Para ulama seringkali membahas masalah ini tatkala memasuki bahasan shalat, apakah orang yang meninggalkan shalat masih muslim ataukah bukan, alias “kafir”. Kalau mengingkari kewajiban shalat, tidak diragukan lagi kafirnya. Namun yang dibahas adalah jika ia tidak memiliki amalan shalat, padahal mengaku muslim (di KTP), artinya ia meninggalkan shalat takaasulan (malas-malasan).
Referensi:
Sebagian orang memahami bahwa Imam Asy Syafi’i rahimahullah tidak mengkafirkan orang yang meninggalkan shalat. Namun yang tepat dalam hal ini, Imam Syafi’i adalah di antara ulama yang menyatakan kafirnya. Sedangkan kesimpulan bahwa beliau tidak mengkafirkan, itu tidak secara nash dari beliau. Dan sebenarnya hanya kesimpulan dari para ulama madzhab Syafi’i karena melihat indikasi dari perkataan beliau, bukan dari perkataan Imam Syafi’i secara tegas.
Imam Ath Thohawi rahimahullah telah menyandarkan perkataan bahwa Imam Asy Syafi’i menyatakan meninggalkan shalat itu kafir. Ath Thohawi berkata dalam Musykilul Atsar (4: 228),
و قد اختلف أهل العلم في تارك الصلاة كما ذكرنا , فجعله بعضهم بذلك مرتدا عن الإسلام , و جعل حكمه حكم ما يستتاب في ذلك , فإن تاب وإلا قتل , منهم الشافعي رحمة الله تعالي عليه
“Para ulama telah berselisih pendapat dalam masalah hukum meninggalkan shalat sebagaimana yang pernah kami sebutkan. Sebagian ulama ada yang menyatakan orang yang meninggalkan shalat berarti murtad dari Islam dan ia pun harus dimintai taubat. Jika tidak bertaubat, ia dibunuh. Di antara ulama yang berpendapat seperti ini adalah Imam Asy Syafi’irahimahullah.”
Pendapat yang menyatakan kafirnya orang yang meninggalkan shalat didukung oleh Al Qur’an, hadits dan ijma’ (kesepakatan) para sahabat.
Allah Ta’ala berfirman,
فَخَلَفَ مِنْ بَعْدِهِمْ خَلْفٌ أَضَاعُوا الصَّلَاةَ وَاتَّبَعُوا الشَّهَوَاتِ فَسَوْفَ يَلْقَوْنَ غَيًّا إِلَّا مَنْ تَابَ وَآَمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا
“Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui al ghoyya, kecuali orang yang bertaubat, beriman dan beramal saleh.” (QS. Maryam : 59-60)
Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhuma mengatakan bahwa ‘ghoyya’ dalam ayat tersebut adalah sungai di Jahannam yang makanannya sangat menjijikkan, yang tempatnya sangat dalam. (Ash Sholah, hal. 31)
Dalam ayat ini, Allah menjadikan tempat ini –yaitu sungai di Jahannam- sebagai tempat bagi orang yang menyiakan shalat dan mengikuti syahwat (hawa nafsu). Seandainya orang yang meninggalkan shalat adalah orang yang hanya bermaksiat biasa, tentu dia akan berada di neraka paling atas, sebagaimana tempat orang muslim yang berdosa. Tempat ini (ghoyya) yang merupakan bagian neraka paling bawah, bukanlah tempat orang muslim, namun tempat orang-orang kafir.
Dari Jabir bin ‘Abdillah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
بَيْنَ الرَّجُلِ وَبَيْنَ الشِّرْكِ وَالْكُفْرِ تَرْكُ الصَّلاَةِ
“(Pembatas) antara seorang muslim dan kesyirikan serta kekafiran adalah meninggalkan shalat.” (HR. Muslim no. 257).
Umar bin Khottob mengatakan,
لاَ إِسْلاَمَ لِمَنْ تَرَكَ الصَّلاَةَ
“Tidaklah disebut muslim bagi orang yang meninggalkan shalat.” Saat Umar mengatakan perkataan di atas tatkala menjelang sakratul maut, tidak ada satu orang sahabat pun yang mengingkarinya. Oleh karena itu, hukum bahwa meninggalkan shalat adalah kafir termasuk ijma’ (kesepakatan) sahabat.
Mayoritas sahabat Nabi menganggap bahwa orang yang meninggalkan shalat dengan sengaja adalah kafir sebagaimana dikatakan oleh seorang tabi’in, Abdullah bin Syaqiq. Beliau mengatakan,
كَانَ أَصْحَابُ مُحَمَّدٍ -صلى الله عليه وسلم- لاَ يَرَوْنَ شَيْئًا مِنَ الأَعْمَالِ تَرْكُهُ كُفْرٌ غَيْرَ الصَّلاَةِ
“Dulu para shahabat Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah pernah menganggap suatu amal yang apabila ditinggalkan menyebabkan kafir kecuali shalat.” Perkataan ini diriwayatkan oleh At Tirmidzi dari Abdullah bin Syaqiq Al ‘Aqliy seorang tabi’in dan Hakim mengatakan bahwa hadits ini bersambung dengan menyebut Abu Hurairah di dalamnya. Dan sanad (periwayat) hadits ini adalah shohih. (Lihat Ats Tsamar Al Mustathob fi Fiqhis Sunnah wal Kitab, hal. 52)
Ibnul Qayyim mengatakan, ”Tidakkah seseorang itu malu dengan mengingkari pendapat bahwa orang yang meninggalkan shalat adalah kafir, padahal hal ini telah dipersaksikan oleh Al Kitab (Al Qur’an), As Sunnah dan kesepakatan sahabat. Wallahul Muwaffiq (Hanya Allah-lah yang memberi taufik).” (Ash Sholah, hal. 56)
Adapun orang yang kadang shalat, kadang tidak, ini dihukumi telah melakukan dosa besar bahkan satu shalat saja yang ditinggalkan itu lebih besar dari dosa zina, dosa membunuh, dosa meminum minuman keras dan dosa besar lainnya. Rincian akan hal ini telah dibahas di rumaysho.com dalam tulisan: Dosa Meninggalkan Shalat Limat Waktu Lebih Besar dari Dosa Berzina
Jika sudah tahu besarnya dosa meninggalkan shalat, kenapa masih enggan melaksanakannya dan seringnya bolong-bolong (kadang shalat dan kadang tidak)?
Moga Allah beri hidayah demi hidayah untuk terus beramal sholeh dan melakukan yang wajib.
Al Manhaj As Salafi ‘inda Asy Syaikh Nashiruddin Al Albani, ‘Amr bin ‘Abdul Mun’im Salim
Ash Sholah wa Hukmu Tarikiha, Ibnul Qoyyim, terbitan Dar Al Imam Ahmad