“Wahai Bilal… Istirahatkan aku dengan sholat”,
Ungkapan ini kerapkali Nabi Muhammad ucapkan manakala telah merasakan kepenatan dengan urusan dunia. Ia menjadikan sholat sebagai sebuah media relaksasi dari kelelahan aktivitas keseharian, karena jiwa dan raga manusia membutuhkan waktu khusus dan kegiatan yang khusus untuk mengembalikan kebugaran, konsentrasi dan kondisi yang prima secara lahiriah ataupun bathiniyah.
Siapapun orangnya, apapun pekerjaan dan aktivitasnya, pasti akan mencapai pada posisi dan situasi kejenuhan, yang pada akhirnya akan menghadirkan kegelisahan serta ketidak nyamanan dalam mengarungi perjalanan hidup yang sebenarnya hanya sesaat tetapi berkemaskan keabadian.
Gemerlap dunia memang teramat menggoda, mampu membuai dalam suasana keindahan yang membuat manusia lupa, setiap sudut yang ditampakkan menghadirkan “syahwat” kepada sipenganut aliran hedonisme. Dunia dan beserta semua aksesorisnya seakan menjadi tujuan dari hidup untuk sebagian besar orang, belum dapat disebut meraih kesuksesan bila belum mampu menaklukan dunia, dan menjadikan materi sebagai barometer untuk sebuah kebahagiaan dalam hidup.
Akhirnya, maka tidak aneh bila banyak sekali yang terperangkap dalam tipu daya syeitan, saling fitnah, iri dan dengki kepada sesama, menghasut, korupsi bahkan sampai pada bentuk perbuatan kriminalitas yang sudah pasti akan mengakibatkan kerugian buat orang lain, bukan hanya mata mereka menjadi dibutakan dengan kebenaran, telinga menjadi tuli dan hati-hati yang menjadi kendali akhlak ikut menjadi buta.
Inilah mungkin yang dimaksud al Quran surat al-a’raf ayat 179 :
“dan Sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. mereka Itulah orang-orang yang lalai”.
Sebagai pilihan utama untuk tetap menjadi orang-orang pilihan dan tidak termasuk dalam type-type yang digambarkan oleh Allah dalam ayat tersebut diatas, maka Islam telah menawarkan sebuah formula yang mujarrab dan memang seharusnya ampuh sebagai penangkal propaganda yang setiap saat dirancang apik oleh musuh-musuh manusia yaitu Syeitan dan bala tentaranya. Haji ke tanah suci menjadi kekuatan dahsyat untuk menghantarkan manusia kepada kefitrahan, model manusia yang bagaimanapun, apabila telah melaksanakan ibadah yang satu ini maka Rosulullah janjikan akan memperoleh keistimewaan yang teramat luar biasa berupa terhapusnya semua dosa dan akan kembali suci bagaikan bayi yang baru terlahir dari rahim seorang bunda.
Haji adalah wuquf di Padang Arafah, yang berarti pelajaran paling besar yang akan didapatkan oleh seluruh jamaah haji adalah selama pelaksanaan wuquf, yang merupakan waktu sakral yang memberikan kesempatan kepada semua jamaah haji untuk bisa 'berdialog' dengan Allah, menjalin hubungan mesra dan privat kepada Sang Maha Penentu Segala.
Banyak orang beranggapan, wuquf hanya bisa dilaksanakan di Padang arafah dan pada tanggal 9 Dzulhijjah, pendapat ini tentunya tidak terbantahkan, tetapi yang harus kita fahami adalah bahwa semangat wuquf tidak berhenti ketika kita keluar dari Padang Arafah ataupun setelah tanggal 9 Dzulhijjah. Semua yang dilakukan selama musim haji merupakan sebuah pembelajaran yang semestinya setelah itu akan menjadi kebiasaan kepada siapa saja untuk selalu menciptakan nuansa wuquf kapan dan dimanapun berada.
Bayangkan…! Bila setiap orang yang pernah berhaji tetap membawa semangat wuquf kekampung halamannya masing-masing dan mereka tetap membangun hubungan harmonis secara vertikal kepada Allah Jalla wa 'Azza, pastinya akan tampak sebuah pemandangan hubungan sosial yang sangat indah, tidak akan ada ghibah, namimah, sum'ah, ataupun semua bentuk perbuatan yang meresahkan dan menimbulkan musibah bagi subyek maupun obyeknya, karena nuansa wuquf tetap terbangun dan menjadi atmosfir yang sangat kental dalam setiap keadaan.
Setiap tahunnya, tidak kurang dari 250.000 jamaah haji Indonesia yang berbondong-bondong menuju kota Makkah dan Madinah, bahkan banyak orang yang berusaha bisa berhaji setiap tahunnya untuk melakukan re-charge pengalaman spritualnya. Magnite Ka'bah al-Musyarrofah seakan menghujam begitu dalam kesetiap relung hati kaum muslimin diseantero dunia, terutama kepada kaum muslimin Indonesia, sehingga Departemen Agama dalam hal ini mengeluarkan aturan berhaji 5 tahun sekali buat mereka yang sudah pernah melaksanakannya. Idealnya, bila orang-orang yang telah melaksanakan haji mampu mempertahankan volume ibadahnya selama dalam perjalanan ibadah sekembalinya ke rumahnya masing-masing, maka pasti akan tersuguhkan kemilau-kemilau akhlak dan kepribadian yang sangat menawan.
Karenanya, untuk merealisasikan pelajaran mahal dari berhaji yang puncaknya adalah pelaksanaan wuquf di Padang Arafah, maka tidak ada pilihan lain kecuali kita harus mampu berwuquf setiap saat, kapan dan dimanapun kita berada. Alhasil, siapapun orangnya pasti akan merasakan betapa indah dan berharganya hari-hari yang dilalui dengan aroma wuquf, dan tentunya ini membuka peluang dan harapan kepada siapapun yang belum dan tidak mampu menyiapkan uang dalam jumlah besar untuk tetap bisa berhaji dan bahkan berkali-kali. Wallahu A'lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar