Tulisan Berjalan

SUKSES KOMUNITAS MAJU JOS, AKHIRNYA BIMBINGAN DIGITAL MARKETING SECARA GRATIS TANPA BATAS TELAH MEMBERI MANFAAT BESAR

Rabu, 30 Desember 2015

Sejarah Bermulanya Kalender Hijrah Islam


Dalam literatur sejarah Islam, kalender Qamariyyah merupakan perhitungan milik bangsa Arab jauh sebelum Islam datang. Mereka jugalah yang menciptakan nama-nama 12 bulan Qamariyyah. meskipun dalam perjalanan panjangnya, kalender tersebut digunakan sebagai sarana kaum muslimin dalam menentukan puasa, miqat haji, hari raya dan hal-hal lain. Hanya saja, sebelum era kepemimpian Khalifah kedua, yaitu Saidina Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu, penggunaan kalender Qamariyyah sebagai kalender Islam belum rasmi digunakan. Sejarah mencatat, kalender tersebut secara rasmi digunakan dimulai sejak era kepemimpinan beliau dan awal Muharram dijatuhkan pada kejadian bersejarah, yakni hijrahnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dari Mekkah ke Madinah. Dengan demikian, di zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam belum ada penanggalan secara rasmi yang digunakan sebagai kalender Islam, meskipun sebahagian sejarawan menyatakan sudah ada.



Latar belakang diciptakannya kalender Islam oleh Shahabat Umar bin Khaththab radhiyyallahu ‘anhu ada beberapa riwayat. Dan al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Fath al-Bari (VII/305) menuturkan tiga riwayat berbeda yang melatar belakangi diresmikannya kalender Islam.



Riwayat Pertama:



وَذَكَرُوا فِي سَبَبِ عَمَلِ عُمَرَ التَّارِيْخَ أَشْيَاءَ مِنْهَا مَا أَخْرَجَهُ أَبُو نُعَيْمٍ الفَضْلُ بنُ دَكِيْنَ فِي تَارِيْخِهِ وَمِنْ طَرِيْقِهِ الحَاكِمِ مِنْ طَرِيْقِ الشَّعْبِيّ أَنَّ أبَا مُوْسَى كَتَبَ إِلىَ عُمَرَ أَنَّهُ يَأْتِيْنَا مِنْكَ كُتُبٌ لَيْسَ لَهَا تَارِيْخٌ

“Ulama menyebutkan beberapa riwayat, dalam sebab Shahabat Umar membuat kalender. Sebahagian darinya adalah riwayat yang dikeluarkan Abu Nu’aim Fadhl bin Dakin dalam Tarikh-nya, dan dari jalur riwayatnya ada al-Hakim, dari asy-Sya’bi, bahwa Abu Musa al-Asy’ari menulis surat kepada Umar: “Sungguh datang beberapa surat Anda kepada saya tanpa ada tanggalnya”.



Riwayat pengiriman surat dari Shahabat Abu Musa al-Asy’ari ketika menjadi gabenor Bashrah Iraq kepada Khalifah Umar bin Khaththab inilah yang paling masyhur.



Riwayat Kedua:



رَوَى أَحْمَدُ وَأَبُو عَرُوْبَةَ فِي الأَوَائِلِ وَالبُخَارِيّ فِي الأَدَبِ والحَاكِمُ مِنْ طَرِيْقِ مَيْمُوْنَ بنِ مِهْرَانَ قَالَ رُفِعَ لِعُمَرَ صَكٌّ مَحِلُّهُ شَعْبَانُ فَقَالَ أَيُّ شَعْبَانٍ الماَضِي أوْ الَّذِي نَحْنُ فِيْهِ أَوِ الآتِي ضَعُوْا لِلنَّاسِ شَيْئًا يَعْرِفُوْنَهُ

“Imam Ahmad, Abu Arubah dalam al-Awail, al-Bukhari dalam al-Adab, dan al-Hakim meriwayatkan dari jalur Maimun bin Mihran (Mahran), ia berkata: “Dilaporkan kepada Umar sebuah yang diberi catatan yang jatuhnya bulan Sya’ban. Kemudian Umar berkata: “Sya’ban yang lalu atau Sya’ban sekarang ini, atau yang akan datang? Buatlah sesuatu untuk masyarakat supaya mengetahuinya”.



Riwayat Ketiga:



رَوَى ابْنُ أَبِي خَيْثَمَةَ مِنْ طَرِيْقِ ابْنِ سِيْرِيْنَ قَالَ قَدِمَ رَجُلٌ مِنَ اليَمَنِ فَقَالَ رَأَيْتُ بِالْيَمَنِ شَيْئًا يَسُمُّوْنَهُ التَّارِيْخِ يَكْتُبُوْنَهُ مِنْ عَامِ كَذَا وَشَهْرِ كَذَا فَقَالَ عُمَرُ هَذَا حَسَنٌ فَأَرِّخُوْا

“Ibnu Abi Khaitsamah dari jalur Ibni Sirin, ia berkata: “Seorang laki-laki datang dari Yaman, ia berkata: “Aku di Yaman melihat sesuatu yang mereka sebut tarikh, mereka menulisnya dari tahun ini, dan bulan ini”. Kemudian Umar berkata: “Ini bagus, buatlah kalender!”.

Kemudian menurut cerita yang masyhur, Umar bin Khaththab mengumpulkan shahabat Nabi untuk membahas permulaan tahun Qamariyyah.



Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Fath al-Bari (VII/305) menulis:



فَجَمَعَ عُمَرُ النَّاسَ فَقَالَ بَعْضُهُمْ اَرِّخْ بِالمَبْعَثِ وَبَعْضُهُمْ اَرِّخْ بِالِهجْرَةِ فَقَالَ عُمَرُ الهِجْرَةُ فَرَّقَتْ بَيْنَ الحَقِّ وَالبَاطِلِ فَأَرِّخُوْا بِهَا وَذَلِكَ سَنَةُ سَبْعَ عَشَرَةَ

“Maka kemudian Umar mengumpulkan para shahabat, maka sebahagian dari mereka mengusulkan: “Buatlah kalender dengan mulai dari Rasulullah diangkat menjadi Nabi!”. Yang lain mengusulkan: “Buatlah kalender mulai hijrah!”. Maka Umar berkata: “Hijrah memisahkan antara yang haq dan yang batil, maka buatlah tanggal dengan hijrah”. Dan itu terjadi di tahun 17 hijriyyah”.



Dan setelah disepakati kapan mulai kalender, yaitu peristiwa hijrah, maka shahabat kembali bermusyawarah, bulan apa yang pertama kali dibuat permulaan tahun. Dalam hal ini, al-Hafizh Ibnu Hajar kembali menulis:



فَلَمَّا اتَّفَقُوا قَالَ بَعْضُهُمْ ابْدَءُوا بِرَمَضَانَ فَقَالَ عُمَرُ بَلْ بِالُمَحَرَّمِ فَإِنَّهُ مُنْصَرِفُ النَّاسِ مِنْ حَجِّهِمْ فَاتَّفَقُوا عَلَيْهِ

“Maka tatkala mereka bersepakat, maka sebahagian dari mereka mengusulkan: “Mulailah dengan bulan Ramadhan!”. Kemudian Umar berkata: “Bukan, seharusnya bulan Muharram, karena itu adalah bulan dimana para jama’ah haji pulang dari hajinya”. Kemudian mereka bersepakat”.



Al-Hafizh Abdurrauf al-Munawi dalam Faidh al-Qadir (I/134) menukil ucapan al-Hafizh Ibnul Jauzi yang menceritakan tentang sejarah kalender. Ia berkata: “Tatkala populasi keturunan Nabi Adam sudah mulai banyak, mereka membuat kalender di permulai dari turunnya Nabi Adam ke bumi, dan kalender tersebut berlaku sampai bencana banjir besar (zaman Nabi Nuh), kemudian sampai zaman Nabi Ibrahim al-Khalil dibakar api, kemudian sampai zaman Nabi Yusuf, kemudian sampai zaman Nabi Musa saat beliau keluar dari Mesir yang membebaskan (perbudakan) kaum Bani Israil, kemudian sampai zaman Nabi Dawud, kemudian sampai Nabi Sulaiman, kemudian sampai Nabi Isa. Sebahagian pendapat mengatakan bahwa orang Yahudi sudah membuat kalender mulai dari runtuhnya Baitul Maqdis, dan orang Nashrani membuat kalender mulai dari saat Nabi Isa diangkat ke langit. Adapun kalender Islam, maka sesuai riwayat al-Hakim dalam al-Iklil dari az-Zuhri dengan status mu’dhal, bahawa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, Nabi Terpilih ketika datang ke Madinah menitahkan untuk membuat kalender, maka ditulislah bahawa kejadian tersebut terjadi di bulan Rabi’uil Awal. Imam al-Hakim dan ahli hadits lain juga meriwayatkan bahwa di era kekhalifahan Umar bin Khaththab, beliau mengadakan sidang dengan mengumpulkan beberapa shahabat di tahun ke-17 Hijriyyah. ketika itu sebahagian hadirin mempunyai usul: “Sebaiknya kalender di mulai dari saat Rasulullah diangkat menjadi Nabi”. Dan yang lain berpendapat: “Mulai dari hijrah Rasulullah”. Kemudian Umar bin Khaththab berkata: “Hijrah adalah momentum yang memisahkan antara haq dan bathil”, maka akhirnya mereka menetapkan penanggalan dari hijrah dan semua hadirin sepakat”.

Mereka tidak memulai penanggalan dari saat Rasulullah diangkat menjadi Nabi, lantaran penentuan waktunya yang masih diperselisihkan, dan tidak dari saat wafatnya Rasulullah, lantaran yang demikian itu bisa mengingatkan kembali kesedihan berpisah dengan beliau, dan juga tidak dimulai saat Rasulullah datang ke Madinah”



Dan alasan kenapa Muharram menjadi awal tahun Hijriyyah (Qamariyyah) adalah sebagaimana disebutkan al-Munawi dalam Faidh al-Qadir (I/134):



وَإِنَّمَا جَعَلُوْهُ مِنْ أَوَّلِ المحَرَّمِ لِأَنَّ ابْتِدَاءَ العَزْمِ عَلَى الِهجْرَةِ كَانَ فِيْهِ إذْ البَيْعَةُ كَانَتْ فِي ذِيْ الحِجَّةِ وَهِيَ مُقَدِّمَةٌ لَهَا وَأَوَّلُ هِلاَلٍ هَلَّ بَعْدَهَا المحَرَّمُ وِلِأَنَّهُ مُنْصَرِفُ النَّاسِ مِنْ حَجِّهِمْ فَنَاسَبَ جَعْلُهُ مُبْتَدَأً

“Mereka mengawali dengan bulan Muharram lantaran di bulan tersebut tekad hijrah diawali, karena baiat (aqabah) terjadi di (pertengahan) bulan Dzul Hijjah dan peristiwanya terjadi lebih dahulu daripada hijrah. Dan juga bulan yang muncul setelah Dzul Hijjah adalah Muharram. Alasannya juga karena Muharram adalah ketikanya para jamaah haji pulang dari ibadah hajinya, maka pantas jikalau penanggalan dimulai dari bulan tersebut”.

Dan kita tahu bahawa ketika hijrah Rasulullah sampai di Madinah pada tarikh 12 Rabi’ul Awal atau bertepatan dengan 24 September 622 M. sehingga permulaan kalender dijatuhkan pada bulan Muharram adalah dimundurkan dua bulan.

Cerita diatas memantapkan bahwa ditetapkannya kalender Islam adalah hasil persetujuan musyawarah Sayyidina Umar bin Khaththab dengan beberapa shahabat. Namun bukan berarti beliau adalah orang yang membuat-buat nama bulan hijriyyah. Karena sebagaimana penjelasan diatas bahwa nama-nama bulan Qamariyyah sudah ada di zaman sebelum Islam.

Dalam al-Qur’an disebutkan jumlah bulan Qamariyyah, dan dalam hadits Rasulullah disebutkan secara jelas nama-nama bulan Qamariyyah tersebut yang berjumlah 12.



Allah berfirman:

إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ

“Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah ialah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, diantaranya empat bulan haram”. (QS. At-Taubah: 36).



Dalam sebuah hadits shahih disebutkan:



عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ الزَّمَانَ قَدْ اسْتَدَارَ كَهَيْئَتِهِ يَوْمَ خَلَقَ اللَّهُ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ السَّنَةُ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ثَلَاثٌ مُتَوَالِيَاتٌ ذُو الْقَعْدَةِ وَذُو الْحِجَّةِ وَالْمُحَرَّمُ وَرَجَبُ مُضَرَ الَّذِي بَيْنَ جُمَادَى وَشَعْبَانَ

“Dari Nabi shallallahu ‘alai wasallam bersabda: “Sesungguhnya zaman telah berputar sebagaimana keadaannya ketika Allah menciptakan langit dan bumi. Setahun adalah dua belas bulan yang diantaranya adalah empat bulan mulia; yang tiga berturut-turut; Dzul Qa’dah, Dzul Hijjah dan Muharram, dan Rajab-nya Kabilah Mudhar adalah antara Jumada dan Sya’ban” (HR. Bukhari dan Muslim)



Dari hadits diatas mengantarkan kepada satu faham bahawa nama-nama hari telah dicetuskan dalam Islam dan Allah telah menetapkan urutannya.



Kesimpulannya, kalender Qamariyyah yang menggunakan peredaran bulan telah digunakan oleh Arab jahiliyyah dan era Rasulullah. Hanya saja penggunaan rasmi kalender hijriyyah yang berdasar bulan Qamariyyah yang dipermulai dari Muharram rasmi dimulai di zaman Sayyidina Umar bin Khaththab.



Ustaz Nur Hidayat

Selasa, 29 Desember 2015

Usut Terompet Al-Qur'an, Tindak Tegas Agar Ada Efek Jera



REPUBLIKA.CO.ID

Republika/ Yasin Habibi
Petugas polisi Polsek Taman Sari mengamankan terompet yang terbuat dari kertas sampul Alquran saat razia di Jalan Gajah Mada, Jakarta, Selasa (29/12). (Republika/Yasin Habibi)
2
SHARE
     

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Ma'ruf Amin meminta penegak hukum dan aparat berwenang segera menindak kasus pembuatan terompet berbahan baku sampul Alquran. Kiai Ma'ruf pun telah menginstruksikan MUI Jawa Tengah untuk segera menelusuri kasus tersebut.

"Itu pelecehan agama jadi kami instruksikan MUI daerah setempat untuk lapor ke polisi," kata Ma'ruf dalam Tausiyah Akhir Tahun MUI di Jakarta, Selasa (29/12). (Baca: Tangkap Aktor Intelektual Terompet Alquran)

Rais 'Aam Syuriah PBNU itu menyebut, sepanjang 2015 juga terjadi kasus penyalahgunaan simbol-simbol Islam seperti sandal bermotif tulisan Allah, celana bertuliskan surat Al-Ikhlas, dan kerudung bermotif perempuan tanpa busana.

Dari kasus-kasus tersebut, kata Kiai Ma'ruf, MUI Pusat menginstruksikan perwakilan di daerah untuk mengajukan tuntutan. Terkait kasus terompet berbahan baku sampul Alquran, Ma'ruf pun meminta segera ada penindakan pada produsen.

Kiai Ma'ruf mengatakan, selama ini produsen kerap beralasan tidak tahu atas kejadian tersebut. Padahal ada motif-motif terselubung dari kasus penistaan agama tersebut. Ia pun mempertanyakan kesadaran produsen dalam menggunakan bahan baku atau motif-motif yang justru melecehkan Islam.

"Saya kira itu sengaja. Masa tidak tahu?" ujarnya.

Kiai Ma'ruf pun mengimbau kepada aparat penegak hukum segera bertindak dan menunjukkan ketegasan. "Ya ini harus tegas agar ada efek jera dan tidak terus berulang-ulang," ujarnya.

Minggu, 27 Desember 2015

PNS INI MIMPI APA ? Yuk Baca Dipublikasikan oleh SYAM


PNS Jujur Ini Mimpi Berhaji, Saat Wukuf Dikunjungi Rasulullah
Author: Ma | Posted on 1:03 am
Tak seperti teman-temannya, tiga puluh tahun menjadi pegawai negeri sipil, hidup Pak Arif tak kunjung berubah. Sementara teman-temannya, entah bagaimana, sudah bisa membeli rumah dan bahkan mobil.

Bukannya ia tak ingin kaya. Ia ingin sekali punya banyak uang. Ia ingin pergi menunaikan haji. Dengan uang halal tentunya.

Demikianlah setiap bulan sedikit demi sedikit ia menyisihkan beberapa puluh ribu. Terkadang bisa beberapa ratus ribu. Setiap malam ia berdoa mohon diberi rezeki bisa menunaikan haji.

Tetapi mungkin Tuhan belum berkenan menerimanya sebagai tamu di rumah-Nya:  setiap terkumpul beberapa juta, uangnya selalu berkurang—terkadang habis—karena untuk biaya berobat. Atau, mungkin karena lelaki itu terlalu baik: jika semuanya baik-baik saja, selalu ada hal yang membuatnya mengambil tabungannya; ia sering tak tega melihat ada orang yang kesusahan.

Kadang, ia mengambil tabungannya setiap kali melihat anak tetangganya  kesulitan membayar SPP. Atau saat ada berita bencana, ia selalu mengambil tabungannya untuk membantu. Dan anehnya, sepertinya ia ditakdirkan bertemu dengan orang-orang yang kesusahan.

Selama bertahun-tahun uang tabungannya yang tak banyak itu lebih banyak dipakai untuk membantu orang. Tentu kita paham sekarang mengapa tabungannya  tak pernah cukup untuk biaya naik haji, apalagi biayanya tiap tahun terus naik. Tetapi ia terus berdoa mohon bisa sampai ke Tanah Suci, dan terus menabung, walau tabungannya tak pernah bertambah banyak.

Kini Pak Arif sudah pensiun. Ia tak bisa lagi menabung banyak-banyak. Uangnya  cukup untuk sehari-hari  tetapi selalu bisa menyisihkan sedikit uangnya untuk ditabung, meski pada akhirnya habis juga karena untuk menolong orang.

Apakah ia putus asa? Tidak. Ia tetap berdoa, dengan doa yang sama seperti tiga puluh tahun yang lalu. Hingga suatu malam pada malam tanggal sembilan bulan haji, ia bermimpi berada di Mekah. Ia melaksanakan semua ritual haji—tawaf, wuquf dan sebagainya. Dalam mimpinya, saat wuquf itu ia dikunjungi Kanjeng Nabi Muhammad SAW.

Ia terbangun tepat saat adzan subuh. Ia menangis, sebab ternyata itu hanya mimpi. Tetapi ia bahagia karena bermimpi bertemu Kanjeng Nabi.

Seminggu sesudah mimpi  ia pagi-pagi kedatangan tamu. Mengaku utusan dari mantan atasannya, yang baru saja naik haji dengan ONH plus. Utusan itu berkata kepadanya, “sesuai pesen bapak, ini saya diutus mengantar kenangan-kenangannya yang Pak Arif minta untuk dicetak.”

Utusan itu menyerahkan sebuah foto. Pak arif memandang foto itu lama sekali: ia belum pernah ke Arafah, tetapi di foto itu tampak sang atasan duduk bersama Pak Arif memakai baju ihram di padang Arafah.


Cara Tebus Dosa Terhadap Almarhum Orang Tua


Sejak kecil hingga dewasa anak mesti pernah berbuat salah baik disengaja maupun tidak terhadap orang tua. Perbuatan salah harus disusul dengan permohonan maaf terlebih lagi terhadap orang tua sendiri. Kalau mereka masih hidup, anak harus mendatangi mereka dan memperlakukan mereka secara terhormat.

Kalau pun mereka sudah tiada, tuntutan permohonan maaf tidak gugur. Anak tetap diminta untuk memohon maaf kepada orang tua yang telah berpulang. Demikian disebutkan Abu Bakar bin Sayid M Syatho Dimyathi dalam karyanya Hasyiyah I‘anatut Thalibin ala Fathil Mu‘in.

ويندب زيارة قبور لخبر "ما من أحد يمر بقبر أخيه كان يعرفه في الدنيا فيسلم عليه إلا عرفه" ويتأكد ندب الزيارة في حق الأقارب خصوصا الأبوين، ولو كانوا ببلد آخر غير البلد الذي هو فيه.

Ziarah kubur dianjurkan berdasarkan hadits Rasulullah SAW “Tiada seorang pun melewati makam saudaranya yang selagi di dunia saling mengenal, lalu ia mengucap salam kepadanya, niscaya ahli kubur mengenalinya”. Sementara ziarah ke makam kerabat khususnya orang tua sendiri sangat dianjurkan kendati letak makam mereka berbeda kota dengan mereka yang masih hidup.

Ziarah kubur berikut adab-adab dan kesunahannya menurut penulis I‘anatut Thalibin merupakan alternatif bagi mereka yang tidak sempat meminta maaf kepada orang tua karena pelbagai hal. Abu Bakar bin Sayid M Syatho Dimyathi dalam karyanya mengutip hadits sebagai berikut.

فقد روى الحاكم عن أبي هريرة رضي الله عنه "من زار قبر أبويه أو أحدهما في كل جمعة مرة غفر الله له وكان بارا بوالديه"

Imam Al-Hakim meriwayatkan sebuah hadits dari Abu Hurairah RA. Rasulullah SAW bersabda, “Siapa saja menziarahi makam kedua orang tuanya atau salah satu dari keduanya sekali setiap Jumat, niscaya Allah hapus dosanya. Ia pun dinilai sebagai anak berbakti kepada orang tuanya.”

Penulis I‘anatut Thalibin mengutip hadits lainnya perihal cara berbakti sepeninggal kedua orang tua.

وروي "إن الرجل لا يموت والداه وهو عاق لهما فيدعو الله لهما من بعدهما فيكتبه الله من البارين"

Rasulullah SAW bersabda, “Sungguh seseorang yang durhaka ketika kedua orang tuanya wafat, lalu ia mendoakan keduanya selepas keduanya berpulang, niscaya Allah akan mencatatnya sebagai anak berbakti.”

Uraian di atas mengisyaratkan bahwa anak diminta untuk memperlakukan kedua orang tua secara terhormat selagi keduanya hidup. Anak diharapkan menggunakan kesempatan emas itu untuk membaktikan diri sebelum mereka wafat. Sedapat mungkin anak menghindar dari perilaku yang membuat keduanya murka. Wallahu a’lam. (Alhafiz K)

GURUTTA SANUSI BACO: ZAMAN SEKARANG MINIM PENGAMALAN ILMU



Rais Syuriyah PWNU Sulsel Anregurutta Sanusi Baco menilai masalah kekinian umat Islam ada pada pengamalan ilmu pengetahuan itu sendiri. Keteladanan umat Islam kepada Nabi Muhammad SAW belum sepenuhnya dilaksanakan.

Demikian pesan taushiyah yang disampaikan Anregurtta H Sanusi Baco dalam peringatan maulid yang diadakan Ikatan Keluarga Alumni Pondok Pesantren Nahdlatul Ulum (IKA-PPNU) Soreang, Maros, di auditorium Universitas Islam Makassar, Sabtu (26/12).

Pimpinan Pesantren Nahdlatul Ulum ini mengimbau alumni santrinya untuk senantiasa meneladani Rasulullah SAW dalam berbagai aspek kehidupan.

"Masalah umat manusia hari ini bukan lagi soal pengetahuan karena sudah terlalu banyak orang yang pintar dan cerdas. Masalah utama dewasa ini adalah ketidakmampuan manusia untuk melakukan apa yang diketahuinya," tutur kiai yang dikenal dengan kelembutan laku dan tuturnya ini.

Menurutnya, Nabi Muhammad SAW diutus sebagai rahmat bagi seluruh alam. Karenanya umat Islam bertangung jawab untuk menyebarkan rahmat di tengah-tengah umat manusia dan alam semesta, bukan justru menampilkan Islam sebagai agama yang sarat kekerasan.

Gurutta' kemudian mengutip riwayat seorang perempuan yang masuk neraka bukan karena lalai dari kewajiban ibadah, tetapi karena membiarkan seekor kucing mati kelaparan di rumahnya.

Sementara Ketua IKA-PPNU Syaifullah mengatakan, kegiatan ini dilaksanakan atas dasar kerinduan kepada sosok Rasulullah SAW sehingga hanya dengan dekat kepada para ulama umat dapat merasakan berkah kerasulan Nabi Muhammad SAW, karena ulama adalah pewaris para nabi dan rasul. (M Fadlan L Nasurung/Alhafiz K)

share:  Email

Kirim Komentar

Sabtu, 26 Desember 2015

IIFTIHAR: JIHAD HARI INI LAWAN KEMISKINAN


REPUBLIKA.CO.ID, JEDDAH -- Organisasi Cendikiawan Muslim Dunia (IIFTIHAR) merayakan milad ke-20 pada tahun 2016. Untuk itu, IIFTIHAR didirikan Ikatan Cendikiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) ini menggelar Executive Council Meeting IX pada 21-22 Desember 2016 di Jeddah, Arab Saudi.

Pimpinan IIFTIHAR, BJ Habibie mengatakan, di usianya ke 20, IIFTIHAR perlu merevitalisasi diri guna menjawab berbagai perkembangan dunia yang kini menghadapi kelangkaan energi dan pangan. Juga dampak globalisasi, perkembangan penduduk dan kualitas hidup, perkembangan teknologi informasi, dan isu-isu kemanusiaan lainnya.

"Umat Islam dunia harus bekerja lebih keras untuk bersama-sama mengatasi kemiskinan, karena kemiskinan sering menjadi penyebab berbagai masalah sosial dan politik yang lebih besar di berbagai negara berpenduduk muslim. IIFTIHAR mengapresiasi peran IDB sebagai agen pembangunan yang berorientasi pada upaya membantu Pemerintah para anggota IDB untuk atasi kemiskinan" ujar Presiden Ketiga RI ini dalam keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id, Ahad (27/12).

President IDB, Ahmad Mohamed Ali, menyatakan dukungan agar IIFTIHAR merevitalisasi diri dan menegaskan dukungan IDB terhadap peningkatan sumberdaya manusia dalam bidang sains dan teknologi di negara-negara anggota IDB.

"Dalam 5 tahun terakhir, kami meluncurkan IDB Prize bagi peneliti dalam bidang sains dan teknologi. Sebanyak 62 peneliti dari negara-negara anggota IDB kami dukung pembiayaan risetnya" ujar Muhammed Ali.

Di tempat yang sama, pelaksana tugas Sekretaris Jenderal IIFTIHAR, Ilham Akbar, menyatakan IIFTIHAR akan mengadakan General Assembly Meeting pada Desember 2016 untuk mengevaluasi statuta, keanggotaan dan menyusun program-program terbarunya di Jakarta.

"Fokus mulai awal tahun 2016 adalah melaksanakan program-program nyata agar mendukung backbone organisasi pada era digital, diantaranya IMasjid, media networks dan pusat kendali organisasi, agar menghubungkan para anggota dan komunitasnya dengan dukungan teknologi informasi" ujar Ilham.

IIFTIHAR adalah organisasi cendekiawan dunia yang dipimpin BJ Habibie sejak tahun 1996, didirikian ICMI bersama Islamic Development Bank (IDB), Rabithah Alam Islami, The Commission of Science and Miracle Al Qur'an, Jama'iyah Tarbiyatul Islamiyah (Liga Pendidikan Islam se-Dunia), dan the International Institute of Islamic Thought dan lebih dari 400 cendikiawan muslim dunia di Jakarta.

Ilham Akbar disepakati Executive Council Meeting sebelumnya pada bulan April 2015 untuk menjalankan peran pelaksana tugas Sekretaris Jenderal IIFTIHAR hingga General Assembly Meeting tahun 2016 menggantikan Prof. Dr. Zuhal yang kala itu sedang sakit. Prof. Dr. Zuhal wafat pada 15 Agustus 2015.

Ilham Akbar didampingi oleh Ahmad Lubis, Ahmad Mukhlis Yusuf, Munawar Gozali dan Muhamad Andi Zaky dari kesekretariatan IIFTIHAR.

Red: Agung Sasongko

YUK BESANAN !


Ini memang bukan zaman Siti Nurbaya. Ya, karena ini zaman yang akan mengembalikan kebesaran Islam. Kehadiran kembali generasi sehebat generasi terbaik; Sahabat Rasulullah. Dan tema kita ini merupakan salah satu konsep parenting nabawiyah.

Gara-gara kalimat ini bukan zaman Siti Nurbaya, para orangtua merasa ‘tertekan’ oleh anak-anaknya. Akhirnya keluarlah kalimat ‘menyerah’ para orangtua: terserah kamu, asal kamu bahagia, ayah dan mama tinggal merestui saja.

Saya mengkhawatirkan kalimat yang terlihat sangat bijak itu, maknanya kelemahan orangtua dan ketidakmampuan memberi masukan kepada anaknya. Karena anak-anaknya telah kalah oleh zaman yang bukan lagi zaman Siti Nurbaya.

Memaksa anak sehingga tidak mempunyai hak suara juga tidak dibenarkan oleh Rasulullah. Tetapi jangan hanya berhenti di sini. Lihatlah apa yang dilakukan oleh Rasulullah dalam kehidupan beliau soal mencari menantu atau menjodohkan.

Konsep mencari jodoh telah disampaikan secara lisan oleh Rasulullah di hadapan para sahabat. Tetapi Nabi tak berhenti sampai di situ. Nabi pun langsung terjun ke lapangan perjodohan untuk mengawal langkah pertama sebuah peradaban itu. Agar tidak salah langkah.

Ada kisah sirah sederhana yang sering kita dengar tetapi terlewatkan pelajarannya.

Coba ingat kembali 4 shahabat paling mulia Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali –radhiallahu anhum-.

Dan lihat komposisi menarik dari ke-4 shahabat tersebut:
Abu Bakar = Mertua (Nabi menikahi Aisyah)
Umar = Mertua (Nabi menikahi Hafshah)
Utsman = Menantu (Nabi menikahkan Ruqoyyah kemudian Ummu Kultsum)
Ali = Menantu (Nabi menikahkan Fathimah)
2 mertua dan 2 menantu.

Jadi ikatan Nabi dengan keempat Khalifah sepeninggal beliau tak hanya ikatan Nabi dan umatnya, guru dan muridnya. Tetapi hingga ikatan menantu dan mertua, mertua dan menantu.

Hal seperti ini tak hanya berhenti pada kisah keluarga-keluarga mulia tersebut. Nabi juga ikut menentukan perjodohan yang terjadi di beberapa sahabatnya.

Bacalah kembali proses perjodohan Bilal muadzin Nabi yang berkulit hitam dan mantan budak itu dengan Halah binti Auf, saudari Abdurahman bin Auf saudagar kaya dari Quraisy. Nabi yang berkali-kali mengatakan kepada keluarga Abdurahman bin Auf: Kemanakah kalian dengan Bilal? Bagaimana kalian dengan calon penghuni surga itu?

Dan perjodohan itupun terjadi.

Baca juga proses perjodohan Fathimah binti Qois, wanita Quraisy yang terhormat itu. Saat ia dilamar oleh Muawiyah dan Abu Jahm, Nabi mengatakan bahwa keduanya tidak ada yang cocok untuk Fathimah binti Qois. Dan Nabi pun memberi saran: Menikahlah dengan Usamah.

Dan perjodohan itupun terjadi.

Renungi juga penolakan tawaran awal Nabi yang meminta seorang gadis dari keluarga Anshor untuk dinikahkan dengan Julaibib, lelaki miskin dan jauh dari kata tampan.

Dan perjodohan itupun terjadi.

Antara sahabat pun terjadi saling menjodohkan. Lihatlah antara dua orang besar: Umar bin Khattab dan Ali bin Abi Thalib. Ali kelak menjadi mertua untuk Umar bin Khattab. Karena putrinya Ali yang bernama Ummu Kultsum dinikahi oleh Umar. Umar berkata: Sesungguhnya aku menikahinya karena teringat sabda Rasulullah Shallallaahu ‘Alaihi Wasallaam, “Semua sebab dan nasab terputus kecuali sebab dan nasabku.” Karena itulah Umar sangat memuliakan Ummu Kultsum binti Ali dengan mahar pernikahan: 40.000 Dirham. (Lihat Al Bidayah Wan Nihayah, Ibnu Katsir)

Demikian juga tanggung jawab seorang ayah; Umar bin Khattab saat melihat putrinya Hafshoh menjanda karena suaminya meninggal. Umar mendatangi Abu Bakar untuk menawarkan putrinya agar dinikahi oleh Abu Bakar. Tapi Abu Bakar hanya diam saja. Kemudian ditawarkan kepada Utsman, tetapi Utsman menolak. Hingga Umar mengadu kepada Rasulullah dan kemudian dinikahi oleh Rasulullah.

Contoh seperti ini bertebaran sangat banyak di dalam sejarah orang-orang terbaik itu. Sebenarnya banyak pelajaran dari kisah-kisah tersebut. Tetapi tulisan ini hanya ingin menyoroti satu hikmah saja. Yaitu: mereka saling menikahkan anak-anak mereka dengan orang dan keluarga yang sudah sangat dikenalnya bahkan telah dekat karena ikatan kebersamaan satu pengajian di majelis Rasulullah dan ikatan persahabatan imani antar mereka.

Inilah sebenarnya solusi parenting dan jawaban dari kegundahan para pencari mantu hari ini. Sekaligus mengembalikan peran dan fungsi orangtua dalam pemilihan jodoh anaknya.

Cobalah tengok ke kanan dan kiri tempat anda duduk mengaji bersama. Ada teman-teman kita yang sama rajinnya dengan kita dalam menuntut ilmu Islam. Sudah lama kita mengenal kebaikan, ilmu dan semangatnya membentuk keluarga Islami. Kalau di keluarga itu ada pasangan yang tepat untuk anak kita, bisikkan kepadanya:
Yuk, Besanan...!
Mudah-mudahan tulisan ini bermanfaat dan memberikan manfaat bagi umat.



Oleh: Ustadz Budi Ashari, Lc.