Tulisan Berjalan

SUKSES KOMUNITAS MAJU JOS, AKHIRNYA BIMBINGAN DIGITAL MARKETING SECARA GRATIS TANPA BATAS TELAH MEMBERI MANFAAT BESAR

Rabu, 30 Mei 2012

Kaidah Utama Masalah Asma Allah

Untuk itu wajib berpijak kepada nash. Firman Allah :
وَلاَتَقْفُ مَالَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُوْلاَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولاً
Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggunganjawabnya. (QS. 17:36)
قُلْ إِنَّمَا حَرَّمَ رَبِّيَ الْفَوَاحِشَ مَاظَهَرَ مِنْهَا وَمَابَطَنَ وَاْلإِثْمَ وَالْبَغْىَ بِغَيْرِ الْحَقِّ وَأَن تُشْرِكُوا بِاللهِ مَالَمْ يُنَزِّلْ بِهِ سُلْطَانًا وَأَنْ تَقُولُوا عَلَى اللهِ مَالاَتَعْلَمُونَ
Katakanlah:"Rabbku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak maupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjah untuk itu dan (mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allah apa saja yang tidak kamu ketahui"". (QS. 7:33)
Selain itu, menamai Allah I dengan asma yang tidak diberikan Allah I kepada diri-Nya sendiri, atau mengingkari asma-Nya, adalah pelanggaran terhadap hak Allah . Maka wajib berlaku sopan dalam masalah ini  dan cukup dengan mengikuti apa yang diajarkan olehnash.

5.      Asma Allah  tidak terbatas pada bilangan tertentu, berdasarkan sabda Rasulullah  dalam hadits masyhur :

أَسْأَلُكَ بِكُلِّ اسْمٍ   هُوَ لَكَ سَمَّيْتَ بِهِ نَفْسَكَ  أَوْ أَنْزَلْتَهُ فِي كِتَابِكَ أَوْ عَلَّمْتَهُ أَحَدًا مِنْ خَلْقِكَ أَوْ اسْتَأْثَرْتَ بِهِ فِي عِلْمِ الْغَيْبِ عِنْدَكَ
“Aku memohon kepada-Mu dengan seluruh Asma-Mu, yang telah Engkau namakan untuk diri-Mu, atau Engkau turunkan dalam kitab-Mu atau Engkau ajarkan kepada seseorang di antara makhluk-Mu, atau masih dalam rahasia gaib pada-Mu yang hanya Engkau sendiri yang mengetahuinya”….(HR:Hakim 1877,  Ibnu Hibban 972,   Ahmad 3712 & 4318, Ibnu Abi Syaibah 28318,   Thabrani dalam Mu’jam Al-Kabir 10352-Shahih).
Padahal sesuatu yang masih menjadi rahasia ghaib yang hanya diketahui oleh Allah I tidak mungkin dapat dihitung atau diketahui dengan pasti oleh seseorang.
Adapun hadits yang berbunyi :
عن أبي هريرة رضي الله عنه أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ  صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ للهَ   تِسْعَةً وَتِسْعِيْنَ اسْمًا  مِائَةً إِلاَّ وَاحِدًا مَنْ أَحْصَاهَا دَخَلَ الْجَنَّةَ
Dari Abu Hurairah , bahwasanya Rasulullah  bersabda:“Sesungguhnya ada bagi Allah  99 asma, seratus kurang satu, barangsiapa yang dapat menghitungnya niscaya ia masuk ke dalam surga. (HR: Bukhari 2595,  Muslim 2677,  Ibnu Hibban 807,  Tirmizi 3506,  Baihaqi 19601, Ibnu Majah 3860, Ahmad 7493).
Yang dimaksud dengan menghitung asma Allah  ialah menghapalnya, memahami maknanya, dan secara sempurna menghamba kepada Allah  berdasarkan asma-Nya.
Hadits ini tidak menunjukkan bahwa asma Allah  hanya 99  ini saja. Adapun makna hadits yang berbunyi :  “Siapa yang menghitungkannya niscaya masuk surga”  merupakan kalimat pelengkap, bukan kalimat terpisah dan berdiri sendiri. Sebagai contoh: bila seseorang berkata:  “ Saya punya uang 100 juta  yang saya siapkan untuk sedekah”, berarti bisa saja ia mempunyai uang selain 100 juta tersebut yang  tidak diperuntukkan untuk sedekah.  Adapun yang berkenaan dengan penyusunan dan penentuan asma Allah , maka hadits tersebut dha’if (lemah) jadi tidak bisa menjadi hujjah.
Syaikh Al-Islam Ibju Taimiyah mengatakan:  Penyusunan asma Allah  tidak berasal dari  sabda Nabi , menurut kesepakatan para ahli yang mengetahui tentang hadits beliau. Ibnu Hajar Al-‘Asqalani mengatakan: “Penyebab kelemahannya, menurut Syaikh Al-Bukhari dan Muslim bukan kesendirian Al-Walid (dalam meriwayatkan), tetapi juga adanya ikhtilaf (perselisihan ) mengenai dirinya, idhthirab (ketidak samaan), tadlis (kecurangan) dan kemungkinan idraj (insersi)

  1. Ilhad dalam asma Allah  ialah tindakan menyelewengkan asma dari kebenaran yang wajib dilaksanakan  terhadapnya.
Macam-macam ilhad yaitu :
    1. mengingkari sesuatu dari Asma Allah , sifat dan hukum yang terkandung di dalamnya. Seperti tindakan kaum Jahmiyahdan golongan lain dari ahlu ta’thil.
    2. Menjadikan asma Allah  mempunyai indikasi (dalalah) yang serupa dengan  sifat makhluk. Seperti tindakan ahlu tasybih(antropomorphism).
    3. Menamai Allah  dengan nama yang tidak disebutkan-Nya untuk diri-Nya. Seperti tindakan kaum Nashrani dengan menamai-Nya “Bapa”, dan tindakan filosof dengan menyebutnya” Al’Ilah Al-Fa’ilah (Efficient Cause).  Oleh karena Asma Allah I  adalah tauqifiyah, maka menamai Allah  dengan nama yang bukan berasal dari Allah  berarti menyelewengkan Asma Allah  dari kebenaran.
    4. Mengambil dari Asma Allah  nama untuk berhala. Seperti tindakan kaum musyrikin dengan menamai berhala mereka Al-Uzzaberasal dari Al’Aziz dan berhala Al-laat berasal dari al- ilah. Tindakan ini disebut ilhad karena asma Allah I hanya khusus bagi-Nya, berdasarkan firman Allah :
اللهُ لآَإِلَهَ إِلاَّهُوَ لَهُ اْلأَسْمَآءُ الْحُسْنَى 
Dialah Allah, tidak ada Ilah (yang berhak disembah) melainkan Dia. Hanya miliknya  al-asmaaul husna (nama-nama yang baik). (QS. 20:8)
هُوَ اللهُ الْخَالِقُ الْبَارِئُ الْمُصَوِّرُ لَهُ اْلأَسْمَآءُ الْحُسْنَى يُسَبِّحُ لَهُ مَافِي السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرِْض وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ {24}
Dia-lah Allah Yang Menciptakan, Yang Mengadakan, Yang Membentuk Rupa, hanya milik-Nya Al-Asma’ul Husna (Nama-Nama Yang Paling baik).Bertasbih Kepada-Nya apa yang ada di langit dan di bumi.Dan Dia-lah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS. 59:24)

Ilhad dengan segala macam adalah haram, karena Allah I telah mengancam orang yang berbuat ilhad dengan firman-Nya:
وَذَرُوا الَّذِينَ يُلْحِدُونَ فِي أَسْمَائِهِ سَيُجْزَوْنَ مَاكَانُوا يَعْمَلُون
َ dan tinggalakanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan. (QS. 7:180)
Dan di antara ilhad ada yang menjadikan syirik atau kufur, menurut ketentuan yang ditunjuk oleh dalil-dalil syar’iah. Wallah A’lam. Abu Zahra

Dikutip dari kitab : Al-Qawa’idu Al-Mutsla fi Al- Asma  wa Ash-Shifat – Syaikh Muhammad bin Shaleh Al-’Utsaimin.

Tidak ada komentar: