Tulisan Berjalan

SUKSES KOMUNITAS MAJU JOS, AKHIRNYA BIMBINGAN DIGITAL MARKETING SECARA GRATIS TANPA BATAS TELAH MEMBERI MANFAAT BESAR

Kamis, 15 Mei 2014

Wanita Surga



Penulis : Yanti Afriyani

Tidak ada kekayaan yang lebih berharga di dunia ini melainkan wanita yang shalihah. (HR Ahmad). Jika demikian, wahai wanita shalihah, rawat dan jagalah dirimu dari noda-noda yang dapat mengotorimu.
Mengapa wanita shalihah diibaratkan sebagai harta kekayaan yang berharga? Karena, wanita shalihah menghiasi dirinya dengan sifat-sifat yang mulia. Itulah sosok wanita mulia yang selalu dirindukan surga.
Sifat-sifat wanita ahli surga itu, pertama, selalu taat kepada Allah SWT. “Sebab itu, maka wanita yang shalihah ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka).” (QS. an-Nisa’ [4] : 34).
Kedua, menghormati dan memuliakan suaminya. “Tidaklah seorang wanita menyakiti suaminya di dunia kecuali istrinya dari bidadari surga berkata, “Janganlah kamu menyakitinya. Atau, Allah akan membunuhmu. Sesungguhnya, dia padamu adalah orang asing yang sebentar lagi akan meninggalkanmu dan pergi kepada kami.” (HR Ibnu Majah).
Ketiga, selalu taat kepada suaminya. “Tiga golongan yang shalatnya tidak akan diangkat dari atas kepalanya walaupun sejengkal, yaitu lelaki yang mengimami suatu kaum yang mereka membencinya; wanita yang tinggal (di rumah) dan suaminya marah kepadanya; dan dua saudara yang saling bermusuhan.” (HR Ibnu Majah).
Keempat, tidak keluar rumah kecuali seizin suaminya. “Tidak dibolehkan bagi seorang wanita yang beriman kepada Allah untuk meminta izin ketika berada di rumah suaminya, saat dia (suaminya) benci, atau keluar saat dia benci, atau menaati orang lainya di hadapannya, tidak menjauh dari tempat tidurnya, tidak memukulnya. Jika dia berbuat zalim, maka temuilah sampai dia ridha. Jika dia menerimanya, maka bahagialah dia. Allah akan menerima permintaan maafnya dan memperlihatkan hujjah-Nya dan tidak ada dosa bagimu. Jika dia tidak menerimanya, maka permintaan maafnya sudah sampai kepada Allah.” (HR Hakim).
Kelima, tidak berhias kecuali untuk suaminya. “Katakanlah kepada wanita yang beriman, ‘Hendaklah mereka menahan pandangannya dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) tampak dari padanya. (QS. an-Nur [24] : 31).
Keenam, ridha dengan yang telah Allah berikan untuknya. Rasul SAW bersabda, “Allah tidak akan melihat kepada wanita yang tidak mensyukuri suaminya padahal dia sangat membutuhkannya.” (HR. Nasa’i).
Semoga Allah membimbing kita, para istri, dan anak-anak putri kita agar selalu berhias dengan sifat-sifat wanita yang berkarakter surga. Amin.

Senin, 12 Mei 2014

Teks Ceramah Islam Ini Singkat, Tapi Mengena…



By Tim27 IMTRA
Teks ceramah Islam untuk motivasi dan pengembangan diri. Ada dua sifat penting yang perlu kita munculkan dalam hidup yang fana ini. Kedua sifat itu dapat membakar semangat kita untuk menjadi orang yang jauh lebih sejahtera. Apa itu? Simak teks ceramah Islam manajemen qolbu ini….

Teks Ceramah Islam
Hadirin yang dirahmati Allah, dalam kitab Al Hikam, Syekh Ahmad Athillah disebutkan bahwa: “Jika Allah buka pintu harapan (raja) maka saksikanlah apa yang Allah berikan untukmu. Jika kamu ingin Allah buka pintu khauf (khawatir) perhatikan apa yang telah engkau amalkan mentaati Allah.”

Saudaraku yang baik, jadi orang dapat termotivasi dengan dua hal yaitu:
1. Raja’ (Harap)
2. Khauf (Takut, khawatir atau cemas)

Raja’ maksudnya adalah harapan yang senantiasa dimiliki oleh hamba kepada Allah Sang Maha Pemberi. Misalnya harapan agar amalnya diterima, dosanya diampuni. Harapan mendapatkan rahmat, hidayah, rizki dan lain sebagainya. | teks ceramah islam

Khauf adalah sifat khawatir atau takut kepada Allah, yang perlu dimiliki oleh seorang hamba. Misalnya, khawatir amalnya tidak diterima Allah. Khawatir dosa-dosanya tidak diampuni Allah, dan lain sebagainya. Khawatir akan ancaman-ancaman Allah.

Oleh karena itu, jika kita ingin lebih termotivasi dalam memperbaiki diri maka kita perlu memunculkan sikap raja dan khauf, atau harap dan cemas.

Raja berkaitan dengan keuntungan, khauf berkaitan dengan bahaya. Secara naluri, orang bisa memiliki semangat karena mengejar keuntungan dan menghindari bahaya atau kesengsaraan. Misalkan saja, tiba-tiba ada orang sangat bersemangat mengerjakan sesuatu. Ternyata, orang itu akan mendapat keuntungan besar dari yang dia kerjakan. | teks ceramah islam

Sebaliknya, ada orang yang bersusuah payah dan menahan diri untuk tidak makan enak. Ternyata, orang itu sudah “ditakut-takui” dokter kalau makan yang dia sukai penyakitnya akan kambuh.

Itulah dua ilustrasi tentang raja’ dan khauf (harap dan cemas).

Catatan ProMutu.com: Teks ceramah Islam ini dapat anda lengkapi dengan bumbu ceramah, klik: Contoh Ice Breaking

Tapi perlu diingat, jangan salah dalam menempatkan raja’ dan khauf…
Jangan takut tidak kebagian uang , Jangan takut tidak kebagian kedudukan, tetapi yang harus kita takuti adalah tidak bisa memperbaiki diri, karena kalau orang sudah mempunyai kemampuan memperbaiki diri maka yang lain Insya Allah akan mengikuti. Banyak orang memikirkan uang dan kedudukan yang belum ada, padahal rizki tidak akan pernah tertukar! Kalau kitanya bagus, In sya_allah bagus juga pemberian dari Allah.

Kita banyak dosa, kalau kita hanya ingat neraka pasti akan makin lemas, seharusnya ingatlah ampunan Allah jika sudah terjadi dosanya, tapi jika belum jadi dosa lalu mengingat ampunan Allah, maka jadilah dosanya itu , misalnya kita ingin berbuat maksiat karena beranggapan Allah itu Maha Pengampun, itu hal yang salah saudaraku, karena dia menggunakan Raja’ untuk maksiat, terbalik karena seharusnya untuk yang sudah terjadi kita harus mengingat ampunan Allah,barulah itu sah sebagai raja’. | teks ceramah islam

Berharap kalau hanya kepada Allah Insya Allah akan membuat kita optimis. Misalnya,bagaimana kalau harga tanah naik? Jika berharap kepada Allah, berapapun harga tanah, yang penting dapat kita beli karena Allah Maha Kaya

Minggu, 11 Mei 2014

Uji PP Zakat Pekan Depan


wordpress.com
Zakat (ilustrasi).
Zakat (ilustrasi).

 Monopoli pengelolaan oleh badan amil zakat dipersoalkan.
JAKARTA – Forum Zakat (FOZ) akan mengajukan uji materiil Peraturan Pemerintah (PP) Zakat Nomor 14 Tahun 2014 pekan depan. Amin mengatakan, PP ini merupakan pelaksana Undang-Undang Pengelolaan Zakat yang disahkan pada Februari 2014 lalu.
 
‘’Peraturan tersebut mengakibatkan monopoli pengelolaan zakat,’’ kata Sekretaris Eksekutif FOZ Amin Sudarsono pada sela pertemuan sekitar 30 lembaga amil zakat (LAZ) saat membahas uji materiil PP Zakat, Ahad (11/5).

Sekarang, FOZ sedang mematangkan draf uji materiil yang akan diajukan ke Mahkamah Agung.  Amin berharap tahun ini permasalahan PP Zakat selesai sesuai harapan. Dengan demikian, LAZ kelak mampu menghimpun dan mendayagunakan zakat dengan baik.

Salah satu hal yang diangap menimbulkan monopoli adalah pembatasan jumlah lembaga amil zakat (LAZ) di daerah dan provinsi.Muncul proses birokrasi yang berbelit dalam upaya menghimpun zakat dari masyarakat.

FOZ megungkapkan, LAZ boleh mempunyai cabang di semua provinsi. Caranya dengan mengajukan izin pendirian ke pemerintah provinsi bersangkutan.Begitu pula di kabupaten atau kota. Namun, setiap LAZ hanya boleh memiliki satu cabang.

Padahal, LAZ milik ormas Islam seperti Muhammadiyah serta NU, bisa punya lebih dari satu cabang. LAZ korporat juga resah. Jika hendak menjadi LAZ tersendiri, harus mendirikan organisasi semisal yayasan tersendiri pula.

Padahal, zakat yang dikumpulkan berasal dari karyawan perusahaan tempat LAZ korporat itu ada.LAZ korporat bisa saja menjadi bagian unit pengumpul zakat (UPZ) badan amil zakat nasional dengan kewajiban menyerahkan laporan rutin. Tapi, kewenangannya pasti dibatasi.

Amin menambahkan, LAZ mengalokasikan zakat yang terhimpun dalam beberapa kelompok. Yakni pendidikan, kesehatan, pemberdayaan ekonomi, dan dakwah. Sekitar 35 persen dari jumlah  zakat yang terkumpul dialokasikan untuk program pendidikan.

Heru Susetyo, kuasa hukum FOZ, mengakui proses uji materiil di Mahkamah Agung tak mudah. Meski demikian, ia berharap uji materiil ini mendapatkan respons baik dari lembaga hukum itu.  Ia menuturkan, PP Zakat ini sarat unsur diskriminatif.

Tak hanya itu, terjadi monopoli pengumpulan zakat oleh badan amil zakat (BAZ). Badan ini ada di setiap provinsi, kabupaten atau kota. Mereka memiliki wewenang memberikan izin pada LAZ, lembaga yang dibuat masyarakat, dalam menghimpun zakat.

Permasalahan PP ini sangat memberikan kesulitan kepada para LAZ yang biasanya digerakkan kepedulian masyarakat tentang zakat. PP tersebut juga melahirkan kesulitan dalam sistem birokrasi bagi LAZ karena harus memperoleh izin dari BAZ.

Heru menambahkan, PP Zakat ini memberikan kesan ilegal kepada LAZ yang tidak mengajukan surat atau proposal dalam menghimpun zakat kepada BAZ. Padahal, banyak warga Muslim yang ingin memudahkan penyebaran zakat kepada masyarakat yang membutuhkan.

Apalagi menjelang Ramadhan, biasanya banyak Muslim yang ingin menyalurkan zakatnya. LAZ bakal kesulitan untuk menghimpun lebih banyak zakat karena persoalan birokrasi. ‘’Lembaga zakat yang masih dalam skala kecil tentu sangat kesulitan,’’ katanya menegaskan.

Ia berharap Mahkamah Agung menyetujui uji materiil ini. Lalu, perubahan terhadap PP tersebut segara diterapkan di lapangan. Jangan sampai persoalan PP Zakat ini berlarut-larut hingga menghambat pengumpulan zakat masyarakat.

Heru mengaku tak tahu berapa besar peluang keberhasilan uji materiil ini. Namun ia menegaskan, kalau pengajuan uji materiil saat ini ditolak, FOZ akan mengajukannya kembali hingga ada perubahan dalam PP Zakat.         n c64 

Kamis, 08 Mei 2014

Seputar Ziarah Kubur

Gambar : Mengambil Miqat Umrah di Dzulhulaifah/Bier Ali


Kesalahpahaman seputar ziarah kubur Rasulullah

 Satu lagi contoh potongan perkataan ulama salaf yang sholeh  disalah gunakan oleh mereka yaitu perkataan Imam Malik bin Anas (perintis Mazhab Maliki) untuk melarang ziarah ke kuburan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.
Bahkan ulama panutan mereka,  Ibnu Taimiyah di dalam kitab Majmu’ Fatawa Ibnu Taimiyah juz 27 hal. 111-112 sangat mengandalkan potongan perkataan tersebut.
Ibnu Taimiyah berkata:
بل قد كره مالك وغيره أن يقال: زرت قبر النبي صلى الله عليه وسلم، ومالك أعلم الناس بهذا الباب، فإن أهل المدينة أعلم أهل الأمصار بذلك، ومالك إمام أهل المدينة. فلو كان في هذا سنة عن رسول الله صلى الله عليه وسلم: فيها لفظ «زيارة قبره» لم يخف ذلك على علماء أهل مدينته وجيران قبره ـ بأبي هو وأمي.
“… bahkan Imam Malik dan yang lainnya membenci kata-kata, ‘Aku menziarahi kubur Nabi shallallahu alaihi wasallam’ sedang Imam Malik adalah orang paling alim dalam bab ini, dan penduduk Madinah adalah paling alimnya wilayah dalam bab ini, dan Imam Malik adalah imamnya penduduk Madinah. Seandainya terdapat sunnah dalam hal ini dari Rasulullah Shallallahu Alaihi wsallam  yang di dalamnya terdapat lafaz ‘menziarahi kuburnya’, niscaya tidak akan tersembunyi (tidak diketahui) hal itu oleh para ulama ahli Madinah dan penduduk sekitar makam beliau –demi bapak dan ibuku .”
Ibnu Taimiyah dan para pengikutnya tampaknya salah paham terhadap ungkapan Imam Malik tersebut.
Imam Malik adalah orang yang sangat memuliakan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, sampai-sampai ia enggan naik kendaraan di kota Madinah karena menyadari bahwa tubuh Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam dikubur di tanah Madinah, sebagaimana ia nyatakan, “Aku malu kepada Allah ta’ala untuk menginjak tanah yang di dalamnya ada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi  Wasallam dengan kaki hewan (kendaraan-pent)” (lihat Syarh Fath al-Qadir, Muhammad bin Abdul Wahid As-Saywasi, wafat 681 H., Darul Fikr, Beirut, juz 3, hal. 180).
Bagaimana mungkin sikap yang sungguh luar biasa itu dalam memuliakan jasad Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam seperti menganggap seolah beliau masih hidup, membuatnya benci kepada orang yang ingin menziarahi makam Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam ?
Sungguh ini adalah sebuah pemahaman yang keliru.
Imam Ibnu Hajar al-Asqallani, di dalam kitab Fathul-Bari juz 3 hal. 66, menjelaskan, bahwa Imam Malik membenci ucapan “aku menziarahi kubur Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.” adalah karena semata-mata dari sisi adab, bukan karena membenci amalan ziarah kuburnya. Hal tersebut dijelaskan oleh para muhaqqiq (ulama khusus) mazhabnya. Dan ziarah kubur Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam adalah termasuk amalan yang paling afdhal dan pensyari’atannya jelas, dan hal itu merupkan ijma’ para ulama.
Artinya, kita bisa berkesimpulan, setelah mengetahui betapa Imam Malik memperlakukan jasad Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam yang dikubur di Madinah itu dengan akhlak yang luar biasa, seolah seperti menganggap beliau masih hidup, maka ia pun lebih suka ungkapan “aku menziarahi  atau mendatangi Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.” dari pada ungkapan “aku menziarahi kubur Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam.” berhubung banyak hadits mengisyaratkan bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam dan kaum muslim yang telah meraih maqom di sisiNya  di dalam kuburnya dapat mengetahui, melihat, dan mendengar siapa saja yang menziarahinya dan mengucapkan salam dan shalawat kepadanya.  Tampak Imam Malik tidak suka Rasulullah Shallallahu Wasallam yang telah wafat itu diperlakukan seperti orang mati pada umumnya, dan asumsi ini dibenarkan oleh dalil-dalil yang sah.
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda,
حياتي خير لكم ومماتي خير لكم تحدثون ويحدث لكم , تعرض أعمالكم عليّ فإن وجدت خيرا حمدت الله و إن وجدت شرا استغفرت الله لكم.
Hidupku lebih baik buat kalian dan matiku lebih baik buat kalian. Kalian bercakap-cakap dan mendengarkan percakapan. Amal perbuatan kalian disampaikan kepadaku. Jika aku menemukan kebaikan maka aku memuji Allah. Namun jika menemukan keburukan aku memohonkan ampunan kepada Allah buat kalian.” (Hadits ini diriwayatkan oelh Al Hafidh Isma’il al Qaadli pada Juz’u al Shalaati ‘ala al Nabiyi Shallalahu alaihi wasallam. Al Haitsami menyebutkannya dalam Majma’u al Zawaaid dan mengkategorikannya sebagai hadits shahih
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda,
(ما من رجل يزور قبر أخيه ويجلس عليه إلا استأنس ورد عليه حتي يقوم)
Tidak seorangpun yang mengunjungi kuburan saudaranya dan duduk kepadanya (untuk mendoakannya) kecuali dia merasa bahagia dan menemaninya hingga dia berdiri meninggalkan kuburan itu.” (HR. Ibnu Abu Dunya dari Aisyah dalam kitab Al-Qubûr).
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda,
(ما من أحد يمربقبر أخيه المؤمن كان يعرفه في الدنيا فيسلم عليه إلا عَرَفَهُ ورد عليه السلام)
Tidak seorang pun melewati kuburan saudaranya yang mukmin yang dia kenal selama hidup di dunia, lalu orang yang lewat itu mengucapkan salam untuknya, kecuali dia mengetahuinya dan menjawab salamnya itu.” (Hadis Shahih riwayat Ibnu Abdul Bar dari Ibnu Abbas di dalam kitab Al-Istidzkar dan At-Tamhid).
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda,
إن أعمالكم تعرض على أقاربكم وعشائركم من الأموات فإن كان خيرا استبشروا، وإن كان غير ذلك قالوا: اللهم لا تمتهم حتى تهديهم كما هديتنا)
Sesungguhnya perbuatan kalian diperlihatkan kepada karib-kerabat dan keluarga kalian yang telah meninggal dunia. Jika perbuatan kalian baik, maka mereka mendapatkan kabar gembira, namun jika selain daripada itu, maka mereka berkata: “Ya Allah, janganlah engkau matikan mereka sampai Engkau memberikan hidayah kepada mereka seperti engkau memberikan hidayah kepada kami.” (HR. Ahmad dalam musnadnya).
Imam Nawawi didalam Al-Majmu jilid VIII halalam 272.
“Al-Khufajiy didalam Syarhusy-Syifa menyebut, bahwa As-Sabkiy mengata- kan sebagai berikut:  “Sahabat-sahabat kami menyatakan, adalah mustahab jika orang pada saat datang berziarah ke pusara Rasulallah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam meng-hadapkan wajah kepadanya  (Rasulallah Shallallahu Alaihi Wasallam) dan membelakangi Kiblat, kemudian mengucapkan salam kepada beliau Shallallahu Alaihi Wasallam beserta keluarganya (ahlu-bait beliau Shallallahu Alaihi Wasallam) dan para Sahabatnya, lalu mendatangi pusara dua orang sahabat beliau Shallallahu Alaihi Wasallam (Khalifah Abubakar dan Umar –radhiyallhu ‘anhuma). Setelah itu lalu kembali ketempat semula dan berdiri sambil berdo’a “. (Syarhusy-Syifa jilid III halaman 398).
Dengan demikian tidak ada ulama yang mengatakan cara berziarah yang tersebut diatas adalah haram, bid’ah, sesat dan lain sebagainya.
Ada lagi dari golongan pengingkar yang melarang ziarah kemakam Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam seperti padahttp://abahnajibril.wordpress.com/2011/04/20/madzhab-ibnu-taimiyyah-dalam-ziarah-kubur/   dengan alasan hadits berikut ini: “Jangan susah-payah bepergian jauh kecuali ke tiga buah masjid; Al-Masjidul-Haram, masjidku ini (di Madinah) dan Al-Masjidul-Aqsha (di Palestina)”.
Hadits tersebut berkaitan dengan masalah sholat dan masjid jadi bukan masalah ziarah kubur. Yang dimaksud hadits tersebut ialah ‘jangan bersusah-payah bepergian jauh hanya karena ingin bersholat di masjid lain, kecuali tiga masjid yang disebutkan dalam hadits itu’ , karena sholat di selain ketiga masjid tersebut  sama pahalanya.  Makna ini sesuai dengan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad bin Hanbal yaitu Rasulallah Shallallahu Alaihi Wasallam pernah bersabda: “Orang tidak perlu bepergian jauh dengan niat mendatangi masjid karena ingin menunaikan sholat didalamnya, kecuali Al-Masjidul-Haram(di Makkah), Al-Masjidul- Aqsha (di Palestina) dan masjidku (di Madinah)”  Imam Al-Hafidz Ibnu Hajar mengatakan bahwa hadits ini terkenal luas (masyhur) dan baik.
Hadits yang semakna diatas tapi sedikit perbedaan kalimatnya yang di riwayatkan oleh ‘Aisyah ra. dan dipandang sebagai hadits baik dan masyhur oleh Imam Al-Hafidz Al-Haitsami yaitu: “Orang tidak perlu berniat hendak bepergian jauh mendatangi sebuah masjid karena ingin menunaikan sholat didalamnya kecuali Al-Masjidul-Haram, Al-Masjidul-Aqsha (di Palestina) dan masjidku ini (di Madinah)” . (Majma’uz-Zawa’id jilid 4/3). Dan beredar banyak hadits yang semakna tapi berbeda versinya.
Dengan demikian hadits-hadits diatas ini semuanya berkaitan dengan sholat dan masjid bukan sebagai  larangan untuk (perjalanan) berziarah kubur  kepada Rasulallah Shallallahu Alaihi wasallam dan kaum muslimin lainnya!
Bila alasan pelarangan ziarah kubur Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam itu kemudian dikaitkan dengan larangan mengupayakan perjalanan (syaddur-rihal) kecuali kepada tiga masjid (Masjidil-Haram, Masjid Nabawi, & Masjidil-Aqsha) yang terdapat di dalam hadis Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam maka makin terlihatlah kejanggalannya.  Karena dengan begitu, segala bentuk perjalanan (termasuk silaturrahmi kepada orang tua atau famili, menuntut ilmu, menunaikan tugas atau pekerjaan, berdagang, dan lain-lain) otomatis termasuk ke dalam perkara yang dilarang, kecuali perjalanan hanya kepada ke tiga masjid tersebut.
Di sinilah para ulama meluruskan pengertiannya, bahwa pada hadis tersebut terdapat ‘illat (benang merah) yang membuatnya tidak mencakup keseluruhan bentuk perjalanan, yaitu adanya kata “masjid”.  Sehingga dengan begitu, yang dilarang adalah mengupayakan dengan sungguh-sungguh untuk melakukakan perjalanan kepada suatu masjid selain dari tiga masjid yang utama tersebut, karena nilai ibadah di selain tiga masjid itu sama saja atau tidak ada keistimewaannya.
Imam Ibnu Hajar Al-Haitami dalam kitab berjudul “Hasyiyah Al-’allaamah Ibn Hajar Al-Haitami ‘Alaa Syarh Al-Idlah Fii Manasik Al-Hajj”,  (Kitab Penjelasan terhadap Karya Imam an-Nawawi)  menuliskan (yang artinya)
“… Jangan tertipu dengan pengingkaran Ibnu Taimiyah terhadap kesunnahan ziarah ke makam Rasulullah, karena sesungguhnya dia adalah manusia yang telah disesatkan oleh Allah; sebagaimana kesesatannya itu telah dinyatakan oleh Imam al-’Izz ibn Jama’ah, juga sebagaimana telah panjang lebar dijelaskan tentang kesesatannya oleh Imam Taqiyyuddin as-Subki dalam karya tersendiri untuk itu (yaitu kitab Syifa’ as-Siqam Fi Ziyarah Khayr al-Anam)Penghinaan Ibnu Taimiyah terhadap Rasulullah ini bukan sesuatu yang aneh; oleh karena terhadap Allah saja dia telah melakukan penghinaan, –Allah Maha Suci dari segala apa yang dikatakan oleh orang-orang kafir dengan kesucian yang agung–. Kepada Allah; Ibnu Taimiyah ini telah menetapkan arah, tangan, kaki, mata, dan lain sebagainya dari keburukan-keburukan yang sangat keji. Ibn Taimiyah ini telah dikafirkan oleh banyak ulama, –semoga Allah membalas segala perbuatan dia dengan keadilan-Nya dan semoga Allah menghinakan para pengikutnya; yaitu mereka yang membela segala apa yang dipalsukan oleh Ibn Taimiyah atas syari’at yang suci ini–”.
Selain mereka mengingkari sunnah Rasulullah mengenai ziarah kubur, merekapun melarang berdoa di kuburan dengan dalil sebagai berikut,
 dari ‘Ali bin Husain bahwasanya ia melihat seorang laki-laki mendatangi sebuah celah dekat kuburan Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam kemudian ia masuk ke dalamnya dan berdoa. Maka Ali bin Husain berkata: ‘Maukah anda aku sampaikan hadits yang aku dengar dari ayahku dari kakekku dari Rasulullah shollallaahu ‘alaihi wasallam beliau bersabda: ‘Janganlah kalian menjadikan kuburanku sebagai ‘ied, dan jangan jadikan rumah kalian sebagai kuburan. Dan bersholawatlah kepadaku karena sholawat kalian akan sampai kepadaku di manapun kalian berada’(diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam Mushonnaf-nya(2/268), dan Abdurrozzaq dalam mushonnaf-nya juz 3 halaman 577 hadits nomor 6726).
Mereka memahami riwayat dari Ali bin Husain bin Ali bin Abi Thalib (cucu Ali bin Abi Tholib) sebagai larangan berdoa atau bertawassul di makam Nabi.
Riwayat dari Ali bin Husain bin Ali bin Abi Thalib tersebut sekedar mengingatkan orang yang masuk dan berdoa pada celah dekat kuburan Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam untuk tidak menyembah kuburan Nabi (“larangan menjadikan kuburan sebagai ‘ied” atau “larangan menjadikan menjadikan kuburan sebagai masjid” dengan mengembalikan kata masjid kepada kata asalnya sajada, tempat sujud. Berikut anjuran untuk tidak perlu mempersulit diri dengan memasuki celah dekat kuburan Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam karena  bersholawat, bertawassul dapat dilakukan dimanaoun.
Dalam ziarah kubur kita sebaiknya menghindari timbulnya fitnah orang lain yang melihat sehingga beranggapan adanya penyembahan kuburan.
Begitupula perkataan Imam As Syafi’i rahimahullah, “benci diagungkannya seorang makhluk hingga kuburannya dijadikan masjid, khawatir fitnah kepadanya dan kepada masyarakat”  cara memahaminya kata masjid dikembalikan kepada asal katanya yakni sajada yang artinya tempat sujud sehingga maknanya janganlah bersujud pada kuburan Beliau untuk menghindari timbulnya fitnah orang lain yang melihat sehingga beranggapan adanya penyembahan kuburan walaupun di hati yang bersujud tidak meniatkan untuk menyembah beliau hanya sekedar penghormatan kepada Beliau.
Begitupula apa yang dikatakan oleh Aisyah radiallahu anha “Kalau bukan karena itu, niscaya kuburan beliau dipertontonkan, padahal tindakan itu dikhawatirkan akan dijadikannya kuburan beliau sebagai masjid.”(HR Muslim 853) maknanya Kuburan Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam tidak pertontonkan agar para peziarah tidak bersujud kepada kuburan Beliau untuk menghindari timbulnya fitnah orang lain yang melihat sehingga beranggapan adanya penyembahan kuburan walaupun di hati yang bersujud tersebut sekedar penghormatan kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.
Cara memahami hadits yang berisisi larangan dengan kata kuburan dan masjid telah diuraikan dalam tulisan pada http://ibnu-alkatibiy.blogspot.com/2011/10/pembahasan-lebih-lanjut-tentang-makna.html atau pada http://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/09/29/2011/06/09/kuburan-dan-masjid/
Berikut kutipan perkataan Habib Munzir Al Musawa  tentang tidak ada pembedaan antara  tawassul pada yang hidup dan mati
***** awal kutipan *****
Tawassul merupakan salah satu amalan yang sunnah dan tidak pernah diharamkan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, tak pula oleh ijma para Sahabat Radhiyallahu’anhum, tak pula oleh para Tabi’in dan bahkan oleh para ulama serta imam-imam besar Muhadditsin, bahkan Allah memerintahkannya, Rasul Shallallahu alaihi wasallam mengajarkannya, Sahabat radhiyallahu’anhum mengamalkannya.
Mereka berdoa dengan perantara atau tanpa perantara, tak ada yang mempermasalahkannya apalagi menentangnya bahkan mengharamkannya atau bahkan memusyrikan orang yang mengamalkannya.
Tak ada pula yg membedakan antara tawassul pada yang hidup dan mati, karena tawassul adalah berperantara pada kemuliaan seseorang, atau benda (seperti air liur yg tergolong benda) dihadapan Allah, bukanlah kemuliaan orang atau benda itu sendiri, dan tentunya kemuliaan orang dihadapan Allah tidak sirna dengan kematian.
Justru mereka yg membedakan bolehnya tawassul pada yang hidup saja dan mengharamkan pada yang mati, maka mereka itu malah dirisaukan akan terjerumus pada kemusyrikan karena menganggap makhluk hidup bisa memberi manfaat, sedangkan akidah kita adalah semua yg hidup dan yang mati tak bisa memberi manfaat apa apa kecuali karena Allah memuliakannya, bukan karena ia hidup lalu ia bisa memberi manfaat dihadapan Allah, berarti si hidup itu sebanding dg Allah??, si hidup bisa berbuat sesuatu pada keputusan Allah??, tidak saudaraku.. Demi Allah bukan demikian, Tak ada perbedaan dari yang hidup dan dari yang mati dalam memberi manfaat kecuali dengan izin Allah Subhanahu wa Ta’ala. Yang hidup tak akan mampu berbuat terkecuali dengan izin Allah Subhanahu wa Ta’ala dan yang mati pun bukan mustahil memberi manfaat bila memang di kehendaki oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Ketahuilah bahwa pengingkaran akan kekuasaan Allah Subhanahu wa Ta’ala atas orang yang mati adalah dirisaukan terjebak pada kekufuran yang jelas, karena hidup ataupun mati tidak membedakan kodrat Ilahi dan tidak bisa membatasi kemampuan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Ketakwaan mereka dan kedekatan mereka kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala tetap abadi walau mereka telah wafat
***** akhir kutipan *******
Oleh karenanya cukuplah bersholawat atau bertawasul pada makam Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam contohnya dengan membaca doa
Artinya : Selamat sejahtera atasmu wahai Rasulullah, rahmat Allah dan berkat-Nya untukmu. Selamat sejahtera atasmu wahai Nabiyallah. Selamat sentosa atasmu wahai makhluk pilihan Allah. Selamat sejahtera aasmu wahai kekasih Allah. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan ( yang disembah) selain Allah, Yang Esa/ Tunggal, tiada sekutu bagi-Nya dan engkau adalah hamba-Nya serta rasul-Nya. Dan saya bersaksi, bahwa Engkau telah menyampaikan risalah engkau telah menunaikan amanat egkau telah memberi nasihat pada ummat, engkau telah berjihad di jalan Allah maka selamat-Nya, untukmu selawat yang berkekalan sampai hari kiamat, Wahai tuhan kami, berilah kami ini kebaikan di dunia dan kebaikan pula di akhirat serta peliharalah kami dari siksa neraka. Ya Allah, berilah pada beliau kemuliaan dan martabat yang tinggi serta bangkitkan dia di tempat yang terpuji yang telah Engkau janjikan padanya, sesungguhnya Engkau tidak akan memungkiri janji.
Semoga hal ini bermanfaat untuk menangkal aqidah buruk mereka  yang melarang ziarah kubur.

Wassalam

Selasa, 06 Mei 2014

Menikah Dengan Siapa Istri di Surga Nanti

Jika seorang wanita meninggal sebelum dia sempat menikah dengan seorang laki-laki maka Allah lah yang menikahkannya kelak di surga dengan seorang lelaki dunia, sebagaimana sabda Rasulullah saw,”Tidaklah ada di surga seorang bujang.” (HR. Muslim).

Syeikh Ibnu Utsaimin mengatakan bahwa jika seorang wanita belum menikah di dunia maka Allah swt yang menikahkannya dengan seseorang yang menyedapkan pandangan matanya di surga. Kenikmatan di surga tidaklah terbatas untuk kaum laki-laki akan tetapi untuk kaum laki-laki dan wanita dan diantara kenikmatan itu adalah pernikahan.
Demikian halnya dengan seorang wanita yang meninggal dalam keadaan sudah dicerai.


Demikian pula terhadap seorang wanita yang suaminya tidak masuk surga, Syeikh Ibnu Utsaimin mengatakan bahwa seorang wanita yang masuk surga dan belum menikah atau suaminya tidak termasuk kedalam ahli surga maka jika wanita itu masuk surga dan di surga terdapat lelaki dunia yang belum menikah maka seorang dari merekalah yang menikahinya.

Adapun seorang wanita yang meninggal setelah menikah dan dia termasuk ahli surga maka di surga dia akan bersama suaminya yang menikahinya saat meninggalnya.

Adapun seorang wanita yang ditinggal suaminya terlebih dahulu kemudian ia tidak menikah lagi setelahnya hingga dia meninggal dunia maka wanita itu akan menjadi istrinya di surga.

Adapun seorang wanita yang ditinggal suaminya terlebih dahulu kemudian ia menikah lagi setelah itu maka wanita itu menjadi istri bagi suaminya yang terakhir walaupun wanita itu pernah menikah dengan beberapa laki-laki, sebagaimana sabda Rasulullah saw, ”Seorang istri untuk suaminya yang terakhir.”

(Silsilatu al Ahadits ash Shahihah Lil Albani) dan perkataan Hudzaifah kepada istrinya, ”Jika engkau mau menjadi istriku di surga maka janganlah engkau menikah sepeninggalku. Sesungguhnya seorang istri di surga adalah untuk suaminya yang terakhir di dunia. Karena itu Allah swt mengharamkan istri-istri Nabi untuk menikah sepeninggal beliau saw karena mereka adalah istri-istrinya Nabi SAW di surga.”

sumber:
http://www.akhwatmuslimah.com/2013/11/1416/keadaan-seorang-isteri-di-surga/

Lima Tingkatan Manusia Dalam Shalat


Ibnul Qayyim Al-Jauziyah mengatakan bahwa lima tingkatan manusia di dalam shalat:
1. Tingkatan orang yang zhalim kepada dirinya dan teledor. yaitu, orang yang kurang sempurna dalam wudhunya, waktu shalatnya, batas-batasnya dan rukun-rukunnya.
2. Orang yang bisa menjaga waktu-waktunya, batas-batasnya, rukun-rukunnya yang sifatnya lahiriyah, dan juga wudhunya, tetapi tidak berupaya keras untuk menghilangkan bisikan jahat dari dalam dirinya. Maka dia pun terbang bersama bisikan jahat dan pikirannya.
3. Orang yang bisa menjaga batas-batasnya dan rukun-rukunnya. Ia berupaya keras untuk mengusir bisikan jahat dan pikiran lain dari dalam dirinya, sehingga dia terus-menerus sibuk berjuang melawan musuhnya agar jangan sampai berhasil mencuri shalatnya. Maka, dia sedang berada di dalam shalat, sekaligus jihad.
4. Orang yang melaksanakan shalat dengan menyempurnakan hak-haknya, rukun-rukunnya, dan batas-batasnya. Hatinya larut dalam upaya memelihara batas-batas dan hak-haknya, agar dia tidak menyia-nyiakan sedikitpun darinya. Bahkan seluruh perhatiannya tercurah untuk melaksanakannya sebagaimana mestinya, dengan cara yang sesempurna dan selengkap mungkin. Jadi, hatinya dirasuki oleh urusan shalat dan penyembahan kepada Tuhan di dalamnya.
5. Orang yang melaksanakan shalat dengan sempurna. Dia mengambil hatinya dan meletakkannya di hadapan Tuhan. Dia memandang dan memperhatikanNya dengan hatinya yang dipenuhi rasa cinta dan hormat kepadaNya. Dia melihatNya dan menyaksikanNya secara langsung. Bisikan dan pikiran jahat tersebut telah melemah. Hijab antara dia dengan Tuhannya telah diangkat. Jarak antara shalat semacam ini dengan shalat yang lainnya lebih tinggi dan lebih besar daripada jarak antara langit dan bumi. Di dalam shalatnya, dia sibuk dengan Tuhannya. Dia merasa tenteram lewat shalat.
Kelompok pertama akan disiksa. Kelompok kedua akan diperhitungkan amalnya. Kelompok ketiga akan dihapus dosanya. Kelompok keempat akan diberi balasan pahala. Dan kelompok kelima akan mendapat tempat yang dekat dengan Tuhannya, kerana dia menjadi bagian dari orang yang ketenteraman hatinya ada di dalam shalat. Barangsiapa yang tenteram hatinya dengan shalat di dunia, maka hatinya akan tenteram dengan kedekatannya kepada Tuhan di akhirat dan akan tenteram pula hatinya di dunia. Barangsiapa yang hatinya merasa tenteram dengan Allah ta’ala ,maka semua orang akan merasa tenteram dengannya. Dan barangsiapa yang hatinya tidak bisa merasa tenteram dengan Allah ta’ala , maka jiwanya akan terpotong-potong kerana penyesalan terhadap dunia. (Al-Wabil Ath-Thayyib, Ibnul Qayyim Al-Jauziyah, hal 25-29)
Sumber: Buku “Air Mata Penjara Wanita”, hal.124-126, Penerbit Elba

Senin, 05 Mei 2014

Kapal Besar Tawakkal




Ilustrasi (inet)
Ilustrasi (inet)dakwatuna.com – Selain sebagai cahaya, keimanan juga merupakan kekuatan. Seorang manusia yang berhasil mendapatkan keimanan yang hakiki akan dapat menantang seluruh makhluk selainnya, dan akan berhasil keluar dari sempitnya kehidupan yang penuh dengan musibah. Itu semua dilakukan dengan meminta kekuatan dari keimanan. Hingga dia pun dapat berlayar dengan bahtera kehidupan, mengarungi ombak-ombak peristiwa yang kadang dapat memukul dengan begitu keras.
Dia berhasil melakukan itu semua dengan selamat dan hati tenang, seraya berucap: “Aku bertawakkal kepada Allah SWT.” Seluruh beban hidup diyakininya sebagai amanah yang kemudian diserahkan kepada Yang Maha Kuasa Atas Segala Sesuatu. Hingga dia pun dapat melampaui perjalanan hidup ini dengan tenang, tanpa keresahan yang berarti, sampai memasuki alam barzakh untuk kemudian beristirahat. Dari tempat peristirahatan ini, dia dapat terbang menuju surga yang penuh dengan kebahagiaan yang abadi.
Namun jika manusia tidak mau bertawakkal kepada Allah, dia tidak akan dapat terbang mengangkasa ke surga, bahkan beban yang ada di dirinya akan menariknya turun ke derajat yang paling rendah.
Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwasanya keimanan itu meniscayakan adanya tauhid atau pengesaan. Lalu pengesaan itu akan membawa kepada penyerahan diri. Selanjutnya, penyerahan diri ini akan mewujudkan penggantungan harapan (tawakkal). Dan terakhir, penggantungan harapan ini akan memudahkan jalan menuju kebahagiaan akhirat. Janganlah kita mengira bahwa tawakkal adalah sebuah penolakan terhadap usaha manusia. Penolakan yang penuh. Tapi, tawakkal adalah sesuatu yang menggambarkan keyakinan kita bahwa usaha adalah hijab-hijab yang berada di tangan Allah SWT. Oleh karena itu, harus dijaga, dipelihara, dan diikuti. Melaksanakan dan mengambil manfaat darinya, tidak lain adalah sebuah doa yang nyata. Sedangkan pengharapan hasil usaha hanyalah boleh dialamatkan kepada Allah SWT. Pujian dan terima kasih hanyalah boleh diberikan kepadaNya saja.
Berikut ini kita akan mengambil sebuah permisalan. Orang yang bertawakkal dan orang tidak bertawakkal adalah seperti dua orang yang membawa beban di atas pundaknya. Mereka berdua kemudian membeli tiket untuk naik kapal laut. Orang yang pertama, begitu sampai di atas kapal meletakkan bebannya dari atas pundak dan diletakkannya di lantai kapal. Sedangkan seorang yang lain, karena kedunguan dan kebodohannya, walau dia sudah naik di atas kapal, dia tetap tidak meletakkan beban di pundaknya.
Ketika ada yang berkata kepadanya, “Hai Fulan, letakkanlah beban itu dari atas pundakmu, supaya engkau dapat beristirahat.” Dia malah menjawab nasihat itu dengan berkata, “Oh, tidak akan kulakukan nasihatmu itu. Aku takut kehilangan barang bawaanku ini. Aku juga kuat untuk terus membawanya. Akau akan tetap menjaganya di atas kepala dan pundakku.”
Maka ada yang berkata lagi kepadanya, “Wahai saudaraku, akan tetapi kapal yang sedang kita naiki dan membawa kita semua ini jauh lebih kuat dari diri kita semua. Kapal ini dapat menjaga kita dan barang-barang kita secara lebih baik ketimbang kita. Janganlah kau tetap dalam pendapatmu. Jangan-jangan engkau nanti akan pingsan hingga kau dan barang-barangmu terlempar ke dalam laut.
Kulihat kekuatanmu juga sedikit demi sedikit berkurang. Lihatlah pundakmu begitu kurus, tidak akan dapat lama membawa berat beban yang ada di atasnya. Karena beban itu semakin lama akan semakin terasa berat.
Jika nahkoda kapal ini melihatmu dalam keadaan seperti ini, tentu dia akan mengiramu sedang kerasukan setan, atau sedang pingsan. Dan tentu dia tidak akan mau kapalnya dinaiki oleh orang yang sedang terkena setan dan pingsan. Lalu dia akan mengusirmu dari kapal ini. Atau, kalau tidak, dia akan meminta polisi untuk menangkapmu dan memasukkanmu ke dalam penjara. Dia akan berkata kepada para polisi, “Ini seorang pengkhianat. Dia telah menuduh jelek kapalku, dan menghina kita.”
Saat itu engkau akan menjadi bahan tertawaan orang-orang. Karena engkau ini sebenarnya sedang menutupi kelemahanmu, tapi engkau tampakkan kesombongan. Engkau ini merasa kuat, padahal sangat lemah. Engkau ini berlaku sedemikian, tapi di dalam hatimu ada keinginan untuk dipuji orang. Dengan demikian, engkau sendiri yang telah menjadikan dirimu sebagai bahan ejekan dan tertawaan orang lain. Lihatlah, orang-orang itu sedang menertawakanmu dan menganggap dirimu ini bodoh.”
Setelah mendengar semua nasihat yang panjang dan mengena ini, akhirnya orang yang terus membawa barang di pundaknya itu tersadar dan kemudian meletakkan barangnya di lantai. Dia pun akhirnya dapat duduk dan istirahat. Dia pun berkata, “Segala puji bagi Allah, semoga Allah meridhaimu saudaraku. Terima kasih, engkau telah menyelamatkanku dari rasa letih dan kehinaan, menyelamatkanku dari penjara dan ejekan.”
Dari kisah di atas, maka dinasihatkan kepada orang-orang yang masih jauh dari sikap tawakkal kepada Allah SWT, segeralah engkau sadar dari kesalahanmu. Kembalilah kepada otak warasmu. Seperti orang di atas kapal itu. Bertawakallah kepada Allah SWT, agar engkau selamat dari sikap membutuhkan dan meminta-minta kepada makhluk. Agar engkau juga selamat dari rasa takut dan gentar kepada kejadian-kejadian yang engkau anggap sebagai sebuah musibah. Dan agar engkau menyelamatkan dirimu sendiri dari riya’, ejekan, kesengsaraan abadi, dan dari beratnya ikatan dunia. (msa/dakwatuna)


Sumber: http://www.dakwatuna.com/2013/11/23/42577/kapal-besar-tawakkal/#ixzz30xLurxsf 
Follow us: @dakwatuna on Twitter | dakwatunacom on Facebook