Hikmah »
Oleh adminabaSabtu, 28 Juli 2012
Seorang pemimpin yang arif sedang berkeliling mengitari wilayah kepemimpinannya. Tiba-tiba, seorang penduduk menghampirinya dengan terburu-buru dan mengadu kepadanya.
"Wahai pemimpinku, aku telah dizalimi," katanya.
"Apa yang telah terjadi?" tanya pemimpin itu.
Lelaki tua itu lalu berkata, "Seseorang telah meram¬pas milikku. Orang itu sangat kuat sehingga aku sangat takut untuk mengambil kembali milikku. Aku ingin kau membantuku mengambilkannya," ujarnya meminta tolong.
Pemimpin yang arif itu lalu mengikuti langkah si lelaki tua dan menghampiri orang yang ditunjuk oleh¬nya sebagai orang yang merampas hak. Orang yang ber-badan besar dan berwajah seram itu tahu bahwa sang pemimpin kota yang menghampiri dirinya. Ia tidak be-rani membantah ketika sang pemimpin menyuruhnya mengembalikan milik si lelaki tua. Dia lalu mengemba¬likannya kepada si lelaki tua. Namun, sepeninggal si pe-mimpin, orang itu menampar lelaki tua dengan kasar.
"Rasakan pembalasanku," ujarnya dengan marah.
Lelaki tua mengaduh. "Mengapa kau menamparku?"
"Sebab kau sudah mengadu dan membuatku malu!" teriaknya.
Tamparan serta suara mengaduh itu terdengar oleh sang pemimpin. Bergegas sang pemimpin kembali ke tempat tersebut.
"Apa yang teijadi?" tanya pemimpin sambil memandang lelaki tua.
Lelaki tua itu kembali mengadu, "Orang ini telah menamparku."
"Kalau begitu, balas tamparannya," kata pemimpin arif itu.
Lelaki tua menjawab, ’’Tidak perlu pemimpinku, aku sudah memaafkannya."
Sebenarnya, jauh di lubuk hatinya, dia hanya tidak berani melakukan itu sebab khawatir sepeninggal sang pemimpin dia akan diperlakukan lebih kasar oleh orang muda itu.
"Biarlah, aku sudah memaafkannya," ucapan itu kembali diulangi dengan nada lirih.
Tiba-tiba, sang pemimpin menampar orang muda itu. Plaaaak...! Pemuda itu tersungkur ke tanah. Seba¬gai pemimpin, dia peka bahwa lelaki tua itu tidak ikhlas mengucapkan kata maaf dan dia merasa harus menegak¬kan keadilan.
"Wahai pemimpin yang arif, bagaimana mungkin kau menamparku sedangkan dia sudah memaafkanku?" tanya orang muda itu tidak mengerti. Dia sama sekali tidak menduga akan mendapatkan tamparan dari pe¬mimpinnya yang terkenal arif dan bijaksana.
"Meskipun lelaki tua itu sudah memaafkanmu, tam¬paran ini harus tetap dilakukan sebagai tuntutan hukum. Ini adalah hak seorang pemimpin dalam menegakkan hukum dan keadilan," katanya dengan bijak.
"Setiap pemimpin berkewajiban untuk menegak-kan keadilan, memberantas kezaliman, dan menerap-kan hukum-hukum syari’at serta yang berkaitan de-ngan hak dan kewajiban rakyat yang dipimpinnya. "
Tidak ada komentar:
Posting Komentar