Jayapura, Jubi – Kordinasi Perguruan Tinggi Swasta (Kopertis) wilayah XIV Papua dan Papua Barat, Festus Simbaik mengaku, sebanyak 60 Perguruan Tinggi Swasta (PTS) di wilayah XIV dengan jumlah program studi sebanyak 232 masih ada di dalam kelompok PTS yang dibina.
“Sampai saat ini kita masuk pada daftar PTS. Masih di dalam kelompok PTS yang dibina. Tetapi, bukan berarti kita tidak punya PTS yang bermasalah,” jelas Festus Simbiak kepada Jubi usai acara wisuda USTJ, Kamis (10/03/2016).
Dia menjelaskan, sejumlah PTS yang berada di Papua ini masalah utamanya itu adalah keterbatasan tenaga pengajar. Karena, syarat seorang dosen di sebuah perguruan tinggi adalah strada 2 (S2) di dalam bidang yang relevan.
“Dan mencari dosen S2 itu tidak gampang bagi PTS yang ada di Papua. Namun, demikian kita tidak bisa punya alasan seperti itu untuk mengatakan tidak bisa. Yang kita didik juga anak-anak bangsa yang harus bersaing secara nasional, karena itu syarat S2 bagi tenaga dosen harus selalu usahakan untuk dipenuhi,” ujar Simbiak.
Menurut mantan rektor Uncen Jayapura ini, minimal dalam satu program studi harus tersedia enam orang. Sehingga proses belajar mengajar yang terjadi di dalam sebuah program studi itu harus berjalan dengan baik.
“Kalau kurang dari itu (kurang enam), maka yang terjadi adalah proses belajar mengajar itu tidak akan berjalan baik. Kalaupun kita menggunakan tenaga luar biasa yang tidak tetap, tapi belum tentu perhatian mereka itu diberikan proses belajar yang baik. Karena itu, kita terus mendorong perguruan swasta yang ada di Papua ini untuk melengkapi kekurangan ini,” imbuhnya.
Sebelumnya, Ketua Formal Alumni Akper Yamas Papua, Agus Heselo mengtakan, nasib 4.876 lulusan sarjana Ahli Madya (A.Md) Keperawatan dari Akademi Keperawatan (Akper) Yamas Papua hingga saat ini tidak menentu. Untuk itu, alumni Akper Yamas Papua meminta Gubernur Papua, Lukas Enembe membantu menyelesaikan kasus mereka.
“Kami lulus sebagai ahli madya keperawatan dari kampus Akademi Keperawatan Yamas Papua, namun ijazah kami dinyatakan palsu oleh negara. Kami sudah memproses masalah ini selama enam bulan. Untuk itu kami meminta Pemerintah Provinsi Papua dalam hal ini Gubernur Papua dan Kepolisian Daerah (Polda) Papua supaya menyelesaikan masalah ini, karena korbannya hampir lima ribuan orang,” kata Agus Heselo.
Sementara itu, Yoel Pigome, ketua tim non formal atau mewakili semester berjalan mengatakan, mahasiswa menuntut hak mereka untuk ke depan dan diminta kepada Dinas Kesehatan Provinsi Papua harus mendorong supaya masalah ini diselesaikan.
“Kami mahasiswa Akper Yamas yang sudah alumni maupun yang masih aktif kuliah adalah 90 persen anak asli Papua yang mengalami penipuan dan manipulasi ijazah. Kami meminta Kepada Gubernur Papua untuk memberikan rekomendasi kepada mahasiswa untuk mengecek langsung ke Dirjen Dikti (Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi) pusat,” ujar Pigome. (Abeth You)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar