالَ: أَيْ رَبِّ قَرِّبْنِي مِنْ هذِهِ الشَّجَرَةِ أَكُونُ فِي ظِلِّهَا ». فَذَكَرَ الْحَدِيْثَ فِيْ دُخُوْلِهِ الْجَنَّةَ وَتًمًنٍّيْهِ إِلىَ أَنْ قَالَ فِيْ آخِرِهِ.
“Sesungguhnya ahli surga yang paling rendah tingkatannya adalah seseorang yang Allah palingkan wajahnya dari neraka kearah surga, dan ditampakkan padanya satu pohon surga yang rindang. Lalu orang itu berkata: Ya Allah dekatkanlah aku ke pohon itu agar aku bisa berteduh di bawahnya.” Lalu Nabi Sholallohu 'alaihi wa sallam terus menyebutkan angan-angan orang itu hingga akhirnya beliau bersabda:
« إِذَا انْقَطَعَتْ بِهِ الأَمَانِيُّ قَالَ اللّهُ: هُوَ لَكَ وَعَشْرَةُ أَمْثَالِهِ. قالَ: ثُمَّ يَدْخُلُ بَيْتَهُ فَتَدْخُلُ عَلَيْهِ زَوْجَتَاهُ مِنَ الحُورِ الْعِينِ فَيَقُولاَنِ : الْحَمْدُ للّهِ الَّذِي أَحْيَاكَ لَنَا وَأَحْيَانَا لَكَ. قَالَ: فَيَقُولُ: مَا أُعْطِيَ أَحَدٌ مِثْلَ مَا أُعْطِيتُ ».
“Apabila telah habis angan-angannya maka Allah berfirman kepadanya: “Dia itu milikmu dan ditambah lagi sepuluh kali lipatnya.” Nabi bersabda: “Kemudian ia masuk rumahnya dan masuklah menemuinya dua biadadari surga, lalu keduanya berkata: Segala puji bagi Allah yang telah menghidupkanmu untuk kami dan yang menghidupkan kami untukmu. Lalu laki-laki itu berkata: “Tidak ada seorangpun yang dianugerahi seperti yang dianugerahkan kepadaku.” (HR. Muslim: 417)

2. Hadits Anas Rodiallohu 'anhu :
« إِنَّ الْحُورَ الْعِينَ لَتُغَنينَ فِي الْجَنَّةِ يَقُلْنَ: نَحْنُ الْحُورُ الْحِسَانِ خُبئْنَا لأَزْوَاجٍ كِرَامٍ »
“Sesungguhnya bidadari nanti akan bernyanyi di surga: Kami para bidadari cantik disembuyikan khusus untuk suami-suami yang mulia.” (Shahih al-Jami’: 1602)

3. Hadits Abu Hurairah Rodiallohu 'anhu :
« إِنَّ أَوَّلَ زُمْرَةٍ يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ عَلَى صُورَةِ الْقَمَرِ لَيْلَةَ الْبَدْرِ. وَالَّذِينَ يَلُونَهُمْ عَلَى أَشَدِّ كَوْكَبٍ دُرِّيَ، فِي السَّمَاءِ، إِضَاءةً. لاَ يَبُولُونَ، وَلاَ يَتَغَوَّطُونَ وَلاَ يَمْتَخِطُونَ وَلاَ يَتْفِلُونَ. أَمْشَاطُهُمُ الذَّهَبُ. وَرَشْحُهُمُ الْمِسْكُ. وَمَجَامِرُهُمُ الألُوَّةُ. وَأَزْوَاجُهُمُ الْحُورُ الْعِينُ. أَخْلاَقُهُمْ عَلَى خُلُقِ رَجُلٍ وَاحِدٍ. عَلَى صُورَةِ أَبِيهِمْ آدَمَ. سِتُّونَ ذِرَاعاً، فِي السَّمَاءِ ».
“Sesungguhnya kelompok pertama yang masuk surga adalah seperti rupa bulan di malam purnama. Berikutnya adalah seperti binang yang paling terang sinarnya di langit. Mereka tidak buang air kecil, tidak buang air besar, dan tidak meludah. Sisir mereka dari emas, minyak mereka adalah misik, asapannya adalah kayu gaharu, pasangan mereka adalah bidadari, akhlak mereka seperti akhlak satu orang. Bentuk (postur tubuh) mereka seperti Nabi Adam as; 60 lengan di langit.” (Bukhari, Muslim dll. Al-Jami’ al-Shaghir: 3778, Shahih al-Jami’: 2015)

4. Hadits Abdullah ibnu Mas’ud Rodiallohu 'anhu :
« أَوَّلُ زُمْرَةٍ يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ كَأَنَّ وُجُوهَهُمْ ضَوْءُ الْقَمَرِ لَيْلَةَ الْبَدْرِ، وَالْزُّمْرَةُ الثَّانِيَةُ عَلَى لَوْنِ أَحْسَنِ كَوْكَبٍ دُريَ فِي السَّمَاءِ، لِكُل رَجُلٍ مِنْهُمْ زَوْجَتَانِ مِنَ الْحُورِ الْعِينِ، عَلَى كُل زَوْجَةٍ سَبْعُونَ حُلَّةً، يُرَىٰ مُخُّ سُوقِهِمَا مِنْ وَرَاءِ لُحُومِهِمَا وَحُلَلِهِمَا، كَمَا يُرَىٰ الشَّرَابُ الأَحْمَرُ فِي الزُّجَاجَةِ الْبَيْضَاءِ »

“Kelompok pertama kali yang masuk surga, seolah wajah mereka cahaya rembulan di malam purnama. Kelompok kedua seperti bintang kejora yang terbaik di langit. Bagi setiap orang dari ahli surga itu dua bidadari surga. Pada setiap bidadari ada 70 perhiasan. Sumsum kakinya dapat terlihat dari balik daging dan perhiasannya, sebagaimana minuman merah dapat dilihat di gelas putih.” (HR. Thabrani dengan sanad shahih, dan Baihaqi dengan sanad hasan. Hadits hasan, shahih lighairi: Shahih al-Targhib: 3745)
Dalam lafazh Tirmidzi:
« وَلِكُلِّ وَاحِدٍ مِنْهُمْ زَوْجَتَانِ يُرَى مُخُّ سُوْقِهِمَا منْ وَرَاءِ الَّلحْمِ مِنَ الْحُسْنِ، لاَ اخْتِلاَفَ بَيْنَهُمْ وَلاَ تَبَاغُضَ قُلُوبُهُمْ قَلْبُ رَجُلٍ وَاحِدٍ يُسَبِّحونَ الله بُكْرَةً وَعَشِيَّا » .
“Masing-masing mendapat dua bidadari, sumsum kakinya dapat dilihat dari balik daging karena begitu cantiknya, tidak ada perselisihan di antara mereka, dan tidak ada saling benci di hati mereka. Hati mereka seperti hati satu orang, mereka semua bertasbih kepada Allah pagi dan sore.”

5. Hadits al-Miqdam Ibn Ma’di Karib Rodiallohu 'anhu :
« لِلشَّهِيدِ عِنْدَ اللَّهِ سَبْعُ خِصَالٍ: يُغْفَرُ لَهُ فِي أَوَّلِ دَفْعَةٍ مِنْ دَمِهِ، وَيَرَىٰ مَقْعَدَهُ مِنَ الْجَنَّةِ، وَيُحَلَّىٰ حُلَّةَ الإِيمَانِ، وَيُزَوجُ اثْنَيْنِ وَسَبْعِينَ زَوْجَةً مِنَ الْحُورِ الْعِينِ، وَيُجَارُ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ، وَيَأْمَنُ مِنَ الْفَزَعِ الأَكْبَرِ، وَيُوضَعُ عَلَى رَأْسِهِ تَاجُ الْوَقَارِ، الْيَاقُوتَةُ مِنْهُ خَيْرٌ مِنَ الدُّنْيَا وَمَا فِيهَا، وَيَشْفَعُ فِي سَبْعِينَ إِنْسَاناً مِنْ أَهْلِ بَيْتِهِ »

“Orang yang mati syahid memiliki 7 [yang benar 8] keistimewaan di sisi Allah: (1) diampuni dosanya di awal kucuran darahnya, (2) melihat tempat duduknya dari surga, (3) dihiasi dengan perhiasan iman, (4) dinikahkan dengan 72 bidadari surga, (5) diamankan dari adzab kubur, (6) aman dari goncangan dahsyat di hari qiamat, (7) diletakkan di atas kepalanya mahkota kewibawaan; satu permata dari padanya lebih baik dari pada dunia seisinya, (8) memberi syafaat kepada 70 orang dari kerabatnya.” (Ahmad, Tirmidzi dan Baihaqi. Silsilah al-Shahihah: 3213, Shahih al-Jami’: 5182)

6. Hadits Mu’adz ibn Anas Rodiallohu 'anhu ;
« مَنْ كَظَمَ غَيْظاً وَهُوَ قَادِرٌ عَلَى أَنْ يُنْفِذَهُ دَعَاهُ اللَّه سُبْحَانَهُ عَلَى رُؤُوسِ الْخَلائِقِ حَتَّى يُخَيِّرَهُ مِنَ الْحُورِ الْعينِ مَا شَاءَ ».
“Barangsiapa mampu menahan amarah padahal ia mampu untuk melampiaskannya, maka Allah memanggilnya di hadapan para makhluk hingga Dia memberikan hak untuk memilih yang ia suka dari bidadari.” (HR. Abu Daud, Tirmidzi, Ibnu Majah, hadits hasan. Lihat Shahih al-Jami’: 6518)
7.     Hadits Mu’adz t;
« لاَ تُؤْذِي امْرَأةٌ زَوْجَهَا فِي الدُّنْيَا. إِلاَّ قَالَتْ زَوْجَتُهُ مِنَ الْحُورِ الْعِينِ: لاَ تُؤْذِيهِ، قَاتَلَكِ الله، فَإِنَّمَا هُوَ عِنْدَك دَخِيلٌ يُوشِكَ أَنْ يُفَارِقَكِ إِلَيْنَا »
“Tidak ada seorang isteri yang menyakiti suaminya di dunia melainkan bidadari yang menjadi pasangannya berkata: "Jangan engkau sakiti dia -semoga Allah melaknatmu- sesungguhnya ia hanyalah bertamu (di rumahmu), hampir saja ia berpisah meninggalkanmu menuju kami.” (Shahih al-Jami’: 7192)

Imam Ibnul Qoyyim berkata:

"Jika anda bertanya tentang mempelai wanita dan istri-istri penduduk surga, maka mereka adalah gadis-gadis remaja yang montok dan sebaya. Pada diri mereka mengalir darah muda, pipi mereka halus dan segar bagaikan bunga dan apel, dada mereka kencang dan bundar bagai delima, gigi mereka bagaikan intan mutu manikam, keindahan dan kelembutan mereka selalu menjadi kerubutan.
Elok wajahnya bagaikan terangnya matahari, kilauan cahaya terpancar dari gigi-giginya dikala tersenyum. Jika anda dapatkan cintanya, maka katakan semau anda tentang dua cinta yang bertaut. Jika anda mengajaknya berbincang (tentu anda begitu berbunga), bagaimana pula rasanya jika pembicaraan itu antara dua kekasih (yang penuh rayu, canda dan pujian). Keindahan wajahnya terlihat sepenuh pipi, seakan-akan anda melihat ke cermin yang bersih mengkilat (maksudnya, menggambarkan persamaan antara keindahan paras bidadari dengan cermin yang bersih berkilau setelah dicuci dan dibersihkan, sehingga tampak jelas keindahan dan kecantikan). Bagian dalam betisnya bisa terlihat dari luar, seakan tidak terhalangi oleh kulit, tulang maupun perhiasannya.
Andaikan ia tampil (muncul) di dunia, niscaya seisi bumi dari barat hingga timur akan mencium wanginya, dan setiap lisan makhluk hidup akan mengucapkan tahlil, tasbih, dan takbir karena terperangah dan terpesona. Dan niscaya antara dua ufuk akan menjadi indah berseri berhias dengannya. Setiap mata akan menjadi buta, sinar mentari akan pudar sebagaimana matahari mengalahkan sinar bintang. Pasti semua yang melihatnya di seluruh muka bumi akan beriman kepada Allah Yang Maha hidup lagi Maha Qayyum (Tegak lagi Menegakkan). Kerudung di kepalanya lebih baik daripada dunia seisinya. Hasratnya terhadap suami melebihi semua keinginan dan cita-citanya. Tiada hari berlalu melainkan akan semakin menambah keindahan dan kecantikan dirinya. Tiada jarak yang ditempuh melainkan semakin menambah rasa cinta dan hasratnya. Bidadari adalah gadis yang dibebaskan dari kehamilan, melahirkan, haidh dan nifas, disucikan dari ingus, ludah, air seni, dan air tinja, serta semua kotoran.
Masa remajanya tidak akan sirna, keindahan pakaiannya tidak akan usang, kecantikannya tidak akan memudar, hasrat dan nafsunya tidak akan melemah, pandangan matanya hanya tertuju kepada suami, sekali-kali tidak menginginkan yang lain. Begitu pula suami akan selalu tertuju padanya. Bidadarinya adalah puncak dari angan-angan dan nafsunya. Jika ia melihat kepadanya, maka bidadarinya akan membahagiakan dirinya. Jika ia minta kepadanya pasti akan dituruti. Apabila ia tidak di tempat, maka ia akan menjaganya. Suaminya senantiasa dalam dirinya, di manapun berada. Suaminya adalah puncak dari angan-angan dan rasa damainya.
Di samping itu, bidadari ini tidak pernah dijamah sebelumnya, baik oleh bangsa manusia maupun bangsa jin. Setiap kali suami memandangnya maka rasa senang dan suka cita akan memenuhi rongga dadanya. Setiap kali ia ajak bicara maka keindahan intan mutu manikam akan memenuhi pendengarannya. Jika ia muncul maka seisi istana dan tiap kamar di dalamnya akan dipenuhi cahaya.
Jika anda bertanya tentang usianya, maka mereka adalah gadis-gadis remaja yang sebaya dan sedang ranum-ranumnya.
Jika anda bertanya tentang keelokan wajahnya, maka apakah anda telah melihat eloknya matahari dan bulan?!
Jika anda bertanya tentang hitam matanya, maka ia adalah sebaik-baik yang anda saksikan, mata yang putih bersih dengan bulatan hitam bola mata yang begitu pekat menawan.
Jika anda bertanya tentang bentuk fisiknya, maka apakah anda pernah melihat ranting pohon yang paling indah yang pernah anda temukan?
Jika anda bertanya tentang warna kulitnya, maka cerahnya bagaikan batu rubi dan marjan.
Jika anda bertanya tentang elok budinya, maka mereka adalah gadis-gadis yang sangat baik penuh kebajikan, yang menggabungkan antara keindahan wajah dan kesopanan. Maka merekapun dianugerahi kecantikan luar dan dalam. Mereka adalah kebahagiaan jiwa dan penghias mata.
Jika anda bertanya tentang baiknya pergaulan dan pelayanan mereka, maka tidak ada lagi kelezatan selainnya. Mereka adalah gadis-gadis yang sangat dicintai suami karena kebaktian dan pelayanannya yang paripurna, yang hidup seirama dengan suami penuh pesona harmoni dan asmara .
Apa yang anda katakan apabila seorang gadis tertawa di depan suaminya maka sorga yang indah itu menjadi bersinar? Apabila ia berpindah dari satu istana ke istana lainnya, anda akan mengatakan: "Ini matahari yang berpindah-pindah di antara garis edarnya." Apabila ia bercanda, kejar mengejar dengan suami, duhai… alangkah indahnya…!! (dari kitab Hadil Arwah Ila Biladil Afrah (h.359-360) (Faiz)*


oleh: Abu Hamzah & Abu Salma

[1] Maksudnya: tanpa melalui kelahiran dan langsung menjadi gadis

Sumber: Majalah Qiblati edisi 1 th III

Kaidah Utama Masalah Asma Allah

Untuk itu wajib berpijak kepada nash. Firman Allah :
وَلاَتَقْفُ مَالَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُوْلاَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولاً
Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggunganjawabnya. (QS. 17:36)
قُلْ إِنَّمَا حَرَّمَ رَبِّيَ الْفَوَاحِشَ مَاظَهَرَ مِنْهَا وَمَابَطَنَ وَاْلإِثْمَ وَالْبَغْىَ بِغَيْرِ الْحَقِّ وَأَن تُشْرِكُوا بِاللهِ مَالَمْ يُنَزِّلْ بِهِ سُلْطَانًا وَأَنْ تَقُولُوا عَلَى اللهِ مَالاَتَعْلَمُونَ
Katakanlah:"Rabbku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak maupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjah untuk itu dan (mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allah apa saja yang tidak kamu ketahui"". (QS. 7:33)
Selain itu, menamai Allah I dengan asma yang tidak diberikan Allah I kepada diri-Nya sendiri, atau mengingkari asma-Nya, adalah pelanggaran terhadap hak Allah . Maka wajib berlaku sopan dalam masalah ini  dan cukup dengan mengikuti apa yang diajarkan olehnash.

5.      Asma Allah  tidak terbatas pada bilangan tertentu, berdasarkan sabda Rasulullah  dalam hadits masyhur :

أَسْأَلُكَ بِكُلِّ اسْمٍ   هُوَ لَكَ سَمَّيْتَ بِهِ نَفْسَكَ  أَوْ أَنْزَلْتَهُ فِي كِتَابِكَ أَوْ عَلَّمْتَهُ أَحَدًا مِنْ خَلْقِكَ أَوْ اسْتَأْثَرْتَ بِهِ فِي عِلْمِ الْغَيْبِ عِنْدَكَ
“Aku memohon kepada-Mu dengan seluruh Asma-Mu, yang telah Engkau namakan untuk diri-Mu, atau Engkau turunkan dalam kitab-Mu atau Engkau ajarkan kepada seseorang di antara makhluk-Mu, atau masih dalam rahasia gaib pada-Mu yang hanya Engkau sendiri yang mengetahuinya”….(HR:Hakim 1877,  Ibnu Hibban 972,   Ahmad 3712 & 4318, Ibnu Abi Syaibah 28318,   Thabrani dalam Mu’jam Al-Kabir 10352-Shahih).
Padahal sesuatu yang masih menjadi rahasia ghaib yang hanya diketahui oleh Allah I tidak mungkin dapat dihitung atau diketahui dengan pasti oleh seseorang.
Adapun hadits yang berbunyi :
عن أبي هريرة رضي الله عنه أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ  صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ للهَ   تِسْعَةً وَتِسْعِيْنَ اسْمًا  مِائَةً إِلاَّ وَاحِدًا مَنْ أَحْصَاهَا دَخَلَ الْجَنَّةَ
Dari Abu Hurairah , bahwasanya Rasulullah  bersabda:“Sesungguhnya ada bagi Allah  99 asma, seratus kurang satu, barangsiapa yang dapat menghitungnya niscaya ia masuk ke dalam surga. (HR: Bukhari 2595,  Muslim 2677,  Ibnu Hibban 807,  Tirmizi 3506,  Baihaqi 19601, Ibnu Majah 3860, Ahmad 7493).
Yang dimaksud dengan menghitung asma Allah  ialah menghapalnya, memahami maknanya, dan secara sempurna menghamba kepada Allah  berdasarkan asma-Nya.
Hadits ini tidak menunjukkan bahwa asma Allah  hanya 99  ini saja. Adapun makna hadits yang berbunyi :  “Siapa yang menghitungkannya niscaya masuk surga”  merupakan kalimat pelengkap, bukan kalimat terpisah dan berdiri sendiri. Sebagai contoh: bila seseorang berkata:  “ Saya punya uang 100 juta  yang saya siapkan untuk sedekah”, berarti bisa saja ia mempunyai uang selain 100 juta tersebut yang  tidak diperuntukkan untuk sedekah.  Adapun yang berkenaan dengan penyusunan dan penentuan asma Allah , maka hadits tersebut dha’if (lemah) jadi tidak bisa menjadi hujjah.
Syaikh Al-Islam Ibju Taimiyah mengatakan:  Penyusunan asma Allah  tidak berasal dari  sabda Nabi , menurut kesepakatan para ahli yang mengetahui tentang hadits beliau. Ibnu Hajar Al-‘Asqalani mengatakan: “Penyebab kelemahannya, menurut Syaikh Al-Bukhari dan Muslim bukan kesendirian Al-Walid (dalam meriwayatkan), tetapi juga adanya ikhtilaf (perselisihan ) mengenai dirinya, idhthirab (ketidak samaan), tadlis (kecurangan) dan kemungkinan idraj (insersi)

  1. Ilhad dalam asma Allah  ialah tindakan menyelewengkan asma dari kebenaran yang wajib dilaksanakan  terhadapnya.
Macam-macam ilhad yaitu :
    1. mengingkari sesuatu dari Asma Allah , sifat dan hukum yang terkandung di dalamnya. Seperti tindakan kaum Jahmiyahdan golongan lain dari ahlu ta’thil.
    2. Menjadikan asma Allah  mempunyai indikasi (dalalah) yang serupa dengan  sifat makhluk. Seperti tindakan ahlu tasybih(antropomorphism).
    3. Menamai Allah  dengan nama yang tidak disebutkan-Nya untuk diri-Nya. Seperti tindakan kaum Nashrani dengan menamai-Nya “Bapa”, dan tindakan filosof dengan menyebutnya” Al’Ilah Al-Fa’ilah (Efficient Cause).  Oleh karena Asma Allah I  adalah tauqifiyah, maka menamai Allah  dengan nama yang bukan berasal dari Allah  berarti menyelewengkan Asma Allah  dari kebenaran.
    4. Mengambil dari Asma Allah  nama untuk berhala. Seperti tindakan kaum musyrikin dengan menamai berhala mereka Al-Uzzaberasal dari Al’Aziz dan berhala Al-laat berasal dari al- ilah. Tindakan ini disebut ilhad karena asma Allah I hanya khusus bagi-Nya, berdasarkan firman Allah :
اللهُ لآَإِلَهَ إِلاَّهُوَ لَهُ اْلأَسْمَآءُ الْحُسْنَى 
Dialah Allah, tidak ada Ilah (yang berhak disembah) melainkan Dia. Hanya miliknya  al-asmaaul husna (nama-nama yang baik). (QS. 20:8)
هُوَ اللهُ الْخَالِقُ الْبَارِئُ الْمُصَوِّرُ لَهُ اْلأَسْمَآءُ الْحُسْنَى يُسَبِّحُ لَهُ مَافِي السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرِْض وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ {24}
Dia-lah Allah Yang Menciptakan, Yang Mengadakan, Yang Membentuk Rupa, hanya milik-Nya Al-Asma’ul Husna (Nama-Nama Yang Paling baik).Bertasbih Kepada-Nya apa yang ada di langit dan di bumi.Dan Dia-lah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS. 59:24)

Ilhad dengan segala macam adalah haram, karena Allah I telah mengancam orang yang berbuat ilhad dengan firman-Nya:
وَذَرُوا الَّذِينَ يُلْحِدُونَ فِي أَسْمَائِهِ سَيُجْزَوْنَ مَاكَانُوا يَعْمَلُون
َ dan tinggalakanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan. (QS. 7:180)
Dan di antara ilhad ada yang menjadikan syirik atau kufur, menurut ketentuan yang ditunjuk oleh dalil-dalil syar’iah. Wallah A’lam. Abu Zahra

Dikutip dari kitab : Al-Qawa’idu Al-Mutsla fi Al- Asma  wa Ash-Shifat – Syaikh Muhammad bin Shaleh Al-’Utsaimin.