Tulisan Berjalan

SUKSES KOMUNITAS MAJU JOS, AKHIRNYA BIMBINGAN DIGITAL MARKETING SECARA GRATIS TANPA BATAS TELAH MEMBERI MANFAAT BESAR

Sabtu, 29 Oktober 2016

Masjid Al-Ghamamah, Tempat Rasulullah Memimpin Shalat Id

Masjid Ghamamah di Madinah, Arab Saudi.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Umat Islam di seluruh dunia mempunyai dua hari raya, yakni Idul Fitri dan Idul Adha. Idul Fitri dilaksanakan setiap 1 Syawal setelah sebulan melaksanakan puasa di bulan Ramadhan. Sedangkan, Idul Adha diperingati setiap 10 Dzulhijjah, yakni sehari setelah jamaah haji melaksanakan wukuf di Padang Arafah pada 9 Dzulhijjah.
Kedua shalat hari raya (Id) ini disunnahkan untuk dilaksanakan di lapangan terbuka atau di masjid. Sebab, yang demikian itulah dilakukan Rasul SAW setiap tiba hari raya. Dan, salah satu tempat yang biasa digunakan oleh Rasulullah SAW mendirikan shalat Id adalah di lapangan yang terletak di kawasan al-Manakha.
Lokasi ini terletak sekitar 300 meter dari Masjid Nabawi. Sebagai bentuk penghormatan atas kebiasaan Rasul SAW mendirikan shalat di tempat tersebut, didirikanlah sebuah masjid yang diberi nama Masjid Al-Mushalla, yakni masjid tempat shalat. Di Masjid inilah Rasul mendirikan shalat Idul Fitri atau Idul Adha. Abu Hurairah berkata, Setiap kali Rasulullah melalui Al-Mushalla, Baginda akan menghadap ke arah kiblat dan berdoa.
Masjid Al-Musalla yang sekarang dikenal sebagai Masjid Al-Ghamamah terletak di sebelah timur Madinah, yaitu berhadapan dengan Pasar Tamar sekarang. Letak masjid ini berdampingan dengan Masjid Nabawi di sebelah barat. Dari arah Babus Salam, bila kita melihat ke arah barat akan terlihat masjid yang memiliki kubah-kubah kecil. Warnanya kelabu dan berkubah putih.
Disebut dengan Al-Mushalla yang berarti tempat shalat karena Rasulullah mengerjakan shalat hari raya di sekitar kawasan terbuka, yang menjadikan kawasan ini sebagai tempat khas shalat hari raya. Konon, peristiwa itu terjadi pada tahun kedua Hijriyah. Karena itu, masjid ini memiliki sejarah penting dalam kehidupan umat Islam.
Menurut riwayat, Khalifah Umar bin Khattab adalah orang yang membangun masjid ini persis di tempat shalat Nabi SAW. Adapun bangunan masjid yang ada sekarang ini adalah peninggalan pembangunan Sultan Abdul Majid al-Utsmani. Masjid ini pernah direnovasi kembali pada masa Raja Fahd (1411H).

Sabtu, 10 September 2016

Jamaah Haji, Jangan Sekali-kali Selfie Dengan Polisi Saudi, Ini Bahayanya! Haji


Jamaah haji Indonesia dihimbau agar selfie atau minta berfoto bareng dengan para askar atau polisi Arab Saudi. Imbauan ini ditegaskan oleh Kepala Seksi Bidang Perlindungan Jamaah Haji di Makkah, Wagirun Topan Tuwinangun.

"Sebaiknya jamaah haji tidak selfie di tempat strategis milik Saudi misalnya kantor polisi atau minta foto bersama polisi atau memfoto polisi," kata saat apel di Daker Makkah, mengingatkan, Jumat (19/8/2016).

Wagirun mengingatkan, imbauan ini bersifat keras dan tidak main-main. Berkaca dari pengalaman bertugas sebagai petugas haji selama tahun kemarin, ada kasus foto baik jamaah maupun petugas haji yang akhirnya berakhir di sel tahanan. Polisi Saudi memang sangat sensitif terhadap penggunaan foto.

Kendati demikian, Wagirun juga menginformasikan bahwa penggunaan kamera ponsel di Masjidil Haram untuk saat ini masih diperbolehkan. Yang tidak diperbolehkan adalah membawa kamera besar, handycam, dan melakukan siaran langsung di Masjidil Haram.

Selain masalah foto, Wagirun juga mengingatkan kepada para jamaah haji agar berhati-hati jika menemukan barang orang lain di Masjidil Haram. Jangan pernah mengambil atau memungut barang tersebut. Sebab bisa jadi, orang yang memungut akan menjadi tersangka.

"Sebaiknya disampaikan ke askarnya saja kalau menemukan barang tertentu. Jangan diambil," imbaunya.

Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin sebelumnya juga mengingatkan agar jamaah haji tidak berfoto sembarangan atau memotret penduduk Saudi. Selain itu, jamaah juga dilarang keras membawa benda benda aneh seperti jimat atau sejenisnya karena hukum Saudi sangat keras jika berkaitan dengan hal yang berbau syirik.

Selasa, 06 September 2016

Debat Wahabi dan Mukidi


Debat WAHABI dan MUKIDI..
Suatu ketika, saat pulang dari Tahlilan, Mukidi ditegur oleh seorang Wahabi :
W : " dari mana pak Mukidi?"
M : "Aku pulang dari tahlilan"
W : " Jangan tahlilan, itu bid'ah, perbuatan jahiliyah"
M : " lah, jahiliyah apanya toh? bukankah Abu Lahab dan Abu Jahal yg gak tahlilan"
W : "Tahlilan itu tradisi hindu"
M : " kamu ngaco lagi, mana ada orang hindu baca surat yasin, bertasbih, berzikir, bershalawat.."
W : "tapi acara tahlilan ada dalilnya di kitab Weda"
M :"pantas saja kamu makin ngaco, nyari dalil kok di kitab weda, carilah di al Quran dan Hadits"
W :" tapi gak ada dalil tahlilan dalam al Quran dan hadits"
M : "kamu ngaco lagi, tahlilan itu bahasa Indonesia, ya jelas gak ada kata tahlilan dalam al quran dan hadits yg bahasa arab "
W :" Tapi mengirim pahala bacaan al Quran dalam tahlilan itu gak bakal sampai "
M : "diterima atau tidak kiriman pahala itu urusan ALLAH bukan urusan kamu, sudahlah, daripada kamu ngaco, kamu mati saja, nanti aku tahlilkan, kalau pahalanya gak sampai, ya kamu boleh balik lagi.."

Mukidi di lawan!, he he he

Selasa, 30 Agustus 2016

Perbedaan Aqiqah dan Qurban


Aqiqah ditunaikan sebagai penebus atas lahirnya seorang bayi manusia, sedangkan berqurban adalah untuk memperingati pengorbanan Nabi Ibrahim As serta mengikuti ajaran beliau yang telah ditetapkan oleh Rasulullah SAW sebagai sunnah yang diteruskan kepada ummatnya.
Daging qurban disedekahkan kepada fakir miskin atau anak yatim dalam keadaan mentah, sedang daging aqiqah disedekahkan dalam keadaan sudah dimasak.
Kaki belakang hewan aqiqah sunnah disedekahkan kepada bidan yang menangani kelahiran dan merawat bayi yang bersangkutan. Sedangkan kaki hewan qurban tidak perlu diperlakukan demikian.
Waktu atau masa penyembelihan qurban hanya empat hari dalam setahun, yaitu tanggal 10,11,12,13 Dzulhijjah. Sedangkan menyembelih aqiqah tidak terbatas pada hari-hari tersebut, bahkan bisa dilakukan kapan saja sepanjang tahun, walaupun memang sunatnya dilakukan pada hari ke 7 dari kelahiran bagi mereka yang mampu.
Kalau aqiqah, hewan yang di sembelih terbatas pada kambing atau qibasy sementara qurban bisa onta, sapi, kerbau atau hewan sejenisnya.
Qurban bisa dilakukan setiap tahun bagi yang berkecukupan, sedangkan aqiqah hanya dilakukan sekali saja seumur hidup.
Aqiqah dilaksanakan dengan ketentuan 2 ekor kambing untuk bayi laki-laki dan satu ekor kambing untuk bayi perempuan, sedangkan qurban bisa dilakukan minimal satu ekor dan bisa bersifat kelompok jika hewan yang diqurbankan berharga mahal.
Daging ‘aqiqah boleh diberikan kepada orang bukan faqir miskin, tetapi daging qurban hanya boleh diberikan kepada fakir miskin.
Dilarang mengambil upah penyembelih dari bagian hewan yang dipotong pada qurban sedangkan pada aqiqah dibolehkan memberi upah kepada penyembelih dengan bagian hewan yang dipotong.
Itulah beberpa perbedaan antara aqiqah dan qurban yang Saya ketahui. Jika masih kurang atau ada pendapat lain, silahkan ditambahkan.

Jumat, 26 Agustus 2016

Taman Surga Yang Tak Pernah Sepi


REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Salah satu bagian Masjid Nabawi yang terkenal adalah Raudah (taman surga). Doa-doa yang dipanjatkan dari Raudah diyakini akan dikabulkan oleh Allah SWT.

Taman surga di sini bukan berarti sesuai deskripsi surga dalam Alquran yang dijanjikan Allah sebagai balasan kebaikan di akhirat nanti. Tapi merupakan taman yang mulia, di mana beribadah di dalamnya menghadirkan rasa khusyu mendalam, tiap doa yang dipanjatkan di dalamnya sangat mudah diijabahi.

Raudah terletak di antara mimbar dengan makam (dahulu rumah) Rasulullah. Tempat yang sangat mulia itu merupakan tempat Rasulullah SAW beribadah, memimpin shalat, hingga menerima wahyu.

Tempat ini tak pernah sepi. Raudah merupakan salah satu ruangan di Masjid Nabawi yang banyak dimasuki jamaah untuk memanjatkan doa. Ia terletak di antara kamar Nabi dan mimbar untuk berdakwah.  Luas Raudah dari arah timur ke barat sepanjang 22 meter dan dari utara ke selatan sepanjang 15 meter.

Area Raudah ditandai dengan kubah hijau. Kubah perak sendiri merupakan penanda mihrab tempat imam. Untuk masuk Raudhah, pintu terdekat dari pintu Babus Salam atau pintu Jibril.

Nabi sebagaimana hadis shahih Riwayat Bukhari maa baina baitii wa minbarii raudhoh min riyaadhil jannah, wa minbari ‘alaa haudhii (antara rumahku dan mimbarku adalah raudagh (yaitu) taman dari surga, dan mimbarku di atas kolam). Status 'taman surga' inilah yang memotivasi jamaah untuk berburu tempat di depan kiri Masjid Nabawi ini untuk shalat dan berdoa.

Di dalam Raudah terdapat enam tiang bersejarah, yaitu Tiang Utusan yang digunakan nabi dahulu sebagai tempat menerima utusan yang datang, Tiang Pengawal tempat berdirinya para pengawal nabi, Tiang Tempat Tidur yang merupakan tempat nabi tidur selama i’tikaf, Tiang Abu Lubabah yaitu tiang tempat Abu Lubabah mengikatkan diri karena menyesal telah  membocorkan rahasia kepada orang yahudi, Tiang Aisyah yang diyakini ditunjuk Aisyah sebagai tempat Rasulullah mengimami shalat berjamaah, dan Tiang Mukholaqah tempat bersandar nabi ke batang pohon kurma saat khutbah Jumat.

Di samping itu di Raudah ada juga Mihrab Nabi. Adapun rumah nabi berdampingan dengan masjid. Kini rumah ini menjadi makam Rasulullah SAW beserta dua sahabatnya Abubakar Shiddiq dan Umar Ibnu Khattab.    

Secara khusus tidak ditemukan dalil tentang keutamaan shalat atau berdoa di Raudah selain pernyataan Rasulullah SAW dalam hadits riwayat Bukhori di atas. Namun fakta yang terjadi tempat antara rumah dan mimbar ini telah menjadi rebutan jamaah yang fenomenal.

Semangat jamaah untuk shalat dan berdoa di Raudah memang hal wajar, asal mereka tidak saling menyakiti. Areanya terbatas. Kunci keberhasilan ibadah dan kabulnya doa bukan semata ditentukan oleh tempat tertentu seperti Raudah, akan tetapi di bagian manapun dari Masjid Nabawi kita beribadah. Syaratnya kita beribadah atau berdoa dengan  tata cara yang benar dan dengan kekhusyuan yang tinggi.