Tulisan Berjalan

SUKSES KOMUNITAS MAJU JOS, AKHIRNYA BIMBINGAN DIGITAL MARKETING SECARA GRATIS TANPA BATAS TELAH MEMBERI MANFAAT BESAR

Minggu, 18 Mei 2014

Mahasiswa Promosikan Islam di AS


Dailycaller.com
Muslim Amerika di Texas.
Muslim Amerika di Texas.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON – Sekelompok mahasiswa Muslim di Amerika Serikat (AS) memiliki cara tersendiri untuk memberi pendidikan tentang Islam. Mereka membuat acara dengan tujuan mengoreksi kesalahpahaman tentang budaya Islam. Acara yang diprakarsai sejumlah mahasiswa di Western Washington University tersebut menampilkan gambaran Islam sesungguhnya dengan tema ‘Pekan Kesadaran Islam’. 

Diharapkan, masyarakat AS tidak lagi melakukan kesalahpahaman atas  penafsiran Muslim dan Islam. "Seringkali mahasiswa dan anggota masyarakat tidak benar-benar tahu apa Islam itu," ujar Nafeesa Imtiaz, dilansir OnIslam, Senin (19/5).

Di acara itu juga dihelat diskusi dengan mengundang pembicara tamu untuk mengatasi kesalahan persepsi siswa tentang Islam. Seperti, isu yang beredar di kalangan masyarakat mengenai isu  jilbab Islam, atau hijab, bagi perempuan yang kemudian diskusikan. 

Imtiaz mengaku, mengenakan jilbab adalah bentuk kerendahan hati seseorang di tengah kehadiran teman-temannya, masyarakat dan keluarga yang didasarkan pada karakter dan kepribadiannya. “Tujuan memakai hijab tidak untuk menindas wanita. Secara pribadi, saya pikir memakai jilbab sangat membebaskan," kata Imtiaz."

Pekan Kesadaran Islam tersebut menurut Imtiaz juga merupakan cara untuk memerangi kebodohan dan mendidik siswa Barat tentang Islam. Selama ini pengetahuan tentang Islam hanya didasarkan dari pemberitaan media yang keberimbangannya masih dipertanyakan. "Jadi kami ingin menyentuh itu dan menjawab pertanyaan atau mengatasi setiap kesalahpahaman orang," ujarnya.

Melalui kegiatan tersebut dimaksudkan untuk menyebarkan kesadaran dan inklusif bagi siapa saja yang hadir. Imtiaz juga menjamin tidak ada diskriminatif dalam proses pembelajaran tersebut. "Kami tidak membeda-bedakan siapa pun, kami selalu menjaga acara yang sangat umum, dan kami juga mencoba untuk tidak terlalu spesifik tentang agama, " katanya.

Perbaikan PP Zakat Dianggap Mendesak


dompetdhuafa.org
Munas Forum Zakat (FOZ) VI
Munas Forum Zakat (FOZ) VIREPUBLIKA.CO.ID,
Pengelolaan zakat harus banyak melibatkan masyarakat.

JAKARTA – Forum Zakat (FOZ) tetap menghendaki perbaikan terhadap Peraturan Pemerintah (PP) Zakat. PP Nomor 14 Tahun 2014 ini merupakan pelaksana Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat.

Perbaikan tersebut dilakukan melalui uji materiil PP ke Mahkamah Agung (MA). FOZ merupakan forum yang beranggotakan lembaga-lembaga amil zakat (LAZ). Sebelumnya, Ketua Umum Baznas Didin Hafidhuddin berharap ada musyawarah.

Ia mengatakan, jika ada pasal yang dianggap tak cocok bisa dibicarakan bersama. Namun, Ketua Umum FOZ Sri Adi Bramasetia mengatakan, PP mesti segera dikaji ulang. ‘’Sekitar pekan ini dan maksimal pekan depan uji materiil akan diajukan,’’ katanya, Ahad (18/5).

FOZ dalam proses pemantapan draf ajuan uji materiil. Menurut Adi, organisasinya yang dipimpinnya meminta masukan dari LAZ dan masyarakat. Termasuk masukan dari Baznas. Sejumlah pasal akan diuji materiil.

Yakni Pasal 57 dan 58 tentang syarat pendirian LAZ. Pada pasal 57, LAZ dapat dibentuk melalui ormas Islam atau lembaga berbadan hukum yang telah memperoleh izin menteri atau pejabat yang ditunjuk oleh menteri .

Pasal 58 hanya tercantum ormas Islam, tak ada pilihan lembaga berbadan hukum. Menurut Adi, kedua pasal tersebut menyebabkan adanya ketidaksesuaian dan ketidak konsistenan isi. Selanjutnya, Pasal 62 dan 63 mengenai pembentukan perwakilan LAZ.

Ada batasan, LAZ skala nasional hanya bisa membentuk satu perwakilan di satu provinsi. LAZ berskala provinsi juga hanya dapat mendirikan satu perwakilan di sebuah kabupaten atau kota. Uji materiil juga dilakukan pada Pasal 75 ayat 2.

Pasal ini menyatakan LAZ mesti diaudit syariah dan dilakukan oleh Kementerian Agama. Menurut FOZ, mestinya auditor syariah bukan Kementerian Agama karena selama ini audit syariah yang melakukan adalah Majelis Ulama Indonesia (MUI).

‘’Kami ingin melakukan yang terbaik untuk masyarakat tetapi PP menyebabkan kesulitan bagi LAZ,’’ kata Adi. Kondisi ini bakal berdampak buruk bagi pengelolaan zakat. Terutama yang dilakukan LAZ.

Padahal, jelas Adi, peluang-peluang zakat di Indonesia sangat besar. LAZ dan badan amil zakat dituntut mampu menjamin pengelolaan zakat ini berjalan baik. Ia mengakui, lembaga dan badan amil zakat mempunyai tujuan sama.

Keduanya berkeinginan agar pengelolaan zakat maksimal. Namun, kerja sama ini bakal tak berjalan mulus kalau PP tak direvisi. Sebab, ada pasal-pasal yang menghambat kerja LAZ. Adi mengatakan, hingga saat ini sebagian besar LAZ mendukung uji materiil.

Diterima atau ditolaknya pengajuan uji materiil tergantung MA. Mungkin ditolak, diterima semua, atau diterima sebagian. ‘’Kalaupun ditolak, itu wajar yang terpenting kami melanjutkan perjuangan,’’ kata Adi.

Pakar filantropi dari UIN Syarif Hidayatullah Amelia Fauzia uji materiil mestinya diterima pemerintah sebagai perbaikan atas PP Zakat. Ia beralasan, pemerintah tak bisa mengabaikan masyarakat yang selama ini sudah percaya pada LAZ.

Dengan demikian, tak semestinya pengelolaan zakat bersifat sentralistik. Lebih banyak ditentukan pemerintah atau badan zakat yang berada di bawah pemerintah. Dalam pengelolaan zakat, kata Amelia, harus lebih banyak melibatkan masyarakat. 

Kamis, 15 Mei 2014

Wanita Surga



Penulis : Yanti Afriyani

Tidak ada kekayaan yang lebih berharga di dunia ini melainkan wanita yang shalihah. (HR Ahmad). Jika demikian, wahai wanita shalihah, rawat dan jagalah dirimu dari noda-noda yang dapat mengotorimu.
Mengapa wanita shalihah diibaratkan sebagai harta kekayaan yang berharga? Karena, wanita shalihah menghiasi dirinya dengan sifat-sifat yang mulia. Itulah sosok wanita mulia yang selalu dirindukan surga.
Sifat-sifat wanita ahli surga itu, pertama, selalu taat kepada Allah SWT. “Sebab itu, maka wanita yang shalihah ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka).” (QS. an-Nisa’ [4] : 34).
Kedua, menghormati dan memuliakan suaminya. “Tidaklah seorang wanita menyakiti suaminya di dunia kecuali istrinya dari bidadari surga berkata, “Janganlah kamu menyakitinya. Atau, Allah akan membunuhmu. Sesungguhnya, dia padamu adalah orang asing yang sebentar lagi akan meninggalkanmu dan pergi kepada kami.” (HR Ibnu Majah).
Ketiga, selalu taat kepada suaminya. “Tiga golongan yang shalatnya tidak akan diangkat dari atas kepalanya walaupun sejengkal, yaitu lelaki yang mengimami suatu kaum yang mereka membencinya; wanita yang tinggal (di rumah) dan suaminya marah kepadanya; dan dua saudara yang saling bermusuhan.” (HR Ibnu Majah).
Keempat, tidak keluar rumah kecuali seizin suaminya. “Tidak dibolehkan bagi seorang wanita yang beriman kepada Allah untuk meminta izin ketika berada di rumah suaminya, saat dia (suaminya) benci, atau keluar saat dia benci, atau menaati orang lainya di hadapannya, tidak menjauh dari tempat tidurnya, tidak memukulnya. Jika dia berbuat zalim, maka temuilah sampai dia ridha. Jika dia menerimanya, maka bahagialah dia. Allah akan menerima permintaan maafnya dan memperlihatkan hujjah-Nya dan tidak ada dosa bagimu. Jika dia tidak menerimanya, maka permintaan maafnya sudah sampai kepada Allah.” (HR Hakim).
Kelima, tidak berhias kecuali untuk suaminya. “Katakanlah kepada wanita yang beriman, ‘Hendaklah mereka menahan pandangannya dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) tampak dari padanya. (QS. an-Nur [24] : 31).
Keenam, ridha dengan yang telah Allah berikan untuknya. Rasul SAW bersabda, “Allah tidak akan melihat kepada wanita yang tidak mensyukuri suaminya padahal dia sangat membutuhkannya.” (HR. Nasa’i).
Semoga Allah membimbing kita, para istri, dan anak-anak putri kita agar selalu berhias dengan sifat-sifat wanita yang berkarakter surga. Amin.

Senin, 12 Mei 2014

Teks Ceramah Islam Ini Singkat, Tapi Mengena…



By Tim27 IMTRA
Teks ceramah Islam untuk motivasi dan pengembangan diri. Ada dua sifat penting yang perlu kita munculkan dalam hidup yang fana ini. Kedua sifat itu dapat membakar semangat kita untuk menjadi orang yang jauh lebih sejahtera. Apa itu? Simak teks ceramah Islam manajemen qolbu ini….

Teks Ceramah Islam
Hadirin yang dirahmati Allah, dalam kitab Al Hikam, Syekh Ahmad Athillah disebutkan bahwa: “Jika Allah buka pintu harapan (raja) maka saksikanlah apa yang Allah berikan untukmu. Jika kamu ingin Allah buka pintu khauf (khawatir) perhatikan apa yang telah engkau amalkan mentaati Allah.”

Saudaraku yang baik, jadi orang dapat termotivasi dengan dua hal yaitu:
1. Raja’ (Harap)
2. Khauf (Takut, khawatir atau cemas)

Raja’ maksudnya adalah harapan yang senantiasa dimiliki oleh hamba kepada Allah Sang Maha Pemberi. Misalnya harapan agar amalnya diterima, dosanya diampuni. Harapan mendapatkan rahmat, hidayah, rizki dan lain sebagainya. | teks ceramah islam

Khauf adalah sifat khawatir atau takut kepada Allah, yang perlu dimiliki oleh seorang hamba. Misalnya, khawatir amalnya tidak diterima Allah. Khawatir dosa-dosanya tidak diampuni Allah, dan lain sebagainya. Khawatir akan ancaman-ancaman Allah.

Oleh karena itu, jika kita ingin lebih termotivasi dalam memperbaiki diri maka kita perlu memunculkan sikap raja dan khauf, atau harap dan cemas.

Raja berkaitan dengan keuntungan, khauf berkaitan dengan bahaya. Secara naluri, orang bisa memiliki semangat karena mengejar keuntungan dan menghindari bahaya atau kesengsaraan. Misalkan saja, tiba-tiba ada orang sangat bersemangat mengerjakan sesuatu. Ternyata, orang itu akan mendapat keuntungan besar dari yang dia kerjakan. | teks ceramah islam

Sebaliknya, ada orang yang bersusuah payah dan menahan diri untuk tidak makan enak. Ternyata, orang itu sudah “ditakut-takui” dokter kalau makan yang dia sukai penyakitnya akan kambuh.

Itulah dua ilustrasi tentang raja’ dan khauf (harap dan cemas).

Catatan ProMutu.com: Teks ceramah Islam ini dapat anda lengkapi dengan bumbu ceramah, klik: Contoh Ice Breaking

Tapi perlu diingat, jangan salah dalam menempatkan raja’ dan khauf…
Jangan takut tidak kebagian uang , Jangan takut tidak kebagian kedudukan, tetapi yang harus kita takuti adalah tidak bisa memperbaiki diri, karena kalau orang sudah mempunyai kemampuan memperbaiki diri maka yang lain Insya Allah akan mengikuti. Banyak orang memikirkan uang dan kedudukan yang belum ada, padahal rizki tidak akan pernah tertukar! Kalau kitanya bagus, In sya_allah bagus juga pemberian dari Allah.

Kita banyak dosa, kalau kita hanya ingat neraka pasti akan makin lemas, seharusnya ingatlah ampunan Allah jika sudah terjadi dosanya, tapi jika belum jadi dosa lalu mengingat ampunan Allah, maka jadilah dosanya itu , misalnya kita ingin berbuat maksiat karena beranggapan Allah itu Maha Pengampun, itu hal yang salah saudaraku, karena dia menggunakan Raja’ untuk maksiat, terbalik karena seharusnya untuk yang sudah terjadi kita harus mengingat ampunan Allah,barulah itu sah sebagai raja’. | teks ceramah islam

Berharap kalau hanya kepada Allah Insya Allah akan membuat kita optimis. Misalnya,bagaimana kalau harga tanah naik? Jika berharap kepada Allah, berapapun harga tanah, yang penting dapat kita beli karena Allah Maha Kaya

Minggu, 11 Mei 2014

Uji PP Zakat Pekan Depan


wordpress.com
Zakat (ilustrasi).
Zakat (ilustrasi).

 Monopoli pengelolaan oleh badan amil zakat dipersoalkan.
JAKARTA – Forum Zakat (FOZ) akan mengajukan uji materiil Peraturan Pemerintah (PP) Zakat Nomor 14 Tahun 2014 pekan depan. Amin mengatakan, PP ini merupakan pelaksana Undang-Undang Pengelolaan Zakat yang disahkan pada Februari 2014 lalu.
 
‘’Peraturan tersebut mengakibatkan monopoli pengelolaan zakat,’’ kata Sekretaris Eksekutif FOZ Amin Sudarsono pada sela pertemuan sekitar 30 lembaga amil zakat (LAZ) saat membahas uji materiil PP Zakat, Ahad (11/5).

Sekarang, FOZ sedang mematangkan draf uji materiil yang akan diajukan ke Mahkamah Agung.  Amin berharap tahun ini permasalahan PP Zakat selesai sesuai harapan. Dengan demikian, LAZ kelak mampu menghimpun dan mendayagunakan zakat dengan baik.

Salah satu hal yang diangap menimbulkan monopoli adalah pembatasan jumlah lembaga amil zakat (LAZ) di daerah dan provinsi.Muncul proses birokrasi yang berbelit dalam upaya menghimpun zakat dari masyarakat.

FOZ megungkapkan, LAZ boleh mempunyai cabang di semua provinsi. Caranya dengan mengajukan izin pendirian ke pemerintah provinsi bersangkutan.Begitu pula di kabupaten atau kota. Namun, setiap LAZ hanya boleh memiliki satu cabang.

Padahal, LAZ milik ormas Islam seperti Muhammadiyah serta NU, bisa punya lebih dari satu cabang. LAZ korporat juga resah. Jika hendak menjadi LAZ tersendiri, harus mendirikan organisasi semisal yayasan tersendiri pula.

Padahal, zakat yang dikumpulkan berasal dari karyawan perusahaan tempat LAZ korporat itu ada.LAZ korporat bisa saja menjadi bagian unit pengumpul zakat (UPZ) badan amil zakat nasional dengan kewajiban menyerahkan laporan rutin. Tapi, kewenangannya pasti dibatasi.

Amin menambahkan, LAZ mengalokasikan zakat yang terhimpun dalam beberapa kelompok. Yakni pendidikan, kesehatan, pemberdayaan ekonomi, dan dakwah. Sekitar 35 persen dari jumlah  zakat yang terkumpul dialokasikan untuk program pendidikan.

Heru Susetyo, kuasa hukum FOZ, mengakui proses uji materiil di Mahkamah Agung tak mudah. Meski demikian, ia berharap uji materiil ini mendapatkan respons baik dari lembaga hukum itu.  Ia menuturkan, PP Zakat ini sarat unsur diskriminatif.

Tak hanya itu, terjadi monopoli pengumpulan zakat oleh badan amil zakat (BAZ). Badan ini ada di setiap provinsi, kabupaten atau kota. Mereka memiliki wewenang memberikan izin pada LAZ, lembaga yang dibuat masyarakat, dalam menghimpun zakat.

Permasalahan PP ini sangat memberikan kesulitan kepada para LAZ yang biasanya digerakkan kepedulian masyarakat tentang zakat. PP tersebut juga melahirkan kesulitan dalam sistem birokrasi bagi LAZ karena harus memperoleh izin dari BAZ.

Heru menambahkan, PP Zakat ini memberikan kesan ilegal kepada LAZ yang tidak mengajukan surat atau proposal dalam menghimpun zakat kepada BAZ. Padahal, banyak warga Muslim yang ingin memudahkan penyebaran zakat kepada masyarakat yang membutuhkan.

Apalagi menjelang Ramadhan, biasanya banyak Muslim yang ingin menyalurkan zakatnya. LAZ bakal kesulitan untuk menghimpun lebih banyak zakat karena persoalan birokrasi. ‘’Lembaga zakat yang masih dalam skala kecil tentu sangat kesulitan,’’ katanya menegaskan.

Ia berharap Mahkamah Agung menyetujui uji materiil ini. Lalu, perubahan terhadap PP tersebut segara diterapkan di lapangan. Jangan sampai persoalan PP Zakat ini berlarut-larut hingga menghambat pengumpulan zakat masyarakat.

Heru mengaku tak tahu berapa besar peluang keberhasilan uji materiil ini. Namun ia menegaskan, kalau pengajuan uji materiil saat ini ditolak, FOZ akan mengajukannya kembali hingga ada perubahan dalam PP Zakat.         n c64 

Kamis, 08 Mei 2014

Seputar Ziarah Kubur

Gambar : Mengambil Miqat Umrah di Dzulhulaifah/Bier Ali


Kesalahpahaman seputar ziarah kubur Rasulullah

 Satu lagi contoh potongan perkataan ulama salaf yang sholeh  disalah gunakan oleh mereka yaitu perkataan Imam Malik bin Anas (perintis Mazhab Maliki) untuk melarang ziarah ke kuburan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.
Bahkan ulama panutan mereka,  Ibnu Taimiyah di dalam kitab Majmu’ Fatawa Ibnu Taimiyah juz 27 hal. 111-112 sangat mengandalkan potongan perkataan tersebut.
Ibnu Taimiyah berkata:
بل قد كره مالك وغيره أن يقال: زرت قبر النبي صلى الله عليه وسلم، ومالك أعلم الناس بهذا الباب، فإن أهل المدينة أعلم أهل الأمصار بذلك، ومالك إمام أهل المدينة. فلو كان في هذا سنة عن رسول الله صلى الله عليه وسلم: فيها لفظ «زيارة قبره» لم يخف ذلك على علماء أهل مدينته وجيران قبره ـ بأبي هو وأمي.
“… bahkan Imam Malik dan yang lainnya membenci kata-kata, ‘Aku menziarahi kubur Nabi shallallahu alaihi wasallam’ sedang Imam Malik adalah orang paling alim dalam bab ini, dan penduduk Madinah adalah paling alimnya wilayah dalam bab ini, dan Imam Malik adalah imamnya penduduk Madinah. Seandainya terdapat sunnah dalam hal ini dari Rasulullah Shallallahu Alaihi wsallam  yang di dalamnya terdapat lafaz ‘menziarahi kuburnya’, niscaya tidak akan tersembunyi (tidak diketahui) hal itu oleh para ulama ahli Madinah dan penduduk sekitar makam beliau –demi bapak dan ibuku .”
Ibnu Taimiyah dan para pengikutnya tampaknya salah paham terhadap ungkapan Imam Malik tersebut.
Imam Malik adalah orang yang sangat memuliakan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, sampai-sampai ia enggan naik kendaraan di kota Madinah karena menyadari bahwa tubuh Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam dikubur di tanah Madinah, sebagaimana ia nyatakan, “Aku malu kepada Allah ta’ala untuk menginjak tanah yang di dalamnya ada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi  Wasallam dengan kaki hewan (kendaraan-pent)” (lihat Syarh Fath al-Qadir, Muhammad bin Abdul Wahid As-Saywasi, wafat 681 H., Darul Fikr, Beirut, juz 3, hal. 180).
Bagaimana mungkin sikap yang sungguh luar biasa itu dalam memuliakan jasad Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam seperti menganggap seolah beliau masih hidup, membuatnya benci kepada orang yang ingin menziarahi makam Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam ?
Sungguh ini adalah sebuah pemahaman yang keliru.
Imam Ibnu Hajar al-Asqallani, di dalam kitab Fathul-Bari juz 3 hal. 66, menjelaskan, bahwa Imam Malik membenci ucapan “aku menziarahi kubur Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.” adalah karena semata-mata dari sisi adab, bukan karena membenci amalan ziarah kuburnya. Hal tersebut dijelaskan oleh para muhaqqiq (ulama khusus) mazhabnya. Dan ziarah kubur Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam adalah termasuk amalan yang paling afdhal dan pensyari’atannya jelas, dan hal itu merupkan ijma’ para ulama.
Artinya, kita bisa berkesimpulan, setelah mengetahui betapa Imam Malik memperlakukan jasad Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam yang dikubur di Madinah itu dengan akhlak yang luar biasa, seolah seperti menganggap beliau masih hidup, maka ia pun lebih suka ungkapan “aku menziarahi  atau mendatangi Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.” dari pada ungkapan “aku menziarahi kubur Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam.” berhubung banyak hadits mengisyaratkan bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam dan kaum muslim yang telah meraih maqom di sisiNya  di dalam kuburnya dapat mengetahui, melihat, dan mendengar siapa saja yang menziarahinya dan mengucapkan salam dan shalawat kepadanya.  Tampak Imam Malik tidak suka Rasulullah Shallallahu Wasallam yang telah wafat itu diperlakukan seperti orang mati pada umumnya, dan asumsi ini dibenarkan oleh dalil-dalil yang sah.
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda,
حياتي خير لكم ومماتي خير لكم تحدثون ويحدث لكم , تعرض أعمالكم عليّ فإن وجدت خيرا حمدت الله و إن وجدت شرا استغفرت الله لكم.
Hidupku lebih baik buat kalian dan matiku lebih baik buat kalian. Kalian bercakap-cakap dan mendengarkan percakapan. Amal perbuatan kalian disampaikan kepadaku. Jika aku menemukan kebaikan maka aku memuji Allah. Namun jika menemukan keburukan aku memohonkan ampunan kepada Allah buat kalian.” (Hadits ini diriwayatkan oelh Al Hafidh Isma’il al Qaadli pada Juz’u al Shalaati ‘ala al Nabiyi Shallalahu alaihi wasallam. Al Haitsami menyebutkannya dalam Majma’u al Zawaaid dan mengkategorikannya sebagai hadits shahih
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda,
(ما من رجل يزور قبر أخيه ويجلس عليه إلا استأنس ورد عليه حتي يقوم)
Tidak seorangpun yang mengunjungi kuburan saudaranya dan duduk kepadanya (untuk mendoakannya) kecuali dia merasa bahagia dan menemaninya hingga dia berdiri meninggalkan kuburan itu.” (HR. Ibnu Abu Dunya dari Aisyah dalam kitab Al-Qubûr).
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda,
(ما من أحد يمربقبر أخيه المؤمن كان يعرفه في الدنيا فيسلم عليه إلا عَرَفَهُ ورد عليه السلام)
Tidak seorang pun melewati kuburan saudaranya yang mukmin yang dia kenal selama hidup di dunia, lalu orang yang lewat itu mengucapkan salam untuknya, kecuali dia mengetahuinya dan menjawab salamnya itu.” (Hadis Shahih riwayat Ibnu Abdul Bar dari Ibnu Abbas di dalam kitab Al-Istidzkar dan At-Tamhid).
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda,
إن أعمالكم تعرض على أقاربكم وعشائركم من الأموات فإن كان خيرا استبشروا، وإن كان غير ذلك قالوا: اللهم لا تمتهم حتى تهديهم كما هديتنا)
Sesungguhnya perbuatan kalian diperlihatkan kepada karib-kerabat dan keluarga kalian yang telah meninggal dunia. Jika perbuatan kalian baik, maka mereka mendapatkan kabar gembira, namun jika selain daripada itu, maka mereka berkata: “Ya Allah, janganlah engkau matikan mereka sampai Engkau memberikan hidayah kepada mereka seperti engkau memberikan hidayah kepada kami.” (HR. Ahmad dalam musnadnya).
Imam Nawawi didalam Al-Majmu jilid VIII halalam 272.
“Al-Khufajiy didalam Syarhusy-Syifa menyebut, bahwa As-Sabkiy mengata- kan sebagai berikut:  “Sahabat-sahabat kami menyatakan, adalah mustahab jika orang pada saat datang berziarah ke pusara Rasulallah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam meng-hadapkan wajah kepadanya  (Rasulallah Shallallahu Alaihi Wasallam) dan membelakangi Kiblat, kemudian mengucapkan salam kepada beliau Shallallahu Alaihi Wasallam beserta keluarganya (ahlu-bait beliau Shallallahu Alaihi Wasallam) dan para Sahabatnya, lalu mendatangi pusara dua orang sahabat beliau Shallallahu Alaihi Wasallam (Khalifah Abubakar dan Umar –radhiyallhu ‘anhuma). Setelah itu lalu kembali ketempat semula dan berdiri sambil berdo’a “. (Syarhusy-Syifa jilid III halaman 398).
Dengan demikian tidak ada ulama yang mengatakan cara berziarah yang tersebut diatas adalah haram, bid’ah, sesat dan lain sebagainya.
Ada lagi dari golongan pengingkar yang melarang ziarah kemakam Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam seperti padahttp://abahnajibril.wordpress.com/2011/04/20/madzhab-ibnu-taimiyyah-dalam-ziarah-kubur/   dengan alasan hadits berikut ini: “Jangan susah-payah bepergian jauh kecuali ke tiga buah masjid; Al-Masjidul-Haram, masjidku ini (di Madinah) dan Al-Masjidul-Aqsha (di Palestina)”.
Hadits tersebut berkaitan dengan masalah sholat dan masjid jadi bukan masalah ziarah kubur. Yang dimaksud hadits tersebut ialah ‘jangan bersusah-payah bepergian jauh hanya karena ingin bersholat di masjid lain, kecuali tiga masjid yang disebutkan dalam hadits itu’ , karena sholat di selain ketiga masjid tersebut  sama pahalanya.  Makna ini sesuai dengan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad bin Hanbal yaitu Rasulallah Shallallahu Alaihi Wasallam pernah bersabda: “Orang tidak perlu bepergian jauh dengan niat mendatangi masjid karena ingin menunaikan sholat didalamnya, kecuali Al-Masjidul-Haram(di Makkah), Al-Masjidul- Aqsha (di Palestina) dan masjidku (di Madinah)”  Imam Al-Hafidz Ibnu Hajar mengatakan bahwa hadits ini terkenal luas (masyhur) dan baik.
Hadits yang semakna diatas tapi sedikit perbedaan kalimatnya yang di riwayatkan oleh ‘Aisyah ra. dan dipandang sebagai hadits baik dan masyhur oleh Imam Al-Hafidz Al-Haitsami yaitu: “Orang tidak perlu berniat hendak bepergian jauh mendatangi sebuah masjid karena ingin menunaikan sholat didalamnya kecuali Al-Masjidul-Haram, Al-Masjidul-Aqsha (di Palestina) dan masjidku ini (di Madinah)” . (Majma’uz-Zawa’id jilid 4/3). Dan beredar banyak hadits yang semakna tapi berbeda versinya.
Dengan demikian hadits-hadits diatas ini semuanya berkaitan dengan sholat dan masjid bukan sebagai  larangan untuk (perjalanan) berziarah kubur  kepada Rasulallah Shallallahu Alaihi wasallam dan kaum muslimin lainnya!
Bila alasan pelarangan ziarah kubur Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam itu kemudian dikaitkan dengan larangan mengupayakan perjalanan (syaddur-rihal) kecuali kepada tiga masjid (Masjidil-Haram, Masjid Nabawi, & Masjidil-Aqsha) yang terdapat di dalam hadis Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam maka makin terlihatlah kejanggalannya.  Karena dengan begitu, segala bentuk perjalanan (termasuk silaturrahmi kepada orang tua atau famili, menuntut ilmu, menunaikan tugas atau pekerjaan, berdagang, dan lain-lain) otomatis termasuk ke dalam perkara yang dilarang, kecuali perjalanan hanya kepada ke tiga masjid tersebut.
Di sinilah para ulama meluruskan pengertiannya, bahwa pada hadis tersebut terdapat ‘illat (benang merah) yang membuatnya tidak mencakup keseluruhan bentuk perjalanan, yaitu adanya kata “masjid”.  Sehingga dengan begitu, yang dilarang adalah mengupayakan dengan sungguh-sungguh untuk melakukakan perjalanan kepada suatu masjid selain dari tiga masjid yang utama tersebut, karena nilai ibadah di selain tiga masjid itu sama saja atau tidak ada keistimewaannya.
Imam Ibnu Hajar Al-Haitami dalam kitab berjudul “Hasyiyah Al-’allaamah Ibn Hajar Al-Haitami ‘Alaa Syarh Al-Idlah Fii Manasik Al-Hajj”,  (Kitab Penjelasan terhadap Karya Imam an-Nawawi)  menuliskan (yang artinya)
“… Jangan tertipu dengan pengingkaran Ibnu Taimiyah terhadap kesunnahan ziarah ke makam Rasulullah, karena sesungguhnya dia adalah manusia yang telah disesatkan oleh Allah; sebagaimana kesesatannya itu telah dinyatakan oleh Imam al-’Izz ibn Jama’ah, juga sebagaimana telah panjang lebar dijelaskan tentang kesesatannya oleh Imam Taqiyyuddin as-Subki dalam karya tersendiri untuk itu (yaitu kitab Syifa’ as-Siqam Fi Ziyarah Khayr al-Anam)Penghinaan Ibnu Taimiyah terhadap Rasulullah ini bukan sesuatu yang aneh; oleh karena terhadap Allah saja dia telah melakukan penghinaan, –Allah Maha Suci dari segala apa yang dikatakan oleh orang-orang kafir dengan kesucian yang agung–. Kepada Allah; Ibnu Taimiyah ini telah menetapkan arah, tangan, kaki, mata, dan lain sebagainya dari keburukan-keburukan yang sangat keji. Ibn Taimiyah ini telah dikafirkan oleh banyak ulama, –semoga Allah membalas segala perbuatan dia dengan keadilan-Nya dan semoga Allah menghinakan para pengikutnya; yaitu mereka yang membela segala apa yang dipalsukan oleh Ibn Taimiyah atas syari’at yang suci ini–”.
Selain mereka mengingkari sunnah Rasulullah mengenai ziarah kubur, merekapun melarang berdoa di kuburan dengan dalil sebagai berikut,
 dari ‘Ali bin Husain bahwasanya ia melihat seorang laki-laki mendatangi sebuah celah dekat kuburan Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam kemudian ia masuk ke dalamnya dan berdoa. Maka Ali bin Husain berkata: ‘Maukah anda aku sampaikan hadits yang aku dengar dari ayahku dari kakekku dari Rasulullah shollallaahu ‘alaihi wasallam beliau bersabda: ‘Janganlah kalian menjadikan kuburanku sebagai ‘ied, dan jangan jadikan rumah kalian sebagai kuburan. Dan bersholawatlah kepadaku karena sholawat kalian akan sampai kepadaku di manapun kalian berada’(diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam Mushonnaf-nya(2/268), dan Abdurrozzaq dalam mushonnaf-nya juz 3 halaman 577 hadits nomor 6726).
Mereka memahami riwayat dari Ali bin Husain bin Ali bin Abi Thalib (cucu Ali bin Abi Tholib) sebagai larangan berdoa atau bertawassul di makam Nabi.
Riwayat dari Ali bin Husain bin Ali bin Abi Thalib tersebut sekedar mengingatkan orang yang masuk dan berdoa pada celah dekat kuburan Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam untuk tidak menyembah kuburan Nabi (“larangan menjadikan kuburan sebagai ‘ied” atau “larangan menjadikan menjadikan kuburan sebagai masjid” dengan mengembalikan kata masjid kepada kata asalnya sajada, tempat sujud. Berikut anjuran untuk tidak perlu mempersulit diri dengan memasuki celah dekat kuburan Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam karena  bersholawat, bertawassul dapat dilakukan dimanaoun.
Dalam ziarah kubur kita sebaiknya menghindari timbulnya fitnah orang lain yang melihat sehingga beranggapan adanya penyembahan kuburan.
Begitupula perkataan Imam As Syafi’i rahimahullah, “benci diagungkannya seorang makhluk hingga kuburannya dijadikan masjid, khawatir fitnah kepadanya dan kepada masyarakat”  cara memahaminya kata masjid dikembalikan kepada asal katanya yakni sajada yang artinya tempat sujud sehingga maknanya janganlah bersujud pada kuburan Beliau untuk menghindari timbulnya fitnah orang lain yang melihat sehingga beranggapan adanya penyembahan kuburan walaupun di hati yang bersujud tidak meniatkan untuk menyembah beliau hanya sekedar penghormatan kepada Beliau.
Begitupula apa yang dikatakan oleh Aisyah radiallahu anha “Kalau bukan karena itu, niscaya kuburan beliau dipertontonkan, padahal tindakan itu dikhawatirkan akan dijadikannya kuburan beliau sebagai masjid.”(HR Muslim 853) maknanya Kuburan Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam tidak pertontonkan agar para peziarah tidak bersujud kepada kuburan Beliau untuk menghindari timbulnya fitnah orang lain yang melihat sehingga beranggapan adanya penyembahan kuburan walaupun di hati yang bersujud tersebut sekedar penghormatan kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.
Cara memahami hadits yang berisisi larangan dengan kata kuburan dan masjid telah diuraikan dalam tulisan pada http://ibnu-alkatibiy.blogspot.com/2011/10/pembahasan-lebih-lanjut-tentang-makna.html atau pada http://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/09/29/2011/06/09/kuburan-dan-masjid/
Berikut kutipan perkataan Habib Munzir Al Musawa  tentang tidak ada pembedaan antara  tawassul pada yang hidup dan mati
***** awal kutipan *****
Tawassul merupakan salah satu amalan yang sunnah dan tidak pernah diharamkan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, tak pula oleh ijma para Sahabat Radhiyallahu’anhum, tak pula oleh para Tabi’in dan bahkan oleh para ulama serta imam-imam besar Muhadditsin, bahkan Allah memerintahkannya, Rasul Shallallahu alaihi wasallam mengajarkannya, Sahabat radhiyallahu’anhum mengamalkannya.
Mereka berdoa dengan perantara atau tanpa perantara, tak ada yang mempermasalahkannya apalagi menentangnya bahkan mengharamkannya atau bahkan memusyrikan orang yang mengamalkannya.
Tak ada pula yg membedakan antara tawassul pada yang hidup dan mati, karena tawassul adalah berperantara pada kemuliaan seseorang, atau benda (seperti air liur yg tergolong benda) dihadapan Allah, bukanlah kemuliaan orang atau benda itu sendiri, dan tentunya kemuliaan orang dihadapan Allah tidak sirna dengan kematian.
Justru mereka yg membedakan bolehnya tawassul pada yang hidup saja dan mengharamkan pada yang mati, maka mereka itu malah dirisaukan akan terjerumus pada kemusyrikan karena menganggap makhluk hidup bisa memberi manfaat, sedangkan akidah kita adalah semua yg hidup dan yang mati tak bisa memberi manfaat apa apa kecuali karena Allah memuliakannya, bukan karena ia hidup lalu ia bisa memberi manfaat dihadapan Allah, berarti si hidup itu sebanding dg Allah??, si hidup bisa berbuat sesuatu pada keputusan Allah??, tidak saudaraku.. Demi Allah bukan demikian, Tak ada perbedaan dari yang hidup dan dari yang mati dalam memberi manfaat kecuali dengan izin Allah Subhanahu wa Ta’ala. Yang hidup tak akan mampu berbuat terkecuali dengan izin Allah Subhanahu wa Ta’ala dan yang mati pun bukan mustahil memberi manfaat bila memang di kehendaki oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Ketahuilah bahwa pengingkaran akan kekuasaan Allah Subhanahu wa Ta’ala atas orang yang mati adalah dirisaukan terjebak pada kekufuran yang jelas, karena hidup ataupun mati tidak membedakan kodrat Ilahi dan tidak bisa membatasi kemampuan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Ketakwaan mereka dan kedekatan mereka kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala tetap abadi walau mereka telah wafat
***** akhir kutipan *******
Oleh karenanya cukuplah bersholawat atau bertawasul pada makam Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam contohnya dengan membaca doa
Artinya : Selamat sejahtera atasmu wahai Rasulullah, rahmat Allah dan berkat-Nya untukmu. Selamat sejahtera atasmu wahai Nabiyallah. Selamat sentosa atasmu wahai makhluk pilihan Allah. Selamat sejahtera aasmu wahai kekasih Allah. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan ( yang disembah) selain Allah, Yang Esa/ Tunggal, tiada sekutu bagi-Nya dan engkau adalah hamba-Nya serta rasul-Nya. Dan saya bersaksi, bahwa Engkau telah menyampaikan risalah engkau telah menunaikan amanat egkau telah memberi nasihat pada ummat, engkau telah berjihad di jalan Allah maka selamat-Nya, untukmu selawat yang berkekalan sampai hari kiamat, Wahai tuhan kami, berilah kami ini kebaikan di dunia dan kebaikan pula di akhirat serta peliharalah kami dari siksa neraka. Ya Allah, berilah pada beliau kemuliaan dan martabat yang tinggi serta bangkitkan dia di tempat yang terpuji yang telah Engkau janjikan padanya, sesungguhnya Engkau tidak akan memungkiri janji.
Semoga hal ini bermanfaat untuk menangkal aqidah buruk mereka  yang melarang ziarah kubur.

Wassalam

Selasa, 06 Mei 2014

Menikah Dengan Siapa Istri di Surga Nanti

Jika seorang wanita meninggal sebelum dia sempat menikah dengan seorang laki-laki maka Allah lah yang menikahkannya kelak di surga dengan seorang lelaki dunia, sebagaimana sabda Rasulullah saw,”Tidaklah ada di surga seorang bujang.” (HR. Muslim).

Syeikh Ibnu Utsaimin mengatakan bahwa jika seorang wanita belum menikah di dunia maka Allah swt yang menikahkannya dengan seseorang yang menyedapkan pandangan matanya di surga. Kenikmatan di surga tidaklah terbatas untuk kaum laki-laki akan tetapi untuk kaum laki-laki dan wanita dan diantara kenikmatan itu adalah pernikahan.
Demikian halnya dengan seorang wanita yang meninggal dalam keadaan sudah dicerai.


Demikian pula terhadap seorang wanita yang suaminya tidak masuk surga, Syeikh Ibnu Utsaimin mengatakan bahwa seorang wanita yang masuk surga dan belum menikah atau suaminya tidak termasuk kedalam ahli surga maka jika wanita itu masuk surga dan di surga terdapat lelaki dunia yang belum menikah maka seorang dari merekalah yang menikahinya.

Adapun seorang wanita yang meninggal setelah menikah dan dia termasuk ahli surga maka di surga dia akan bersama suaminya yang menikahinya saat meninggalnya.

Adapun seorang wanita yang ditinggal suaminya terlebih dahulu kemudian ia tidak menikah lagi setelahnya hingga dia meninggal dunia maka wanita itu akan menjadi istrinya di surga.

Adapun seorang wanita yang ditinggal suaminya terlebih dahulu kemudian ia menikah lagi setelah itu maka wanita itu menjadi istri bagi suaminya yang terakhir walaupun wanita itu pernah menikah dengan beberapa laki-laki, sebagaimana sabda Rasulullah saw, ”Seorang istri untuk suaminya yang terakhir.”

(Silsilatu al Ahadits ash Shahihah Lil Albani) dan perkataan Hudzaifah kepada istrinya, ”Jika engkau mau menjadi istriku di surga maka janganlah engkau menikah sepeninggalku. Sesungguhnya seorang istri di surga adalah untuk suaminya yang terakhir di dunia. Karena itu Allah swt mengharamkan istri-istri Nabi untuk menikah sepeninggal beliau saw karena mereka adalah istri-istrinya Nabi SAW di surga.”

sumber:
http://www.akhwatmuslimah.com/2013/11/1416/keadaan-seorang-isteri-di-surga/